30 January 2009

Kondisi RM yang Berhubungan dengan Infeksi HIV

Diterjemahkan dari JADA April 2001; 132: 499-506

Jika dokter gigi ingin menghindari masalah malpraktek, mereka harus mengetahui dua hal. Pertama, mereka harus mengetahui penyakit yang paling umum terjadi dan memiliki manifestasi rongga mulut. Mereka harus mewaspadai kondisi rongga mulut yang berhubungan dengan infeksi HIV, karena penyakit infeksi ini dapat dideskripsikan dengan baik dan prevalen. Jika ditemukan manifestasi HIV dalam rongga mulut, dokter gigi harus melakukan pemeriksaan HIV dan merujuk pasien untuk konsultasi medis dan menjalani pemeriksaan HIV lebih lanjut. Kedua, catatan dental pasien harus berisi rekomendasi bahwa rujukan perawatan, pemeriksaan, atau keduanya telah dibuat, dan harus dijaga sedemikian rupa sehingga kerahasiaan pasien tetap terjadi sesuai dengan aplikasi hukum.
Terdapat banyak literatur dental yang membahas tentang pengenalan lesi rongga mulut yang berhubungan dengan infeksi HIV. Literatur tersebut akan diringkas dan membahas kemampuan lesi untuk diidentifikasi sebagai potensi infeksi HIV. Namun, untuk deskripsi lebih rinci masalah ini dan timbulnya lesi yang berhubungan dengan HIV, kami menganjurkan anda untuk membaca artikel yang terdapat dalam daftar referensi. Para pembaca yang tertarik membaca tentang lesi-lesi yang berhubungan dengan HIV dapat mencarinya di World Wide Web.


Lesi yang merupakan diagnosis penting terjadinya imunosupresi. Terdapat dua tipe lesi yang hampir selalu ditemukan dalam kondisi imunosupresi (kerentanan sistem imun). Oral hairy leukoplakia adalah suatu bercak melekat berwarna putih dan permukaannya kasar, yang bervariasi mulai dari lapisan vertikal sampai plak keriput. Lesi ini biasanya ditemukan bilateral pada bagian ventrolateral lidah namun dapat juga menyerang permukaan dorsal lidah, dan terkadang, mukosa bukal. Karakteristik yang paling khas adalah proyeksi seperti-jari yang tersebar dari dasar lesi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan tampilan karakteristik tersebut. Namun, jika perlu dikonfirmasikan untuk menghilangkan kemungkinan lesi putih persisten lainnya, terutama displasia epitelial, harus dilakukan pemeriksaan histopatologis biopsi mukosa untuk mengetahui adanya virus Eipstein-Barr. Alternatifnya, teknik non-invasif menggunakan hibridisasi filter atau cytospin in-situ akan menunjukkan adanya virus Epstein-Barr. Kadang-kadang, pengobatan empiris menggunakan acyclovir dosis tinggi dapat menegakkan diagnosis, meskipun lesi akan rekuren segera setelah terapi dihentikan. Identifikasi oral hairy leukoplakia akan selalu mengarahkan dokter gigi untuk melakukan pemeriksaan HIV.

Sarkoma Kaposi jarang ditemukan pada individu yang tidak mengalami imunosupresi. Populasi lain yang cenderung mengalaminya adalah lansia yang berasal dari Mediterania atau penduduk yang tinggal di Afrika. Dalam infeksi HIV, lesi ini lebih sering ditemukan pada pria, namun diketahui dapat juga terjadi pada wanita. Pada anak-anak, lesi ini sangat jarang ditemukan. Pada tahap awal, Sarkoma Kaposi berupa makula atau nodul berwarna biru-keunguan atau merah dan persisten, serta tidak memucat saat dipalpasi. Lesi ini dapat berkembang menjadi bulky tumescence yang mengganggu fungsi normal. Meskipun lesi ini dapat muncul dimana saja dalam regio orofaring, meskipun memiliki area predileksi, yaitu pada mukosa palatal dan gingiva. Diagnosis bandingnya antara lain bercak ekimositik, hemangioma, dan kandidiasis eritematosus jika terdapat tumor pada palatum. Lesi gingiva mirip dengan lesi-lesi reaktif, seperti granuloma piogenik dan granuloma giant cell perifer. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan mikoskopis jaringan lesi. Dokter gigi yang menemukan lesi ini harus mengenali potensi infeksi HIV dan menganjurkan pemeriksaan HIV, serta merujuk pasien ke dokter yang dapat memberikan diagnosis definitif dan penatalaksanaan yang tepat.

Lesi infeksi yang merupakan indikasi infeksi HIV jika muncul kembali atau rekuren. Terdapat beberapa manifestasi infeksi HIV dalam rongga mulut yang juga ditemukan pada individu yang tidak terinfeksi HIV. Biasanya, individu yang terinfeksi HIV memiliki kondisi yang lebih parah dan sulit dirawat. Pasien yang terinfeksi HIV cenderung mengalami rekurensi setelah perawatan dinyatakan berhasil. Terdapat empat golongan umum infeksi ini.

Infeksi Kandida. Terdapat empat tipe infeksi kandida yang berhubungan dengan infeksi HIV. Angular cheilitis memiliki karakteristik fissura berwarna merah, bersisik, atau jaringan ulseatif pada sudut mulut. Biasanya disebabkan oleh Candida albicans namun dapat juga disebabkan oleh Staphylococcus aureus saja atau bersama-sama dengan C. albicans. Lesi ulseratif mirip dengan herpes labialis. Dan dapat didiagnosis melalui pemeriksaan sederhana.

Kandidiasis pseudomembranous, yang dikenal sebagai thrush, memiliki karakteristik plak lunak dan creamy berwarna putih yang mirip dengan dadih susu. Terkadang, lesi ini dapat diapus menggunakan gauze, yang meninggalkan daerah eritematosus, terkadang terjadi perdarahan pada permukaannya. Meskipun dapat menyerang daerah rongga mulut manapun, mukosa bukal dan vestibuler, bagian ventral lidah dan palatum lunak merupakan daerah yang paling sering terserang. Sensasi terbakar, sulit menelan, dan bau tidak sedap adalah keluhan utamanya.


Kandidiasis eritematosus memiliki karakteristik berupa makula dan bercak halus-sampai-granuler berwarna merah, sertasensasi terbakar. Palatum, mukosa bukal dan dorsal lidah adalah daerah yang paling sering terkena. Bentuk kandidiasis ini mirip dengan eritroplakia dan stomatitis kontak.
Leukoplakia hiperplastik, yang juga dikenal sebagai leukoplakia kandidal, memiliki karakteristik berupa lesi putih melekat dengan permukaan kasar yang biasanya asimptomatik. Bentuk kandidiasis ini memiliki predileksi pada mukosa bukal anterior dan lidah, serta seringkali disebabkan oleh kebiasaan merokok kronis. Diagnosis banding lesi tipe ini antara lain keratosis frictional, leukoplakia dan lichen planus.
Gambaran klinis dan respon terhadap terapi antifungal adalah tanda-tanda utama untuk menegakkan diagnosis kandidiasis. Sitologi eksfoliatif merupakan suatu metode non-invasif untuk mendeteksi mikroorganisme jamur superfisial secara mikroskopis, meskipun dianjurkan untuk melakukan biopsi insisional jika terdapat lesi oral pra-kanker dalam diagnosis bandingnya. Diagnosis definitif spesies jamur juga dapat dilakukan melalui kultur.
Meskipun kondisi medis juga ditemukan pada individu yang tidak terinfeksi HIV, biasanya hal tersebut merupakan akibat sekunder dari perawatan mengunakan antibiotik spektrum luas, kortikosteroid, atau akibat xerostomia. Tampilan lesi ini seharusnya menimbulkan kecurigaan terjadinya infeksi HIV kecuali pasien memiliki faktor resiko kandidiasis lainnya. Terjadinya infeksi HIV cenderung terjadi jika ditemukan lesi berulang atau rekuren setelah dilakukan perawatan konvensional.

Infeksi virus herpes simpleks rekuren. Ulser herpes simpleks umum ditemukan pada individu yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi HIV, lesi ini muncul pada mukosa rongga mulut berkeratin dan cenderung sembuh sendiri (self-limiting) dalam periode yang singkat. Namun, jika lesi ini dimiliki oleh penderita yang terinfeksi HIV, biasanya terlihat lebih menyebar, persisten dan tampilannya atipikal; biasanya berupa lesi multipel yang menyatu dan membentuk ulser ireguler berukuran besar. Diagnosis bandingnya antara lain apthous stomatitis, ulser neutropenik, ulser sitomegalovirus, herpes zoster, infeksi mikotik yang dalam, karsinoma sel skuamous, dan limpoma.
Semua penyakit tersebut berhubungan dengan infeksi HIV. Ulser persisten pada individu yang berpotensi menderita HIV membutuhkan biopsi insisional untuk menegakkan diagnosis definitif. Isolasi rongga mulut dari kultur jaringan ulser diindikasikan jika perlu membedakan berbagai jenis virus herpes. Pasien yang mengalami lesi herpes simpleks rekuren dan prah harus selalu dinyatakan beresiko tinggi terinfeksi HIV. Pemeriksaan HIV harus didiskusikan dengan pasien.

Penyakit periodontal. Meskipun gingivitis dan periodontitis adalah penyakit rongga mulut yang umum ditemukan, individu yang terinfeksi HIV mengalami bentuk penyakit yang khas dan perkembangan adult periodontitis kronis lebih cepat. Selain adult periodontitis konvensional, individu yang terinfeksi HIV juga akan mengalami eritema gingival linear, atau LGE; necrotizing ulcerative gingivitis; dan necrotizing ulcerative periodontitis.
LGE memiliki karakteristik berupa pita berwarna merah yang jelas pada free gingival margin, serta eritema difus atau punctate pada attached gingiva. Tanda-tanda LGE utama adalah tidak berdarah saat probing dan jumlah plak sedikit namun eritema parah. Pola gingiva tersebut akan tersebar sampai beberapa gigi atau melibatkan sebagian besar gigi-geligi. Tanda khas penyakit gingiva ini adalah tidak memberikan respon terhadap perawatan rutin biasa. Lichen planus atropik, gingivitis sel-plasma dan lesi gingiva akibat trombositopenia menyerupai gingivitis akibat infeksi HIV ini. Diagnosis dapat ditegakkan melalui tanda-tanda klinis dan sifat persistennya meskipun telah dilakukan pembersihan plak.

Necrotizing ulcerative gingivitis dan periodontitis adalah penyakit yang menimbulkan rasa nyeri akibat kerusakan jaringan yang signifikan. Nekrosis satu atau beberapa papila interdental dan hilangnya arsitektur gingiva normal tanpa kehilangan perlekatan periodontal merupakan karakteristik necrotizing ulcerative gingivitis. Perdarahan yang signifikan dan bau tidak sedap merupakan tanda-tanda fase akut penyakit ini. Biasanya, gingiva anterior adalah daerah yang paling sering terkena, namun lesinya dapat tersebar. Penyakit ini dapat berkembang menjadi necrotizing ulcerative periodontitis, yang menimbulkan rasa nyeri menyebar, ulserasi gingiva, cepatnya kehilangan perlekatan gingiva dan kerusakan tulang alveolar. Mobilitas gigi dan sekuestrasi tulang seringkali menyertai lesi ulseratif ini. Yang paling dramatis adalah kecepatan kehilangan tulang. Pada individu imunokompeten, kerusakan jaringan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk terjadi, namun hanya terjadi dalam beberapa bulan pada penderita yang terinfeksi HIV jika tidak dilakukan perawatan yang tepat. Kehilangan tulang secara cepat ini juga cenderung terjadi pada individu berusia muda. Biasanya, diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan kurangnya respon terhadap debridemen, skeling, dan pengobatan topikal ataupun sistemik. Dokter gigi harus mencurigai HIV sebagai penyebab eritema gingiva linear atau cepatnya perkembangan periodontitis, terutama pada pasien yang berusia muda.

Ulser aphtous. Lesi ini biasa dialami oleh individu imunokompeten, namun jika terjadi pada penderita yang terinfeksi HIV biasanya lebih parah. Secara umum, ulser ini cenderung rekuren dan persisten dalam waktu yang lama, serta bermanifestasi sebagai ulser aphtous mayor atau herpetiform jika menyerang pasien HIV positif. Ulser rongga mulut ini memiliki predileksi pada jaringan tak-berkeratin yang dapat bergerak. Sama dengan ulser rongga mulut persisten lainnya, dibutuhkan biopsi jaringan untuk menegakkan diagnosis definitif. Penatalaksanaan ulser rongga mulut yang persisten dan rekuren ini adalah penggunaan kortikosteroid topikal atau sistemik. Ulser besar yang persisten ini berperan dalam penurunan berat badan dan wasting syndrome yang berhubungan dengan HIV. Penurunan berat badan akan terlihat jelas bagi dokter gigi atau dapat diketahui melalui penelusuran riwayat pasien. Munculnya ulser aphtous yang parah dan rekuren seharusnya membuat dokter gigi mencurigai terjadinya infeksi HIV dan berdiskusi tentang dibutuhkannya pemeriksaan HIV.

Read more...

Tuntutan Hukum Pasien HIV-positif


Semua jenis dokter di dunia ini memiliki prinsip yang sama, yaitu “memberikan perawatan terbaik bagi setiap pasiennya, tanpa membeda-bedakan”.

Dalam salah satu laporan kasus JADA (Journal of American Dental Association) tahun 2001, dipaparkan tentang tuntutan hukum terhadap seorang dokter gigi yang melewatkan diagnosis HIV-positif pada pasiennya.

Jadi, tuntutan hukum terhadap dokter gigi tersebut bermula dari pemeriksaan pasien yang mengalami kandidiasis rekuren meskipun pada kunjungan pertama telah dilakukan perawatan topikal dan pengobatan sistemik.

Pada kunjungan berikutnya, pasien telah sembuh dan menyatakan ia akan segera menikah dalam waktu dua minggu.

Tahu apa yang terjadi berikutnya?

Tiga tahun kemudian, dokter gigi ini sedang sibuk mengurus pembelaannya di pengadilan akibat tuntutan malpraktek pasien kandidiasis tersebut. Dokter gigi dianggap ceroboh karena tidak melakukan pemeriksaan HIV pada pasien.

Kini, pasien yang telah memiliki istri dan anak yang berusia 4 bulan, yang juga terinfeksi HIV, meminta ganti rugi kepada dokter akibat tindakan malpraktek.

Dokter gigi mengklaim bahwa ia tidak mengetahui tanda-tanda HIV dalam rongga mulut. Oleh karena itu, ia tidak melakukan pemeriksaan HIV dan merujuk pasiennya.

Di Amerika, hal-hal semacam ini sangat sensitif. Hanya karena tidak membuat rujukan dan pemeriksaan, seorang dokter dapat dianggap melalaikan tanggung jawab. Bahkan terdapat suatu peraturan di setiap negara bagian yang menegaskan bahwa tempat praktek dokter, harus didirikan di tempat yang mudah dijangkau dan larangan mendiskriminasi pasien. Semua peraturan tersebut dapat membuat seorang dokter memperoleh tuntutan hukum, bahkan sebelum pasien mencapai tempat prakteknya.

Mereka bahkan mengatur perijinan pemberian rujukan. Rujukan pasien harus dibuat berdasarkan ijin pasien. Jika ia akan merujuk seorang pasien yang dicurigai HIV-positif kepada dokter pribadinya untuk melakukan pemeriksaan, dokter gigi harus memperoleh ijin dari pasien apa saja yang boleh dipaparkan kepada dokter pribadi si pasien dan membuatkan janji untuk pasien, serta memberikan pilihan apakah pasien ingin diperiksa oleh dokter tersebut atau memilih melakukan pemeriksaan di tempat lain tanpa nama atau menolak melakukan pemeriksaan dan tidak ingin catatan medisnya diketahui oleh orang lain. Kerahasiaan pasien juga merupakan hal yang sensitif bagi seorang dokter.

Dalam jurnal tersebut, dipaparkan bahwa dokter gigi memperoleh tuntutan dari si pasien, istri dan anaknya, yang merupakan pihak ketiga dan meskipun tidak melakukan pemeriksaan kepada dokter tersebut ia mengalami efek samping dari kecerobohannya.

Saat menjalani masa koas di bagian Interna RS Wahidin, saya pernah mendapati seorang pasien AIDS yang diduga tertular virus HIV akibat perawatan scalling gigi. Keesokan harinya setelah saya mengunjungi bangsalnya, seorang teman saya mengatakan bahwa pasien tersebut sudah meninggal tengah malam sekitar jam 2.

Karena di Indonesia tidak banyak masyarakat yang mengetahui tentang undang-undang malpraktek, maka tuntutan hukum seperti yang dipaparkan dalam jurnal ADA di atas, tidak banyak terjadi. Tuntutan hukum semacam itu hanya untuk kasus-kasus yang signifikan saja.

Masa kuliah dan profesi kedokteran adalah tahap pembelajaran yang sangat bermanfaat bagi seorang dokter. Bagaimana diagnosis itu bisa terlewatkan begitu saja? Jelas, ini adalah kecerobohan seorang dokter.

Infeksi HIV tidak hanya membahayakan diri pasien sendiri, tapi juga pasien lain dan orang-orang yang berhubungan dengannya, terutama keluarga. Jika pasien tidak mengetahui bahwa ia terinfeksi HIV, bagaimana ia dapat mencegah dirinya untuk menghindari hal-hal yang dapat menyebarkan infeksi ini? Dan penyakit ini dapat dihambat jika perawatan dilakukan sesegera mungkin setelah terdiagnosa.

Jelas, seorang dokter gigi dituntut untuk lebih mawas diri dan berpengetahuan luas. Karena terdapat berbagai macam penyakit sistemik yang bermanifestasi dalam rongga mulut.

Bagi kalian mahasiswa pre-klinik kedokteran gigi, sekarang kalian tahu apa pentingnya kuliah ‘manifestasi penyakit sistemik dalam rongga mulut’.


DENTAL MINDED INDONESIA !!


Cat: Untuk uraian tentang penyakit rongga mulut yang menandai infeksi HIV, baca artikel profesional berjudul “Kondisi rongga mulut yang berhubungan dengan infeksi HIV”

Read more...

29 January 2009

Pakai Arang Biar Gigi Putih

Bagi orang ras kulit hitam, memiliki gigi putih adalah hal yang wajar karena gigi putih memang identik dengan gen dalam tubuh mereka. Namun bagi orang ras kulit putih atau sebagian orang yang terbiasa mengkonsumsi kopi dan perokok berat, tampilan gigi yang menguning merupakan salah satu gangguan kinerja sehari-hari, terutama bagi mereka yang memiliki kehidupan sosial tak terbatas.

Jika anda termasuk orang yang rajin menyikat gigi dan merasa dirugikan dengan kondisi gigi yang menguning akibat kebiasaan merokok, atau kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman tertentu, dan terlalu mahal jika harus melakukan perawatan pemutihan gigi di dokter gigi, anda dapat mencoba cara alternatif yang umum digunakan oleh para nenek moyang. Adalah arang dari buah pinang yang membuat mereka bisa makan tanpa pilih-pilih dan tersenyum tanpa malu-malu di usia lanjut. Arang adalah rahasia senyum putih cemerlang dan gigi kuat para lansia di pedesaan.

Bahan ini mudah diperoleh dimana saja dan anda dapat mengaplikasikannya sendiri di rumah secara rutin. Anda dapat membakar buah pinang sampai menjadi arang, namun terbaik untuk gigi anda adalah arang dari bambu. Jadi, bubuk arang dicampurkan dengan baking soda [bahan pengembang roti] dan air sampai menjadi pasta berwarna hitam, kemudian oleskan pada seluruh permukaan gigi menggunakan kain kasar atau sikat gigi. Diamkan selama 2-3 menit, kemudian anda dapat berkumur dan menyikat gigi seperti biasa. Prosedur ini sebaiknya dilakukan secara rutin 2-3 kali seminggu, dan bagian terbaik dari pengalaman ini adalah anda tidak perlu membuang ratusan ribu rupiah untuk membeli produk-produk pemutih gigi atau pergi ke dokter gigi untuk menjalani terapi bleaching.

Keajaiban arang tidak dapat digambarkan. Arang dikenal memiliki daya serap yang tinggi. Jika diaplikasikan dalam rongga mulut, bahan ini akan membersihkan bakteri, toksin dan infeksi yang menyebabkan gusi berdarah, serta akumulasi plak. Bagi anda yang memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol atau kopi, arang akan menyerap nikotin, salah satu bahan aditif yang membuat anda kecanduan. Namun,, cara yang terbaik adalah berhenti dari kebiasaan anda! Dan, yang harus anda ingat, arang tidak akan membuat permukaan gigi menghitam. Juga tidak melekat pada jaringan rongga mulut ataupun air liur.

Arang merupakan salah satu alternatif yang murah dan mudah, serta dapat diaplikasikan sendiri. Prosedur ini merupakan salah satu jenis perawatan tambahan selain kunjungan rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali. Jadi, jagalah kesehatan rongga mulut anda, jika ingin tetap tersenyum lebar di usia 60 tahun.

Dental Minded Indonesia!!

Read more...

Botoks Di Klinik Gigi

Sebagian besar orang tidak sadar memiliki kebiasaan mengunyah pada saat tidur, kebiasaan ini mengakibatkan gigi aus dan sensitif, selain itu dapat menyebabkan kelainan sendi rahang akibat tekanan dan beban sendi rahang bertambah. Jika dibiarkan dalam waktu lama tanpa perawatan, akan menyebabkan sakit kepala, nyeri pada bagian leher, dan kesulitan membuka mulut lebar-lebar.

Namun, kini telah ditemukan terobosan baru, botoks yang biasanya digunakan sebagai salah satu cara untuk mempercantik wajah kini dapat dilakukan di klinik gigi. Beberapa gangguan di daerah kepala seperti kelainan pada sendi rahang dan kebiasaan buruk mengunyah saat tidur atau yang lebih dikenal dengan sebutan bruksisme, dapat diatasi dengan melakukan botoks.

Botoks mempengaruhi kemampuan gerak otot. Jika diinjeksikan di sekitar sendi rahang, dapat merelaksasikan otot-otot di sekitarnya sehingga mengurangi ketidaknyamanan atau gangguan yang timbul akibat gigi-geligi aus dan gusi, sementara dilakukan perawatan lain untuk memperbaiki kondisi gigi-geligi yang aus.
Botoks yang merupakan protein toksin bakteri ini dapat menghambat kerja ujung-ujung saraf yang akan mengaktifkan otot-otot. Sehingga efek kontraksi pada tonus otot akan berkurang.


Sejauh ini, botoks jarang menimbulkan efek samping, namun beberapa orang mungkin mengalami gatal-gatal, sakit kepala atau ruam, namun efek samping tersebut bersifat sementara. Beberapa saat setelah injeksi botoks anda juga menemukan benjolan kecil, namun ini akan segera hilang.

Botoks merupakan salah satu alternatif lain bagi pasien yang memiliki kebiasaan buruk mengunyah di malam hari. Dahulu, dokter gigi menganjurkan pasien untuk memakai alat khusus, yang disebut mouthguard, saat tidur untuk mencegah kebiasaan tersebut. Namun, dengan adanya penelitian tentang penggunaan botoks untuk mengatasi kebiasaan tersebut, pasien dapat berlega hati tidak harus memakai alat yang mengunci seluruh gigi-geliginya.

American Dental Association [ADA] belum menentukan kebijakan khusus tentang botoks yang dilakukan oleh dokter gigi. Namun, walaupun aplikasinya oleh dokter gigi masih diperdebatkan, karena dianggap melanggar area kerja dokter bedah plastik dan ahli kulit, serta belum ditentukan daerah anatomi untuk aplikasi botoks oleh dokter gigi, beberapa pasien di Amerika mengaku merasa lega karena tidak harus menjalani injeksi botoks di klinik kecantikan.

Di Indonesia sendiri, praktek ini belum terlalu populer di kalangan dokter gigi karena membutuhkan ketrampilan dan pengetahuan tentang anatomi otot wajah yang adekuat. Dokter gigi memiliki kualifikasi untuk melakukan perawatan di daerah mulut dan sekitarnya, saya kira hal ini menjadi pilihan para pasien yang menjadi konsumen.

Kini, anda yang memiliki kebiasaan mengunyah saat tidur tidak lagi harus menggunakan alat khusus yang dibuatkan oleh dokter gigi, karena anda dapat menjalani terapi botoks di klinik gigi. Namun, injeksi botoks ini harus dilakukan rutin dalam jangka waktu 3 sampai 6 bulan Di Indonesia, botoks umumnya dilakukan di klinik kecantikan kulit atau oleh dokter ahli kulit dengan harga 200-300 ribu per injeksi. Bagi anda yang memiliki kebiasaan buruk tersebut, silahkan berkonsultasi kepada dokter gigi dan ahli kulit anda, jika dokter gigi anda belum memiliki kompetensi untuk melakukan injeksi botoks di kliniknya.

Read more...

Jangan Lupa Membersihkan Lidah

Tidak menginginkan bau mulut? Jangan abaikan kebersihan lidah.

Menyikat gigi merupakan perawatan esensial untuk kesehatan mulut, namun tahukah anda ada beberapa perawatan tambahan lain yang perlu dilakukan sendiri di rumah sebagai bagian dari pemeliharaan rutin?

Menyikat lidah adalah salah satu diantaranya.

Dalam salah satu artikel terbaru dalam General Dentistry menyebutkan bahwa menyikat lidah menggunakan tongue scapper [sikat khusus lidah, red] terbukti efektif mengurangi bau mulut.


Namun, anda juga dapat menggunakan sikat gigi untuk menyikat lidah bagian tengah dan belakang, yang merupakan tempat utama berkumpulnya mikroba.

Jika anda merasa akan muntah saat menyikat lidah, pegang lidah anda dengan tangan kiri [atau tangan yang bebas] untuk menstabilkan lidah.

ADA [American Dental Association] menyatakan bahwa bau mulut merupakan tanda gangguan kesehatan, seperti infeksi saluran pernapasan, sinusitis kronis, diabetes, gangguan pencernaan, gangguan fungsi hati dan ginjal.

Jika anda mengalami bau mulut dan dokter gigi anda menyatakan bahwa kesehatan mulut anda baik, segera lakukan pemeriksaan ke dokter umum yang biasa merawat anda untuk mengetahui penyebab bau mulut.

Ingat, kesehatan mulut adalah cermin kesehatan tubuh anda. Jangan lupa membersihkan lidah saat menyikat gigi.

Dental Minded, Indonesia!!

Read more...

Berhitung!

Pasang Aku Yaa

go green indonesia!
Solidaritas untuk anak Indonesia

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP