25 August 2010

Gigi Molar Tiga Mesioanguler – Harus Dicabut atau Tidak?

Abstrak
Pendahuluan: Karies distal pada gigi molar dua rahang bawah dapat disebabkan oleh gigi molar tiga mesioanguler. Deteksi karies dan restorasi sulit dilakukan. Jika karies berkembang, perawatan saluran akar gigi molar dua perlu dilakukan. Tujuan: Untuk mengidentifikasi prevalensi karies pada gigi molar tiga rahang bawah dan aspek distal gigi molar dua tetangganya pada pasien yang dirujuk untuk menjalani pemeriksaan gigi molar tiga. Metode: Analisis sinar-x OPG pada 420 pasien [776 gigi molar tiga] yang dirujuk ke tiga rumah sakit maksilofasial dalam periode 5 bulan. Hasil: Tiga puluh empat persen gigi molar tiga terletak mesioanguler. Diperoleh gambaran radiografis karies distal gigi molar dua pada 42% diantaranya. Jika molar tiga mesioanguler tidak erupsi dieksklusikan, maka jumlahnya bertambah menjadi 54%. Tidak ada perbedaan usia atau kesehatan gigi-geligi pasien tersebut dibandingkan dengan kelompok keseluruhan. Tidak ada kecenderungan angulasi mesioanguler gigi molar tiga yang menyebabkan karies pada gigi molar dua. Kesimpulan: Karies gigi molar dua rahang bawah akibat gigi molar tiga yang terletak mesioanguler umum ditemukan pada pasien oral dan maksilofasial di rumah sakit sekunder, terutama jika gigi molar tiga erupsi total atau parsial. Jika gigi molar semacam itu dibiarkan pada tempatnya [in situ], dianjurkan untuk melakukan monitoring dan pemeriksaan radiograf bitewing secara rutin.
Sumber: British dental journal, 2009; 206: E23.

PENDAHULUAN
Gigi molar tiga mesioanguler yang erupsi parsial atau total diimplikasikan dalam perkembangan karies pada aspek distal gigi molar dua tetangganya. Dahulu, pencabutan profilaktik sering dilakukan namun banyak penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung penanganan semacam itu. Pada tahun 2000 diperkenalkan pedoman dari the National Institute for Clinical Excellence dan kini digunakan di Inggris dan Wales. Dengan adanya pedoman tersebut banyak gigi molar tiga mesioanguler yang tidak dicabut dan dibiarkan sampai usia lanjut.
Karies distal pada gigi molar dua lebih sulit dideteksi secara klinis jika gigi molar tiga terletak mesioanguler. Jika lesi tersebut tetap tidak terdeteksi maka akan berkembang, pada akhirnya dibutuhkan perawatan saluran akar atau pencabutan gigi molar dua [Gambar 1]. Sehingga klinisi dihadapkan pada suatu dilema. Haruskah kita mencabut gigi molar tiga mesioanguler jika tidak ada penyakit apapun, yang dapat mengakibatkan trauma pembedahan dan resiko-resiko lainnya? Atau kita hanya perlu mengawasi pasien ini, menerima resiko karies pada gigi molar dua dan kebutuhan restorasi, perawatan saluran akar atau pencabutan gigi molar dua jika pengawasan klinis atau tingkat kooperatif pasien kurang optimal?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi prevalensi karies gigi molar tiga dan molar dua tetangganya pada pasien yang dirujuk ke bagian oral dan maksilofasial. Kami juga berusaha mengidentifikasi apakah karies cenderung terjadi dalam kisaran angulasi tertentu pada gigi molar tiga mesioanguler.

METODE
Dilakukan penelitian pendahuluan selama 2 bulan pada tahun 2007 di bagian oral dan maksilofasial rumah sakit umum daerah Surrey [Rumah Sakit A]. hasilnya ditampilkan dalam audit regional lokal dan rumah sakit-rumah sakit lainnya diundang untuk mengikuti penelitian yang lebih besar. Maka direkrut dua bagian oral dan maksilofasial lagi dari rumah sakit umum daerah yang ada di sekitar Surrey [yaitu, Rumah Sakit B dan C].
Satu orang klinisi dari setiap unit peserta dialokasikan sebagai kepala pengambilan data di unit tersebut. Pengambilan data dimulai pada 1 Februari 2008 dan diakhiri pada 30 Juni 2008. Data diambil dari setiap pasien baru yang dirujuk ke bagian tersebut untuk menjalani pemeriksaan salah satu atau kedua gigi molar tiga rahang bawah. Status erupsi dicatat saat konsultasi. Semua data lainnya diambil setelah analisis radiografi OPG pasien. Jika gigi molar tiga berdiri sendiri [tidak ada gigi molar dua tetangganya], maka gigi tersebut dieksklusikan dari penelitian. Rumah sakit A dan C menggunakan sistem digital ‘PACS’ X-ray, sedangkan Rumah sakit B memanfaatkan tipe “hard copy” tradisional.
Pada setiap pasien, dilakukan pencatatan data-data berikut ini:
• Nomor rumah sakit
• Usia pasien saat berkonsultasi
• Skor DMFT [decayed, missing, filled teeth] ditentukan dengan menganalisis semua gigi kecuali gigi molar tiga. Gigi yang mengalami karies, dicabut karena alasan non-ortodontik, atau ditumpat diberi skor 1. Skor DMFT digunakan sebagai langkah dasar untuk menganalisis kesehatan gigi-geligi secara keseluruhan pada subyek tersebut. Jika hanya terdapat lesi karies distal pada gigi molar dua rahang bawah, gigi tersebut diberi skor nol. Karena kami mencari kekhasan pada lesi ini, langkah ini mempermudah pembandingan kesehatan gigi-geligi para pasien dengan dan tanpa karies distal pada gigi molar dua.
• Status erupsi setiap gigi molar tiga rahang bawah yang ada, apakah erupsi total, sebagian, atau tidak erupsi.
• Angulasi gigi molar tiga yang ditentukan menggunakan Winter’s classification.
• Gambaran radiografis karies atau restorasi pada gigi molar tiga rahang bawah.
• Gambaran radiografis karies atau restorasi pada aspek distal gigi molar dua rahang bawah.
• Pada semua gigi molar tiga rahang bawah yang diklasifikasikan sebagai mesioanguler, dilakukan pencatatan angulasi gigi molar tiga rahang bawah. Yang didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk oleh pertemuan garis melalui bidang oklusal gigi molar tiga dan bidang oklusal mandibula seperti yang ditampilkan dalam Gambar 2. Karena ketajaman sinar-x OPG terkadang kurang, sudut tersebut dihitung sampai lima derajat terdekat.

Setelah analisis radiografi, data yang diambil dari setiap rumah sakit diperiksa oleh salah satu klinisi lain yang ikut serta dalam penelitian. Semua gambaran radiografi gigi molar tiga yang dinyatakan sebagai mesioanguler dianalisis-ulang oleh klinisi kedua yang difokuskan pada keberadaan karies dan angulasi gigi molar tiga. Jika terjadi ketidaksesuaian tentang keberadaan karies, gambaran radiografi dianalisis kembali oleh kedua klinisi. Jika tidak diperoleh kesepakatan tentang ada atau tidaknya karies, pasien dieksklusikan dari penelitian. Nilai akhir angulasi gigi molar tiga dihitung sebagai rata-rata nilai yang dicatat oleh kedua pemeriksa.
Semua analisis dilakukan oleh klinisi yang bekerja penuh atau paruh-waktu di bagian oral dan maksilofasial. Analisis di Rumah sakit A dilakukan oleh dua orang staf. Analisis di Rumah sakit B dilakukan oleh satu orang dokter ahli dan satu orang staf. Analisis di Rumah sakit C dilakukan oleh pegawai senior dan seorang staf.
Semua hasilnya dimasukkan ke dalam database dan data dipindahkan ke SPSS versi 12.0.01 [SPSS Inc.] untuk dianalisis. Variabilitas antar-pemeriksa dihitung menggunakan Cohen’s kappa statistic. Hubungan antar variabel diselidiki menggunakan uji chi-square dan dilakukan penghitungan odd ratio.

HASIL
Data diambil dari 439 pasien selama 5 masa pengambilan data. Sembilan belas pasien dieksklusikan karena gambaran radiografisnya tidak tersedia, jadi dilakukan analisis pada 420 pasien; 213 dari Rumah sakit A, 118 dari Rumah sakit B, dan 89 dari Rumah sakit C.
Setelah analisis oleh dua orang klinisi, terjadi perbedaan opini tentang keberadaan karies pada 34 kasus. Namun, tingkat kesepakatan antar pemeriksa dinyatakan baik. Untuk karies pada gigi molar tiga, tingkat kesesuaiannya adalah  = 0,85 [CI 95% 0,78-0,92] dan untuk karies distal gigi molar dua  = 0,86 [CI 95% 0,80-0,92]. Jika analisis gambaran radiografi oleh kedua pemeriksa menimbulkan perbedaan opini, maka dicari opini yang sama pada semua kasus.
Median usia pasien adalah 28 tahun [kisaran 14-88, SD = 11,0] dan median skor DMFT adalah 5 [kisaran 0-27, SD = 4,9]. Karena sebagian besar pasien memiliki dua gigi molar tiga yang telah erupsi, total gigi molar tiga yang dianalisis adalah 776. Dari jumlah tersebut, 136 gigi dinyatakan tidak erupsi, 493 dinyatakan erupsi sebagian, dan 147 gigi dinyatakan erupsi sempurna.
Frekuensi angulasi Winter diuraikan dalam Tabel 1. Tidak ada perbedaan usia pasien pada keempat kelompok.
Secara keseluruhan, 183 dari 776 gigi molar tiga rahang bawah [23,6%] mengalami karies. Karies distal pada gigi molar dua ditemukan pada 150/776 gigi [19,3%]. Gambar 3 menunjukkan prevalensi karies pada gigi molar tiga rahang bawah terhadap angulasi Winter dan Gambar 4 menunjukkan prevalensi karies pada aspek distal gigi molar dua rahang bawah terhadap angulasi Winter.
Karies gigi molar tiga memiliki hubungan yang bermakna dengan gigi molar tiga mesioanguler [X2(1) = 7,2; p < 0.007]. Hal ini merefleksikan fakta bahwa 29% kelompok mesioanguler mengalami karies pada gigi molar tiga rahang bawah dibandingkan dengan 21% dalam kelompok lain secara kombinasi. Odd ratio menunjukkan bahwa gigi molar tiga mesioanguler memiliki kecenderungan 1,6 kali lipat untuk mengalami karies dibandingkan kelompok lain secara kombinasi.
Karies distal pada gigi molar dua juga memiliki hubungan yang signifikan dengan gigi molar tiga mesioanguler [X2(1) = 138,0; p < 0.0001]. Pada kelompok mesioanguler, 42% diantaranya mengalami karies distal pada gigi molar dua sulung dibandingkan dengan 7% kelompok lain secara kombinasi. Odd ratio menunjukkan bahwa gigi molar tiga mesioanguler memiliki kecenderungan 9,4 kali lipat untuk mengalami karies distal pada gigi molar dua dibandingkan dengan kelompok lain secara kombinasi.
Jika melihat secara spesifik pada gigi-geligi mesioanguler, terdapat 267 gigi yang dianalisis, 74 [28%] diantaranya dinyatakan tidak erupsi, 176 [66%] erupsi sebagian, dan 17 [6%] erupsi sempurna. Dari 78 kasus karies pada gigi molar tiga, median usia adalah 28 tahun [kisaran 18-57, SD = 7,5] dan median DMFT adalah 5 [kisaran 0-16, SD = 3,4]. Dari 113 kasus karies pada aspek distal gigi molar dua tetangga, median usia adalah 28 tahun [kisaran 16-64, SD = 8,5] dan median DMFT adalah 5 [kisaran 0-16, SD = 3,8]. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan usia atau DMFT pasien yang mengalami karies pada aspek distal gigi molar dua atau molar tiga rahang bawah dibandingkan dengan gigi-geligi molar tiga secara keseluruhan.
Jika angulasi gigi molar tiga dipertimbangkan dan dibagi menjadi beberapa kelompok dengan interval 15 derajat, kami tidak menemukan perbedaan karies pada gigi molar tiga atau aspek distal gigi molar dua dia antara kelompok-kelompok tersebut [lihat Gambar 5 dan 6].
Status erupsi gigi molar tiga dinyatakan berhubungan dengan prevalensi karies pada gigi molar tiga dan aspek distal gigi molar dua. Satu persen gigi molar tiga mesioanguler yang tidak erupsi, 38% yang erupsi sebagian, dan 59% yang erupsi sempurna mengalami karies. Terjadi karies distal gigi molar dua pada 11% gigi molar tiga mesioanguler yang tidak erupsi, 55% erupsi sebagian, dan 53% erupsi sempurna. Karena prevalensi karies pada kelompok gigi yang tidak erupsi rendah, jika kami mengeksklusikan gigi-geligi yang tidak erupsi, prevalensi karies pada gigi molar tiga adalah 77 dari 193 gigi [40%] dan prevalensi karies pada aspek distal gigi molar dua adalah 105 dari 193 gigi [54%].

PEMBAHASAN
Telah dilaporkan bahwa pemilihan sampel populasi untuk analisis gigi molar tiga sulit dilakukan karena dibutuhkan sampel random populasi umum dan secara etis, pemeriksaan radiografi pada individu semacam itu meragukan. Kami menerima bahwa sampel ini memiliki bias karena sebagian besar pasien dirujuk oleh dokter gigi umum, yang cenderung menemukan kondisi patologis.
Usia populasi penelitian sama dengan penelitian-penelitian lainnya kecuali untuk grup horisontal, yang lebih sedikit dalam penelitian kami. Jika menggabungkan semua radiograf, prevalensi karies distal pada gigi molar dua adalah 19,3%, yang lebih besar dibandingkan dalam penelitian di Turki [12,6%], Swedia [13%], dan Thailand [13%] namun lebih sedikit dibandingkan dengan sampel Amerika [26%] dan Yordania [21,5%].
Dari hasil penelitian kami terlihat jelas bahwa karies distal pada gigi molar dua yang disebabkan oleh gigi molar tiga mesioanguler adalah salah satu masalah di Surrey. Jika mempertimbangkan unit-unit yang berpartisipasi secara keseluruhan, 113 dari 267 gigi-geligi mesioanguler mengalami karies pada aspek distal gigi molar dua tetangganya, nilai tersebut sama dengan 5 gigi per minggu selama penelitian. Kami menunjukkan bahwa jika mempertimbangkan secara keseluruhan akan terlihat banyak gigi molar dua rahang bawah yang membutuhkan restorasi, perawatan saluran akar, atau pencabutan karena keberadaan gigi molar tiga mesioanguler. Hal ini mengganggu kesehatan umum pasien serta finansial pasien dan pelayanan kesehatan.
Penelitian lainnya menunjukkan bahwa karies distal pada gigi molar dua adalah penyakit yang dialami oleh pasien dewasa. McArdle dan Renton menemukan median usia pasien yang mengalami karies servikal pada aspek distal gigi molar dua adalah 30 tahun dan skor DMFT-nya mencapai separuh skor rata-rata populasi umum pada berbagai kelompok usia. Mereka juga menemukan bahwa 82% gigi molar tiga mesioanguler yang menyebabkan karies servikal distal memiliki angulasi antara 40 sampai 80 derajat. Kami tidak menemukan perbedaan usia pasien yang memiliki gigi molar tiga mesioanguler dan mengalami karies distal pada gigi molar dua, jika dibandingkan dengan kelompok-kelompok lain secara keseluruhan [median usia kedua kelompok adalah 28]. Kami juga tidak menemukan perbedaan skor DMFT antara kedua kelompok [median skor pada kedua kelompok adalah 5]. Jumlah sampel yang besar dan fakta bahwa populasi penelitian adalah pasien di Surrey, diduga mempengaruhi perbedaan tersebut. Kami juga menganalisis semua lesi karies, sedangkan McArdle dan Renton hanya menyelidiki pasien-pasien yang harus menjalani pencabutan gigi akibat karies distal. Kami menemukan 73% kasus karies distal pada gigi molar dua yang disebabkan oleh keberadaan gigi molar tiga mesioanguler yang memiliki angulasi 30-75 derajat, namun karies juga banyak ditemukan pada kelompok lain. Tidak mungkin mengidentifikasi angulasi yang cenderung menyebabkan karies.

KESIMPULAN
Para peneliti setuju dengan pedoman NICE, dimana semua gigi molar tiga yang tidak erupsi, erupsi sebagian ataupun erupsi sempurna yang dinyatakan berada pada posisi vertikal, horisontal, ataupun distoanguler harus dibiarkan pada tempatnya [in situ], karena bebas patologi dan ejala. Namun, kami menduga bahwa gigi molar tiga mesioanguler yang erupsi sebagian atau sempurna dan berdekatan dengan gigi molar dua rahang bawah membutuhkan perhatian khusus. Penelitian kami menunjukkan bahwa prevalensi pasien yang dirujuk karena karies distal pada gigi molar dua cukup tinggi dimana terdapat gigi molar tiga mesioanguler yang erupsi sebagian atau sempurna. Kami menyatakan bahwa dengan pengawasan cermat, lesi-lesi tersebut dapat dirawat lebih dini, sehingga gigi molar tiga mesioanguler perlu dicabut dan merestorasi gigi molar dua. Namun menurut pengalaman kami, pasien-pasien semacam ini cenderung mengalami lesi karies parah yang pada akhirnya sulit direstorasi. Dokter gigi umum enggan melakukan restorasi gigi-geligi tersebut sampai gigi molar tiga penyebabnya dicabut, hal ini mengakibatkan perkembangan lesi lebih lanjut selama pasien menunggu pembedahan. Pencabutan gigi molar tiga bukanlah tidak beresiko, yang terkadang signifikan. Namun, kami menduga bahwa gigi molar tiga mesioanguler yang erupsi sebagian atau sempurna yang memiliki kemungkinan menimbulkan karies pada gigi molar dua harus dibahas sebagai proses consent/perijinan. Jika gigi tersebut dibiarkan in situ, pentingnya monitoring, radiografi bitewing rutin, instruksi oral higiene, dan anjuran preventif harus ditekankan kepada dokter gigi umum dan pasien. Jika pasien dan klinisi memutuskan untuk mencabut gigi molar tiga, pedoman NICE tidak mendukung tindakan tersebut. Kami menyatakan bahwa dalam sudut pandang tersebut, penelitian kami memiliki kelemahan dan dibutuhkan penelitian nasional yang lebih besar. Selain itu juga dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang nasib gigi molar tiga mesioanguler, serta menyelidiki perilaku dokter gigi umum dalam merestorasi gigi-geligi tersebut.

Read more...

Berhitung!

Pasang Aku Yaa

go green indonesia!
Solidaritas untuk anak Indonesia

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP