04 March 2009

Penelitian Pencegahan Pembentukan Plak Gigi 24 Jam Menggunakan Pasta Gigi Stannous Fluorida Yang Mengandung Heksametafosfat

Abstrak
Baru-baru ini, diperkenalkan pasta gigi berfluorida antibakterial terbaru yang mengandung stannous fluorida dan sodium heksametafosfat (Crest, PRO-HEALTH). Teknik digital plaque image analysis (DPIA) digunakan untuk mengkuantifikasi pembentukan plak in situ dalam suatu populasi menggunakan protokol intervensi satu fase, yang terdiri dari (1) rangkaian perlakuan pertama, yaitu menyikat gigi menggunakan pasta gigi sodium fluorida standar dengan teknik menyikat konvensional, (2) rangkaian perlakuan kedua adalah aplikasi perawatan higiene modifikasi menggunakan pasta gigi sodium fluorida standar dan periode 24 jam tanpa menyikat gigi, dan (3) perlakuan ketiga adalah periode tanpa menyikat gigi selama 24 jam dilanjutkan dengan menyikat gigi menggunakan pasta gigi antimikroba stannous/sodium fluorida yang mengandung heksametafosfat. Evaluasi kuantitatif plak yang terbentuk dinilai pada pagi hari setelah perawatan higiene standar pada malam hari (perlakuan 1) atau 24 jam setelah menyikat gigi (perlakuan 2 dan 3). Juga dilakukan pengukuran plak setelah menyikat gigi dalam setiap perlakuan. Enam belas subyek menyelesaikan ketiga rangkaian perlakuan tanpa efek samping ataupun keluhan. Pada perlakuan 1, plak yang terbentuk pada pagi hari adalah 13,3%. Dalam perlakuan 2, jumlah plak bertambah secara signifikan karena kegiatan menyikat gigi sebelum tidur dihentikan, plak 24 jam menutupi 18,4% permukaan gigi-geligi. Intervensi pasta gigi antimikroba berfluorida/heksametafosfat dalam perlakuan 3 berhasil menghambat pertumbuhan plak selama 24 jam (terdapat 15,2% plak yang menutupi gigi-geligi, berkurang sebanyak 17% dibandingkan grup kontrol yang menggunakan pasta gigi sodium fluorida). Hasil tersebut mendukung efek antimikroba jangka panjang dan retensi kuat dari pasta gigi stannous/sodium fluorida heksametafosfat yang sangat stabil.
Kata Kunci: Stannous fluorida, sodium heksametafosfat, plak, pasta gigi, pasta gigi Crest PRO-HEALTH, sistem polyfluorite.
Sumber: J Contemp Dent Pract, July 2006; 3(7): 001-011.


PENDAHULUAN
Gingivitis disebabkan oleh perkembangan infeksi mikroba plak gigi pada interfase gingival gigi yang memicu respon host. Meskipun beberapa populasi mikroba tertentu dikorelasikan dengan proses penyakit, korelasi umum non-spesifik antara plak dengan penyakit jaringan lunak ditandai dengan inflamasi dan perdarahan gingiva saat terjadi gingivitis, bersama dengan pemulihan kesehatan jika prosedur higiene dilakukan kembali. Meskipun manfaat prosedur oral higiene yang efektif bagi kesehatan jaringan lunak telah terbukti, para pasien masih saja belum dapat melaksanakan kontrol plak yang ideal. Sehingga, prevalensi gingivitis tetap tinggi, dan dilaporkan menyerang kurang lebih separuh orang dewasa di AS.

Meskipun sebagian besar pasien merasa kesulitan melakukan kontrol plak dan oral higiene yang sempurna, sebagian besar pasien menggunakan produk pasta gigi dalam prosedur higiene sehari-harinya. Karena diaplikasikan secara rutin, pasta gigi menjadi sistem yang menguntungkan untuk menghantarkan efek kemoterapeutik berbagai jenis agen antimikroba. Perkembangan inovatif pasta gigi dan formulasi larutan kumur yang mengandung antimikroba topikal menjadi salah satu fokus bidang akademik dan penelitian-penelitian yang disponsori oleh industri. Bahan-bahan yang terkandung dalam produk-produk perawatan rongga mulut komersil saat ini, antara lain klorheksidin, triklosan, cetylpiridinium klorida, minyak esensial, dan berbagai macam garam logam, seperti kompound zinc dan stannous fluorida. Secara umum, formulasi perawatan rongga mulut yang mengandung bahan-bahan tersebut terbukti memberikan efek antiplak dan antigingivitis, dalam kadar tertentu. Manfaat yang diberikan oleh formulasi ini bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: (1) spektrum efek antimikroba; (2) bioavailabilitas adekuat, yang dapat dilihat dari penetrasi dan reaktivitas plak; dan (3) bukti-bukti adanya efek antimikroba setelah penggunaannya.

Stannous fluorida merupakan salah satu bahan antikaries yang, baru-baru ini, terbukti dapat memberikan efek antimikroba, antiplak, dan antigingivitis dalam bentuk yang stabil atau bioavailable. Dalam penelitian-penelitian klinis, stannous fluorida terbukti berhasil mengurangi plak (6,9-22,7%), gingivitis (18-22%), dan perdarahan gingival (27,5-5,57%) yang signifikan, dibandingkan kontrol negatif. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pasta gigi stannous fluorida diformulasikan dengan kandungan sodium heksametafosfat sebagai agen kalkulus dan pemutih. Teknologi pasta gigi baru ini, yang dipasarkan sebagai Crest PRO-HEALTH Polyfluorite System, terbukti memiliki berbagai manfaat klinis, seperti efek yang lebih baik terhadap gingivitis dan perdarahan gingiva.

Pemulihan kesehatan gingiva yang signifikan secara terapeutik hasil penggunaan antimikroba seperti stannous fluorida dibuktikan oleh tingginya substantivitas dan aktivitas setelah penggunaannya. Dalam penelitian ini, substantivitas kemoterapeutik stannous fluorida dikombinasikan dengan sodium heksametafosfat. Pasta gigi Crest PRO-HEALTH dinilai dalam suatu model prosedur menyikat gigi yang telah dimodifikasi untuk mengetahui apakah efek antipplak-nya dapat bertahan selama 24 jam setelah penggunaannya.

BAHAN DAN METODE
Desain Penelitian Umum
Penelitian ini menggunakan desain intervensi tiga periode-perlakuan pada suatu kelompok pembentukan plak pre-kualifikasi. Dalam perlakuan 1, para subyek menyikat gigi pada pagi dan malam hari menggunakan pasta gigi sodium fluorida (Crest Cavity Protection Regular). Selama periode ini, para subyek menjalani evaluasi plak sebelum dan sesudah menyikat gigi pada pagi dan sore hari, setelah menyikat gigi pada pagi hari. Dalam perlakuan 2, pada subyek menggunakan pasta gigi sodium fluorida dan prosedur menyikat gigi modifikasi selama satu minggu agar dapat dilakukan penilaian efek antiplak. Langkah ini dilakukan dengan ‘tidak’ menyikat gigi pada malam hari sebelum waktu penilaian, jadi, terdapat interval waktu 24 jam antara prosedur higiene dengan waktu evaluasi plak. Penilaian plak dilakukan pada pagi hari, sebelum dan sesudah menyikat gigi. Perlakuan 3 adalah menyikat gigi menggunakan pasta gigi baru stannous fluorida/heksametafosfat (Crest PRO-HEALTH) selama satu minggu dan menggunakan prosedur menyikat gigi dan jadwal penilaian plak yang sama dengan perlakuan 2, agar dapat dilakukan pengukuran efek antiplak yang dihasilkan. Logistik penelitian ini diuraikan dalam Gambar 1.

Kualifikasi Subyek
Para subyek yang melaksanakan protokol penelitian ini adalah bagian dari tim panel pre-kualifikasi di Health Care Research Center dan sebelumnya pernah berpartisipasi dalam penelitian klinis tentang plak. Aplikasi metodologi digital plaque image analysis (DPIA) dalam panel pengujian pasta gigi telah ditinjau dan disetujui oleh Institutional Ethics Review Committee. Subyek menandatangani informed consent sebelum berpartisipasi dalam protokol penelitian ini. Para subyek mengalami perkembangan plak ‘off treatment/tanpa perlakuan’ pada gigi-geligi, sebelum ataupun setelah aplikasi higiene, dan menjalani pelatihan protokol dan teknik oral higiene yang baru.

Pertama-tama, para subyek menjalani pemeriksaan untuk mengetahui:
Setuju untuk membatasi (tidak) menggunakan produk oral higiene lain selama penelitian, termasuk larutan kumur, pasta gigi, dsb. Para subyek yang rutin melakukan flossing diijinkan menjalankan prosedur tersebut hanya pada gigi-geligi posterior saja. Para subyek diminta untuk tidak mengunyah permen karet kecuali hal ini telah menjadi kebiasaannya sehari-hari dan harus dipertahankan secara konsisten selama penelitian berlangsung.
Selama menjadi peserta panel, tidak merencanakan kunjungan ke dokter gigi.
Tidak sedang (atau dalam 2 minggu terakhir) mengkonsumsi antibiotik.
Tidak memiliki pantangan makanan dan/atau sedang menjalani diet selama penelitian berlangsung
Tidak memiliki restorasi ‘sewarna gigi’ pada permukaan fasial gigi-geligi anterior.
Mampu mengikuti semua jadwal kunjungan yang ditetapkan dalam penelitian dan memenuhi instruksi yang diberikan.
Setuju mengundurkan diri dari penelitian lainnya dan setuju tidak menggunakan produk perawatan rongga mulut selain yang diberikan oleh peneliti, termasuk permen karet pemutih atau terapeutik, dan bahan-bahan pemutih lainnya.
Memiliki kesehatan umum dan gigi-geligi yang baik (berdasarkan penilaian pribadi dan dibuktikan dengan penguraian jadwal kunjungan rutin ke dokter gigi).
Tidak memiliki gangguan alergi apapun atau alergi spesifik terhadap bahan pewarna [dye].
Pada pemeriksan awal, memiliki kadar plak yang memenuhi kriteria penelitian.
Tidak sedang dalam kondisi hamil atau menyusui
Tidak sering mengalami reaksi efek samping terhadap produk-produk perawatan rongga mulut yang dipasarkan saat ini.
Bersedia menguji-coba produk.

Pasta gigi yang diberikan dalam perlakuan 1 dan 2 adalah pasta gigi standar Crest Cavity Protection Regular (NaF, silica abrasif, perasa biasa, The Procter & Gamble Co., Cincinnati, OH, AS). Pasta gigi ini mengandung sodium fluorida sesuai dengan konsentrasi yang ditetapkan oleh FDA untuk proteksi kavitas, bahan abrasif standar, surfaktan dan pengawet dalam konsentrasi konvensional/biasa, tidak ada kandungan antimikroba atau kontrol tartar khusus. Jadi, penggunaan pasta gigi ini kurang-lebih sesuai dengan prosedur higiene standar. Pasta gigi disediakan dalam bentuk paket komersil overtube (blind) yang diberi label penelitian dan instruksi pemakaian. Pasta gigi untuk perlakuan 3 adalah Crest PRO-HEALTH, terdiri dari stannous fluorida 0,454% yang dilengkapi dengan sodium heksametafosfat (kandungan antitartar dan pemutih) dan silika. Pasta gigi ini disediakan dalam bentuk tube yang hanya diberi label penelitian. Pasta gigi yang diberikan untuk digunakan di rumah adalah sikat gigi standar Oral-B 40 (Oral B, The Procter & Gamble Company, Cincinnati, OH, AS). Untuk prosedur menyikat gigi di klinik yang diawasi, para subyek diberi sikat gigi manual satu kali pakai.

Rincian Protokol Perlakuan
Periode Perlakuan 1: Para subyek datang ke klinik gigi panel pada hari Jumat kemudian diberi pasta gigi sodium fluorida dan sikat gigi Oral-B 40 lunak. Para subyek diminta untuk menyikat gigi secara normal dua kali sehari selama satu minggu dan waktunya ditentukan yaitu sebelum tidur dan pada pagi hari saat bangun tidur. Selama satu minggu, para subyek dievaluasi sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda (Senin—Jumat) sehingga ada hari libur. Pada malam hari sebelum waktu penilaian, para subyek melakukan prosedur higiene standar pada malam hari beberapa saat sebelum tidur. Para subyek diminta untuk tidak makan ataupun minum setelah melakuakn prosedur tersebut. Para subyek dirujuk ke laboratorium pencitraan pada ‘pagi hari penilaian’ sebelum mengkonsumsi makanan/minuman dan tanpa melakukan prosedur oral higiene. Di klinik pencitraan, para subyek menunjukkan banyaknya plak gigi yang terbentuk dan melakukan ‘pencitaan plak pagi hari sebelum menyikat gigi’. Kemudian, para subyek menyikat gigi selama 40 detik menggunakan pasta gigi sodium fluorida yang diberikan dalam dosis terukur, yaitu 1,5 gram, dan sikat gigi sekali-pakai. Setelah menyikat gigi, para subyek menunjukkan plak gigi yang terbentuk dan menjalani ‘pencitraan plak pagi hari setelah menyikat gigi’. Kemudian, para subyek dibebaskan untuk melakukan sarapan dan makan siang, serta mengkonsumsi camilan selama hari pemeriksaan. Selama fase I, para subyek juga dirujuk ke klinik pencitraan untuk menjalani pengukuran perkembangan plak malam hari, sebagai pelengkap protokol ini, meskipun protokol ini tidak dapat dilakukan sampai 24 jam hari berikutnya. Para subyek diminta untuk menghindari mengkonsumsi makanan dan minuman sekurang-kurangnya setengah jam sebelum evaluasi ini. Pada subyek berpartisipasi dalam tiga kali kunjungan dan menjalani tiga perlakuan setiap hari selama periode perlakuan ini (Gambar 2).

Periode Perlakuan 2: Para subyek datang ke klinik penelitian dan diberi pasta gigi sodium fluorida baru, sikat gigi Oral B 40 lunak, dan instruksi higiene baru. Para subyek diminta untuk menyikat gigi seperti biasa sebanyak dua kali sehari, sebelum tidur dan pada pagi hari saat bangun, selama satu minggu. Selama satu minggu tersebut, para subyek menjalani tiga kali pemeriksaan pada waktu yang berbeda (Senin—Jumat), sehingga memiliki waktu libur. Satu hari sebelum waktu pemeriksaan, para subyek melakukan prosedur higiene pagi hari seperti biasa sebelum sarapan. Para subyek diminta untuk makan dan minum secara normal selaam hari itu, namun tidak melakukan prosedur higiene pada malam hari sebelum tidur. Para subyek diminta datang ke laboratorium pada ‘pagi hari pemeriksaan’ sebelum mengkonsumsi makanan/minuman dan tanpa melakukan prosedur oral higiene. Jadi, terdapat interval 24 jam sejak subyek melakukan prosedur oral higiene. Para subyek datang ke klinik pencitraan untuk melakukan pengukuran plak menggunakan prosedur yang sama dengan perlakuan 1.

Periode Perlakuan 3: Perlakuan dan prosedur pencitraan yang digunakan dalam periode ini sama dengan perlakuan 2, kecuali dalam hal penggunaan pasta gigi stannous fluorida 0,454% dan heksametafosfat, bukan pasta gigi sodium fluorida.

Pengukuran Plak Gigi
Parameter Evaluasi
Pembentukan plak gigi dianalisis menggunakan protokol pencitraan digital yang telah diuraikan secara rinci. Langkah kunci metode ini diilustrasikan dalam video klip berikut ini: [untuk melihat klip ini, buka artikel ini secara online].

Pencitraan digital yang dilakukan antara lain pengambilan gambar UV plak subyek. Plak diiluminasi menggunakan two Balcar long wave UV flashes (model FX60) yang dilengkapi dengan filter pada 265 nm. Kilatan sinar [flash] tersebut ditenagai oleh two Balcar 2400 power pack dan dikendalikan oleh sistem komputer penangkap gambar. Sinar diarahkan dalam sudut 45 derajat terhadap subyek untuk meminimalisir refleksi. Untuk melindungi mata subyek, dipakaikan kacamata penyaring sinar UV saat pencitraan berlangsung, atau pada subyek yang telah berpengalaman, diminta untuk menutup mata saat pengambilan gambar. Gambar sinar UV diambil menggunakan kamera Fuji 1000 CCD yang dikendalikan oleh komputer. Untuk mengukur plak, subyek duduk di depan kamera dan permukaan fasial gigi-geliginya diletakkan pada posisi dagu istirahat pada jarak kurang lebih 45,5 cm dari kamera penangkap gambar. Para subyek dipakaikan retraktor bibir, dan telah menjalani pelatihan tentang posisi tubuh saat pencitraan, sehingga diperoleh penyinaran yang merata pada gigi-geligi dan menangkap gambar yang utuh. Untuk memastikan ketepatan posisi subyek, ditampilkan satu gambar hidup pada positioning monitor. Jika posisi yang baik telah tercipta, dilakukan pengambilan gambar UV dan gambar posisi referensi disimpan sesuai nomor tanda pengenal subyek.

Sistem pencitraan dikalibrasi menggunakan diagram warna Munsell standar, nilai Merah, Hijau dan Biru (RGB) dikoreksi (< 5%) untuk stabilitas sistem dalam pengukuran terstandardisasi. Gambar yang diperoleh dianalisis dan diklasifikasikan menggunakan Optimas R Macros. Analisis diskriminan digunakan untuk mengklasifikasikan pixel secara statistik menjadi beberapa kategori anatomis, yaitu, gigi-geligi, gusi, plak pada gusi, gigi bersih, gusi bersih, dsb. Jumlah total pixel gambar dihitung dan dimasukkan sesuai kategori masing-masing. Analisis yang paling mudah direproduksi adalah rasio pixel plak gigi terhadap pixel total gigi (gigi bersih + gigi yang tertutup plak); yang mewakili perkiraan ‘daerah’ yang tertutup plak pada setiap gambar, dan analisis ini mudah dilakukan. Teknik DPIA memiliki sejumlah kelebihan pada setiap kategori indeks. Metode ini mudah digunakan, mencakup keseluruhan permukaan fasial gigi-geligi, dan bersifat kuantitatif. Yang paling penting adalah mudah diadaptasi menjadi berbagai tingkatan diurnal dan dalam pengukuran-berulang. Metode pencitraan digital untuk mengukur jumlah plak secara obyektif didukung oleh proporsi kecepatan perkembangan plak pada daerah lingual, fasial, gigi-geligi rahang atas dan bawah. Daerah plak yang didesain pada komputer digunakan untuk menghitung presentase gigi-geligi yang tertutup plak fasial, yang kemudian dibandingkan dengan efek perlakuan. Harus diingat bahwa dalam pengukuran ini, operator/analis hanya berperan dalam standardisasi peraturan analisis untuk klasifikasi pixel ‘gigi yang tertutup plak’ atau ‘gigi yang bebas plak’, dsb. Jika suatu peraturan pengukuran kuantitatif telah ditentukan, pengukuran plak diatur secara kualitatif menggunakan komputer, dan tidak dilakukan penilaian subyektif oleh klinisi. Jadi, dalam konteks ini, DPIA adalah operator yang independen dan tidak ada efek subyektif klinisi.

Untuk keperluan pencitraan, plak dipaparkan menggunakan larutan buffer fluorosen yang mengandung fluoroscein 1240 ppm. Sebelum pemotretan, plak subyek disingkap/diperlihatkan menggunakan fluoroscein, dengan prosedur sebagai berikut:
1.Pembilasan selama 10 detik menggunakan buffer fosfat sebanyak 25 ml
2.Pembilasan selama 1 menit menggunakan 5 ml fluoroscein 1240 ppm dalam buffer fosfat;
3.Pembilasan selama 3 x 10 detik menggunakan buffer fosfat sebanyak 25 ml.

Buffer fosfat terdiri dari 3,62 gram monosodium fosfat dan 0,349 gram sodium difosfat yang dilarutkan dalam 2 liter air ultra-murni. pH akhir campuran ini adalah 5,5. Larutan ini dibuat setiap hari.

Analisis Statistik
Hasil utama penelitian ini adalah presentase permukaan fasial gigi yang tertutup plak. Dalam setiap perlakuan, analisis efek ditentukan berdasarkan nilai rata-rata data perkembangan plak dalam tiga hari pengukuran per subyek. Skor plak sebelum dan sesudah menyikat gigi dianalisis secara terpisah. Digunakan paired difference t-test untuk membandingkan nilai rata-rata perkembangan plak antar perlakuan. Semua pengujian statistik dilakukan secara dua arah menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%.

HASIL
Terdapat 16 subyek yang menyelesaikan panel, tanpa dropout atau keluhan tentang efek samping. Informasi demografik diuraikan dalam Tabel 1. Terdapat 10 wanita dan 10 pria. Kisaran usia para subyek adalah 24 sampai 38 tahun. Sebagian besar subyek (75%) adalah keturunan Kaukasia.

Tabel 2 menguraikan hasil analisis efek dalam evaluasi plak pagi hari sebelum menyikat gigi. Tabel tersebut menunjukkan bahwa modifikasi oral higiene menggunakan pasta gigi sodium fluorida, yang berupa ‘tidak’ melakukan prosedur higiene pada malam hari menghasilkan pertambahan jumlah plak sebanyak 38% yang menutupi gigi-geligi, dengan rata-rata perkembangan plak mulai dari 13,3% sampai 18,4%. Selisih tersebut dinyatakan signifikan secara statistik (p < 0.0001). Intervensi menggunakan pasta gigi stannous/sodum fluorida heksametafosfat dalam protokol 24 jam berhasil mengurangi perkembangan plak pagi hari sebelum menyikat gigi sebanyak 17,4%, dibandingkan dengan subyek yang menggunakan pasta gigi sodium fluorida. Selisih tersebut juga dinyatakan signifikan secara statistik (p = 0.0002).

Tabel 3 menguraikan hasil analisis plak pada evaluasi plak pagi hari setelah menyikat gigi. Tabel tersebut menunjukkan bahwa menyikat gigi pada pagi hari menggunakan pasta gigi sodium fluorida menghasilkan kebersihan gigi-geligi yang relatif sama, meskipun mengabaikan prosedur higiene pada malam hari. Jadi, perkembangan plak setelah menyikat gigi terhitung sebanyak 7,3% pada subyek yang tidak melakukan prosedur higiene dan 6,4% pada subyek yang melakukan higiene 24 jam. Selisih tersebut dinyatakan tidak signifikan. Dan, subyek yang menyikat gigi menggunakan pasta gigi stannous/sodium fluorida heksametafosfat memiliki 6,8% plak yang menutupi permukaan gigi-geliginya, secara numeris sama dan tidak memiliki selisih yang signifikan secara statistik dengan evaluasi setelah menyikat gigi menggunakan pasta gigi sodium fluorida dan kedua prosedur higiene. (Dalam semua kasus, kegiatan menyikat gigi pada pagi hari memberikan hasil yang signifikan [p < 0.05] dan mengurangi timbunan plak pada gigi-geligi, seperti yang diharapkan).

Untuk menilai pengulangan pembentukan plak dan validitas prosedur intervensi perlakuan dalam populasi penelitian, kami membandingkan hasil perkembangan plak pada semua prosedur pengulangan. Dan, rata-rata timbunan plak sebelum dan setelah menyikat gigi dihitung secara terpisah berdasarkan ketiga proses pencitraan per perlakuan. Dari gambar 3 dan 4 terlihat jelas bahwa tidak ada pertambahan ataupun pengurangan timbunan plak yang konsisten dalam periode perlakuan, hal ini menunjukkan bahwa para panelis memiliki tahapan pembentukan plak yang tetap/konstan.

Analisis pengukuran berulang juga dilakukan untuk membandingkan nilai mean antar kunjungan berdasarkan perlakuan, dan tidak ditemukan selisih yang signifikan pada tingkat signifikansi 10%.

PEMBAHASAN
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh pasta gigi baru stannous/sodium fluorida heksametafosfat terhadap pencegahan pembentukan plak 24 jam setelah menyikat gigi, yang dibandingkan dengan pola higiene menggunakan pasta gigi sodium fluorida standar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasta gigi stannous/sodium heksametafosfat berhasil mengurangi statistik timbunan plak gigi yang signifikan secara statistik dalam waktu 24 jam setelah terakhir kali digunakan, dibandingkan dengan penggunaan pasta gigi sodium fluorida. Meskipun menyikat gigi dilakukan secara rutin, hasil tersebut menunjukkan bahwa pasien dapat melindungi setelah penggunaan pasta gigi fluorida/sodium fluorida heksametafosfat dibandingkan dengan pola higiene menggunakan pasta gigi sodium fluorida standar. Yang terpenting, hasil penelitian ini berbicara secara umum tentang substantivitas efek pasta ggi Crest PRO-HEALTH dalam menghambat pembentukan plak, meskipun pola penggunaan pasta gigi bervariasi pada setiap konsumen. Data yang mendukung aplikasi pengukuran berulang desain protokol intervensi DPIA dapat dilihat dalam Gambar 3 dan 4, dimana pengukuran berulang pertumbuhan plak malam hari dan setelah menyikat gigi terlihat tetap stabil selama periode perlakuan 1. Stabilitas plak menggunakan pasta gigi kontrol membuktikan bahwa efek intervensi perlakuan baru menghasilkan efek perawatan bukan pergeseran panel/penelitian. Bukti-bukti yang menunjukkan manfaat signifikan pembersihan plak menghasilkan standardisasi internal tambahan untuk setiap protokol pengujian DPIA.

Kemampuan untuk membandingkan perluasan dan durasi efek antiplak-termasuk periode sebelum dan setelah prosedur higiene pada subyek yang memiliki kadar akumulasi plak biasa- adalah manfaat utama teknik DPIA. Penggunaan pencitraan fluorosens mempermudah penilaian kuantitatif invasi plak di sekitar garis gusi, dan biasanya oleh klinisi konvensional/biasa, regio tersebut diperiksa menggunakan probing gingiva dengan mengaplikasikan indeks kategorikal. Penilaian kadar plak marginal ini, pada subyek yang menjalankan prosedur higiene normal, diperumit dengan teknik konvensional, sehingga penggunaannya terbatas. Jadi, teknik DPIA dapat digunakan untuk menilai pencegahan pembentukan plak dan manfaat pembersihan plak selama satu hari, memberikan suatu hasil kuantitatif, tidak hanya untuk menilai besarnya, tapi juga durasi efek antiplak. Yang terpenting, sensitivitas pengukuran ini dapat dilakukan tanpa penilaian subyektif, namun menggunakan peraturan yang terstandardisasi tanpa pengaruh klinisi.

Pengurangan plak supragingiva akibat penggunaan pasta gigi stannous/sodium fluorida heksametafosfat berperan dalam efek terapeutik formulasi ini karena dapat mengurangi gingivitis dan perdarahan gingiva. Secara umum, kemoterapeutik dan prosedur higiene yang ditujukan untuk mengendalikan plak gigi dinyatakan sebagai langkah preventif penting dalam menghambat dan memulihkan perkembangan penyakit periodontal pasien dari waktu ke waktu. Kontrol plak supragingival dapat mengurangi perkembangan dan manifestasi gingivitis kronis, karena: (a) menekan kandungan bakteri secara keseluruhan, sehingga dapat mengurangi paparan patogen spesifik atau metabolit bakteri pada gingiva; (b) mengurangi daerah yang tertutup plak sehingga secara alamiah, plak menjadi lebih tipis, hal ini dapat mengurangi potensi perkembangan patogen periodontal anaerob; (c) mengurangi inflamasi gingiva sehingga arsitektur gingiva-gigi lebih baik—mengurangi pemerangkapan patogen periodontal dan menghasilkan higiene yang lebih baik; dan (d) mengurangi inflamasi, sehingga produksi eksudat berkurang—serta membatasi ekspresi/pelepasan dan proliferasi patogen periodontal yang berkembang dalam lingkungan inflamasi.

KESIMPULAN
Dengan menggunakan teknik DPIA, penelitian ini membuktikan bahwa pasta gigi baru yang mengandung stannous fluorida dan sodium heksametafosfat yang stabil dapat menghambat perkembangan plak selama periode 24 jam, yang secara signifikan, lebih baik dibandingkan penggunaan pasta gigi standar sodium fluorida.

2 komentar:

BAS November 20, 2009 at 9:29 PM  

Terima Kasih atas informasinya yah,,sekarang saya semakin mengerti tentang pasta gigi apa yang sebaiknya harus saya pilih..

Borneostride February 5, 2010 at 2:17 AM  

tq, ini jadi bahan refernsi tugas akhis saya.

Berhitung!

Pasang Aku Yaa

go green indonesia!
Solidaritas untuk anak Indonesia

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP