11 November 2009

Penutupan Akar Dalam Resesi Gingiva Terisolir Menggunakan Autograft versus Allograft: Suatu Penelitian Pendahuluan

Abstrak
Latar Belakang: Berbagai macam teknik pembedahan telah digunakan untuk merawat resesi gingiva. Penelitian pendahuluan ini membandingkan hasil pemeriksaan klinis perawatan defek gingiva yang terisolir menggunakan flap yang terletak pada koronal yang dikombinasikan dengan pencangkokkan jaringan ikat subepitelial, atau acelullar dermal matrix graft.
Metode: Dipilih 10 subyek yang mengalami defek Miller Klas I atau II. Defek tersebut memiliki kedalaman > 3 mm dan diklasifikasikan secara acak dalam grup uji, yang dirawat mengunakan flap koronal dikombinasikan dengan acellular dermal matrix, atau grup kontrol, yang dirawat menggunakan flap koronal dikombinasikan dengan pencangkokkan jaringan ikat subepitelial. Kedalaman probing [PD], tinggi perlekatan klinis [CAL], dan ketebalan [GT] jaringan berkeratin diukur pada pemeriksaan awal dan 6 bulan setelah pembedahan.
Hasil: Rata-rata penutupan akar yang terjadi adalah 50% pada grup uji [yang menunjukkan terjadinya pergeseran margin gingiva sebesar 2,1 + 0,99 mm] dan 79,5% dalam grup kontrol [menunjukkan terjadinya pergeseran margin gingiva sebesar 3,5 + 1,20 mm]. Hasil tersebut dinyatakan memiliki selisih yang signifikan secara statistik dalam perbandingan intra- dan inter-grup [P < 0.05]. Perbandingan antar-grup menunjukkan nilai CAL, GRD, dan GT yang secara signifikan, lebih besar dalam grup kontrol [P < 0.05]; namun tidak ditemukan perbedaan ukuran PD dan KT [P > 0.05].
Kesimpulan: Flap koronal yang dikombinasikan dengan pencangkokkan jaringan ikat subepitelial atau acellular dermal matrix graft terbukti efektif untuk menutup akar. Namun, flap koronal yang dikombinasikan dengan cangkok jaringan ikat memberikan hasil klinis yang lebih baik. Perlu dilakukan penelitian yang lebih luas untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini.
Kata Kunci: Jaringan ikat, resesi gingiva/pembedahan; pencangkokkan/graft.
Sumber: J Periodontol 2007; 78: 1017-1022.


Resesi gingiva didefnisikan sebagai suatu pergeseran jaringan lunak ke apikal di bawah batas cemento-enamel junction [CEJ]. Kondisi klinis ini sering ditemukan dalam populasi umum dan dapat memberikan pengaruh negatif terhadap tampilan estetik, serta meningkatkan kerentanan terhadap karies akar dan hipersensitivitas dentin. Patogenesis resesi gingiva berhubungan dengan inflamasi jaringan yang disebabkan oleh akumulasi biofilm atau penyikatan gigi traumatik.
Flap jaringan, dengan/tanpa autograft atau allograft, telah digunakan untuk mengatasi resesi gingiva dan memiliki prediktabilitas yang tinggi dalam penutupan akar. Integritas jaringan proksimal sangat penting untuk menentukan prediktabilitas penutupan akar yang dihasilkan, apapun teknik pembedahan yang digunakan.
Pencangkokkan jaringan ikat subepitelial [SCTG] merupakan salah satu teknik yang dapat diprediksi dan serba guna dimana dibuat lingkungan vaskuler bilaminar untuk menutrisi cangkokkan. Namun, pengambilan bagian palatal akan meningkatkan morbiditas post-operatif dan membutuhkan banyak waktu. Acellular dermal matrix [ADM] dikembangkan untuk menggantikan pencangkokkan jaringa ikat autogenous dalam prosedur bedah plastik periodontal, dan dilaporkan, hasil yang diperoleh tetap sama.
ADM merupakan suatu proses allograft kulit untuk mengekstrak komponen sel dan epidermis, dengan tetap mempertahankan lapisan kolagen. Lapisan kulit yang tersisa dicuci menggunakan larutan detergen/sabun untuk menon-aktifkan virus dan mengurangi penolakan jaringan, kemudian dilakukan cryoprotection dan dikeringkan-dibekukan menggunakan proses yang sesuai untuk menjaga integritas biokimia dan strukturalnya.
ADM dikombinasikan dengan desain flap klasik Langer dan Langer, seperti insisi vertikal. Penelitian pendahuluan ini membandingkan hasil klinis perawatan resesi gingiva Klas I dan II menggunakan flap koronal [CPF], tanpa insisi vertikal, yang dikombinasikan dengan pencangkokkan SCTG atau ADM.

BAHAN DAN METODE
Seleksi Pasien dan Desain Eksperimental
Protokol penelitian telah disetujui oleh Institutional Ethics Committee Sao Leopoldo Mandic Dental Research Institute, dan semua subyek yang ikut serta dalam penelitian telah menandatangani formulir informed consent. Para subyek dipilih dari para pasien yang datang ke Sao Leopoldo Mandic Dental Research Institute untuk menjalani pemeriksaan gigi rutin. Seleksi pasien, pembedahan, dan follow up dilakukan antara bulan Januari sampai September 2004.
Penelitian ini diikuti oleh 10 subyek, enam pria dan empat wanita berusia 27 sampai 51 tahun. Kriteria inklusi yang digunakan adalah defek resesi Miller Klas I atau II [kedalamannya > 3 mm] pada gigi kaninus atau premolar rahang atas [selisih kedalaman resesi antara defek kanan dan kiri < 2 mm], CEJ dapat diidentifikasi, jaringan periodontal sehat, tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak mengalami gangguan oklusal, dan tidak sedang menjalani pengobatan yang dapat mengganggu kesehatan periodontal ataupun proses penyembuhan. Defek resesi yang berhubungan dengan karies atau restorasi dan gigi-geligi yang mengalami patologi pulpa tidak diikutsertakan.
Protokol penelitian terdiri dari konsultasi pemeriksaan yang dilanjutkan dengan terapi awal untuk mengontrol biofilm dan kesehatan gingiva secara optimal, terapi pembedahan, konsultasi pasca pembedahan, dan evaluasi pasca pembedahan yang dilakukan 6 bulan kemudian.

Terapi dan Pengukuran Klinis Awal

Terapi periodontal awal terdiri dari pemberian instruksi oral higiene, instrumentasi ultrasonik, dan polishing mahkota yang dilakukan 1 sampai 2 bulan sebelum pembedahan. Juga dilakukan perawatan restoratif pada gigi uji yang membutuhkannya. Dilakukan pencetakan rahang atas menggunakan alginat, dan dibuat model kerja. Model kerja digunakan untuk membuat stent akrilik. Stent tersebut digunakan selama pengukuran parameter klinis untuk memastikan reproduksibilitas posisi probe dan sudut dalam dua kali evaluasi, tidak hanya sebagai titik referensi untuk pengukuran klinis.
Indeks perdarahan gingiva [BGI] dan indeks plak yang terlihat [VPI] digunakan untuk menilai kesehatan gingiva selama penelitian.
Semua pengukuran klinis dilakukan oleh satu orang pemeriksa yang telah terlatih, pada aspek mid-bukal setiap sisi yang dipilih menggunakan probe periodontal. Sebelum pembedahan [baseline/awal] dan 6 bulan setelah pembedahan, dilakukan pencatatan beberapa parameter klinis berikut dan dibulatkan sampai milimeter terdekat: 1) kedalaman resesi gingiva [GRD]: jarak dari CEJ ke margin gingiva [GM]; 2) kedalaman probing [PD]: jarak dari GM ke dasar sulkus gingiva; 3) tinggi perlekatan klinis [CAL]: jarak dari CEJ ke dasar sulkus; 4) lebar apiko-koronal jaringan berkeratin [KT]: jarak dari mukogingival junction [MGJ[ sampai GM; lokasi MGJ ditentukan menggunakan metode visual; dan 5) ketebalan jaringan gingiva: yang diukur pada pertengahan lebar apiko-koronal KT menggunakan endodontic finger spreader yang dipasangi rubber stopper tegak lurus dengan jaringan gingiva; ketebalannya diukur sampai ketelitian 0,1 mm menggunakan kaliper.

Prosedur Pembedahan
Dilakukan antisepsi ekstraoral menggunakan larutan klorheksidin 2%, dan antisepsis intraoral dilakukan menggunakan larutan klorheksidin 0,12%. Anestesikum yang digunakan adalah lidokain 2% yang mengandung epinefrin 1:100.000.
Desain flap dimulai dengan insisi intrasulkuler pada aspek vestibuler gigi target dan diperluas ke gigi-geligi tetangga di setiap sisi. Desain flap dilengkapi dengan melakukan insisi horisontal sebatas CEJ yang menghubungkan gigi-geligi. Flap split-thickness diangkat untuk menaikkan flap sampai batas CEJ tanpa tekanan. Epitelium vestibuler papila interdental dibuang agar diperoleh jaringan luka yang baik untuk reposisi flap. Permukaan akar diinstrumentasi dengan hati-hati menggunakan alat skaler manual sehingga diperoleh permukaan yang datar dan dibasahi dengan tetrasiklin hidroklorida 50 mg/ml, selama 3 menit. Gauze yang telah dibasahi dengan larutan tersebut digosokkan pada permukaan akar dan diganti setiap 30 detik. Dilakukan irigasi salin berlimpah untuk membuang kelebihan tetrasiklin.
Defek bilateral dikelompokkan dalam grup uji secara acak menggunakan lemparan koin [CPF + ADM] atau grup kontrol [CPF + SCTG]. Pada sisi defek yang diuji, dilakukan allograft setelah rehidrasi sesuai dengan instruksi pabrik dan difiksasi pada batas CEJ untuk menutup seluruh defek menggunakan bioabsorbable proximal suture [Gambar 1A sampai 1C]. Pada sisi kontrol, dilakukan SCTG pada dimensi yang sesuai mulai dari daerah palatal menggunakan insisi berbentuk-L dan difiksasi sebatas CEJ sehingga menutup seluruh defek menggunakan bioabsorbable proximal suture [Gambar 1E sampai 1G]. Terakhir, flap diletakkan sebatas atau sedikit ke arah koronal, CEJ dan difiksasi menggunakan mattress suture [Gambar 1D dan 1H]. Kedua pembedahan dilakukan dalam satu periode konsultasi. Tidak digunakan dressing periodontal.

Protokol Pasca Pembedahan
Pasien diberikan analgesik [asetaminofen **750 mg, empat kali sehari] dan obat-obatan non-steroid [7,5 mg satu kali sehari], masing-masing, untuk hari pertama dan 3 hari berikutnya.
Pasien diminta untuk tidak menyikat atau flossing di sekitar daerah pembedahan sampai jahitan dilepaskan [14 hari pasca pembedahan] dan hanya mengkonsumsi makanan lunak selama minggu pertama setelah pembedahan. Mereka juga diminta untuk menghindari berbagai jenis trauma mekanis lainnya pada daerah yang dirawat. Selama 4 minggu, pasien harus berkumur larutan klorheksidin 0,12% selama 1 menit dua kali sehari.
Semua pasien diminta datang kembali untuk melakukan kontrol biofilm supragingiva profesional setiap minggu selama 4 minggu kemudian dilanjutkan dengan interval per bulan.

Analisis Statistik
Statistik deskriptif dinyatakan sebagai mean + SD. Dilakukan penghitungan presentase penutupan akar 6 bulan setelah pembedahan. Data dibandingkan menggunakan Student t-test observasi berpasangan untuk menilai perubahan di dalam dan antar grup. Tingkat signifikansi penolakan hipotesis null ditetapkan pada  = 0.05. Kalkulasi dilakukan menggunakan paket software statistik.

HASIL

Semua pasien dapat mentoleransi prosedur pembedahan dengan baik, tidak terjadi komplikasi postoperatif, dan bersikap kooperatif selama protokol penelitian. GBI dan VPI seluruh rongga mulut dipertahankan pada < 20%. Sebelum pembedahan dan pada akhir periode peneliitan, gigi target dinyatakan bebas plak dan inflamasi gingiva.
Statistik deskriptif berbagai parameter klinis yang diukur pada baseline dan 6 bulan setelah pembedahan diuraikan dalam Tabel 1. Pada baseline, tidak ditemukan selisih yang signifikan secara statitsik antara kedua grup, untuk semua parameter yang dievaluasi. Diperoleh selisih intra-grup yang signifikan secara statistik untuk GRD, CAL, KT dan GT pada grup kontrol dan uji [P < 0.05]. PD tidak mengalami perubahan, dari waktu ke waktu [P > 0.05]. Dalam grup kontrol, GRD berkurang sebanyak 3,5 + 1,2 mm, yang menunjukkan penutupan akar rata-rata sebesar 79,5%; dan terjadi peningkatan CAL sebesar 3,5 + 1,2 mm. KT bertambah sebanyak 1,2 + 0,75 mm, dan GT bertambah sebanyak 1,3 + 0,58 mm. Perubahan GRD, CAL, KT dan GT dalam grup uji, secara berurutan adalah 2,1 + 0,99 mm [rata-rata penutupan akar adalah 50%], 2,1 + 0,99 mm, 1,1 + 1,5 mm, dan 0,72 + 0,35 mm.
Perbandingan antar-grup menunjukkan selisih nilai CAL, GRD, dan GT yang signifikan secara statistik [P < 0.05]. Tidak ditemukan selisih yang signifikan secara statistik dalam nilai KT dan PD [P > 0.05].
Ditampilkan gambar resesi gingiva awal, ADM atau autograft terposisi, mobilisasi koronal, dan penjahitan, hasil setelah 6 bulan pada gigi-geligi yang diuji [Gambar 1A sampai 1D] dan kontrol [Gambar 1E sampai 1H].

PEMBAHASAN
Berbagai penelitian klinis telah mendeskripsikan manfaat penggunaan SCTG untuk penutupan akar. Integritas jaringan proksimal menentukan besarnya penutupan akar, dengan/tanpa SCTG dan pembukaan flap. Namun, peningkatan KT dan GT merupakan hasil klinis penting yang membenarkan penggunaan SCTG. Namun, pengambilan cangkokkan dari daerah palatal membutuhkan waktu dan meningkatkan kecenderungan terjadinya perdarahan dan nyeri. Penggunaan ADM mengatasi masalah tersebut dan menjadi salah satu sumber bahan bermakna untuk kasus-kasus yang membutuhkan jaringan cangkok yang banyak/ekstensif.
Penelitian klinis pendahuluan yang dilakukan secara random ini membandingkan hasil prosedur penutupan akar menggunakan CPF yang dikombinasikan dengan SCTG atau ADM, masing-masing, dalam grup kontrol dan uji. Dalam hal perbaikan resesi, hasil yang lebih baik diperoleh dalam grup kontrol [CPF-SCTG] dimana terjadi 79,5% penutupan akar; versus 50% dalam grup uji. Hasil tersebut memiliki relevansi klinis dan signifikan secara statistik. Kekuatan analisis menunjukkan bahwa dengan menggunakan 10 subyek, penelitian tersebut memiliki kekuatan sebesar 79% untuk mendeteksi kedalaman resesi gingiva dalam kedua grup. Beberapa penelitian mendukung hasil penelitian kami, dan menunjukkan penutupan akar yang lebih bermakna pada sisi-sisi yang dirawat menggunakan SCTG. Namun, penelitian-penelitian tersebut tidak menemukan selisih yang signifikan secara statistik antara teknik SCTG dan ADM. Perbedaan hasil penelitian kami dengan penelitian tersebut terletak pada perbedaan protokol pembedahan yang digunakan. Meskipun penelitian-penelitian tersebut menggunakan desain flap klasik yang dikembangkan oleh Langer dan Langer, yang berupa insisi vertikal untuk memperluas pengangkatan flap dan mengurangi tekanan saat penjahitan, dalam penelitian ini, kami tidak melakukan insisi vertikal. Desain flap tersebut mempertahankan suplai darah lateral, mempercepat penyembuhan luka, dan menghilangkan kemungkinan terbentuknya jaringan parut, namun, dapat meningkatkan tekanan flap, terjadi pergerakan flap secara-mikro selama penyembuhan awal, yang dapat mengganggu penutupan akar yang menggunakan pencangkokkan .
Dalam grup kontrol [CPF + SCTG], pencangkokkan tidak memiliki kekurangan yang signifikan karena suplai darah di sekitarnya menjamin vitalitas cangkokan selama fase penyembuhan awal. Namun, pembedahan ADM dalam prosedur penutupan akar dapat membatasi vaskularisasi cangkokan, sehingga mengurangi penutupan akar yang potensial. Selain itu, ADM akan hilang akibat nekrosis, dan dalam penelitian lainnya, ditemukan penutupan akar yang tidak sempurna. Dalam penelitian ini, keberhasilan perawatan berkurang pada daerah uji yang diberi perlakuan dengan teknik ADM. Dalam kasus ini, penutupan akar rata-rata berkisar antara 20% sampai 33%.
GT beperan penting dalam patogenesis defek resesi, yaitu, jaringan gingiva yang tipis akan meningkatkan kecenderungan terjadinya resesi gingiva. Perbaikan GT terjadi pada kedua grup; namun, lebih baik pada grup kontrol [1,27 + 0,58 mm] dibandingkan dalam grup uji [0,72 + 0,35 mm]. Sebaliknya, Paolantonio dkk, tidak menemukan perbedaan perbaikan GT saat membandingkan SCTG dengan ADM. Perbedaan penemuan kami dengan hasil penelitian Paolantonio dkk, terletak pada penggunaan SCTG yang seragam dalam penelitian ini, karena cangkok yang lebih seragam memberikan hasil yang lebih baik. Namun, ketebalan gingiva dalam teknik ADM diseragamkan.
GT mempengaruhi hasil estetik setelah bedah penutupan akar. Cangkokan yang lebih seragam lebih mudah beradaptasi dengan daerah penerima [resipien] dan lebih mudah dijahit. Meskipun penelitian ini tidak menilai aspek estetik, kontur gingiva dan kesesuaian warna terlihat lebih baik pada daerah yang diberi perlakuan menggunaakn ADM; hal ini mendukung penemuan Wei dkk, Zuchelli dkk, yang merelasikan bahwa SCTG setebal ~1 mm cukup ideal untuk memperoleh kontur gingiva yang baik secara estetik. Perbedaan revaskularisasi dan proses repopulasi sel antara SCTG dan ADM juga mempengaruhi hasil estetik. ADM menghasilkan lipatan sel-sel yang berkembang dan pembuluh darah yang berasal dari ligamentum periodontal dan jaringan ikat di sekitarnya, yang mempercepat proses penyembuhan dan warnanya sesuai dengan daerah di sekitarnya. Sebaliknya, proses penyembuhan pada daerah SCTG masih mempertahankan beberapa karakteristik palatal karena sel cangkokkan jaringan ikat masih hidup dan menentukan keratinisaso lokal yang dapat mengganggu kesesuaian warna gingiva. Aichelmann-Reidi dkk, menunjukkan bahwa daerah yang dirawat dengan ADM memiliki tampilan yang lebih alamiah, menurut penilaian klinisi dan pasien, hal ini sesuai dengan hasil penelitian kami.
Dalam grup uji dan kontrol, KT bertambah sebanyak 1,1 dan 1,2 mm, secara berurutan. Namun, tidak diperoleh selisih yang signifikan antara kedua grup tersebut, hal ini juga ditemukan dalam penelitian lainnya. Novaes dkk, mengamati bahwa 3 bulan setelah terapi, daerah SCTG memiliki KT yang lebih banyak dibandingkan pada daerah ADM. Perbedaan tersebut menghilang setelah 6 bulan observasi, dan menunjukkan bahwa cangkok ADM membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Namun, penelitian lainnya, menemukan lebih banyak perbaikan jika menggunakan SCTG. Namun, perbedaan KT antara kedua cangkokkan tidak relevan secara klinis karena KT tidak mengganggu kesehatan gingiva ataupun perkembangan resesi. Keratinisasi jaringan gingiva di atas cangkokkan ditentukan oleh ketebalan flap, yang menjelaskan perbedaan dalam berbagai penelitian.
Meskipun penelitian ini menunjukkan hasil yang lebih menjanjikan dalam grup SCTG dalam evaluasi jangka pendek, penelitian lainnya menyatakan bahwa kedua perawatan memberikan hasil yang sama. Harris, membandingkan cangkok SCTG dan ADM dalam periode singkat dan panjang, daerah yang dirawat menggunakan ADM cenderung mengalami kerusakan seiring dengan berjalannya waktu, sedangkan daerah SCTG tetap stabil. Hirsch dkk, menunjukkan hasil klinis yang stabil setelah 2 tahun follow up, saat membandingkan cangkok ADM dengan SCTG. Stabilitas hasil akhir harus dipertimbangkan saat memilih tipe cangkokkan yang akan digunakan.

KESIMPULAN
CPF yang dikombinasikan dengan pencangkokkan SCTG dan ADM terbukti efektif menghasilkan penutupan akar. Namun, CPF yang dikombinasikan dengan SCTG memberikan hasil yang lebih baik. Dibutuhkan penelitian yang lebih luas untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini.


1 komentar:

Anonymous,  February 22, 2010 at 2:26 PM  

Amiable brief and this mail helped me alot in my college assignement. Gratefulness you as your information.

Berhitung!

Pasang Aku Yaa

go green indonesia!
Solidaritas untuk anak Indonesia

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP