16 March 2009

To live and to love life as a ‘half’ dentist

Tulisan ini ditujukan untuk para koas gigi di luar sana, outside of me.

Koas = kumpulan orang serba salah [true/false?]
Hari ini aku membaca sebuah tulisan koas juniorku, tentang pesimisme menjadi seorang dokter gigi di negara Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya masih menganut paham “ngapain ke dokter gigi, kalo gue gak sakit gigi?” sebuah tantangan besar untuk memajukan bangsa ini. Ia mengatakan, “Masihkah dokter gigi diperlukan?”

Semua hal pasti ada tantangannya. Pengumpulan ilmu dan ketrampilan menjadi dokter gigi membutuhkan waktu yang sangat panjang, mengeluarkan banyak biaya untuk membeli alat dan bahan yang mahal, mengeluarkan keringat dan berjalan di siang bolong mencari pasien untuk memenuhi tuntutan kasus, membaca buku-buku tebal yang membunuh, serta menghadapi penyakit malas, dan dokter-dokter senior yang merepotkan dan selalu merasa benar. Lika-liku hidup sebagai seorang koas. Setelah semua itu terlewati dan berhasil wisuda sebagai dokter gigi yang membanggakan, kita harus berhadapan dengan masyarakat yang ‘keras kepala’ dan ‘tidak sadar diri’ tentang kondisi rongga mulutnya. Weleh...weleh...sebenarnya dimana letak kesalahannya? Kenapa penderitaan selalu menerpa kehidupan seorang dokter gigi?

If you take all of the problem in your head, then it would never be solved.
You have to start from your own brain and self, to change the way you think about people and duty to be a dentist.

Seorang dokter senior pernah berkata padaku, “Seharusnya profesi dokter ini menjadi pekerjaan sampingan...” Ngerti nggak apa maksudnya kalimat itu?

Yup!! Saat kau memutuskan menjadi seorang dokter, maka kamu sudah harus siap mengabdikan diri dan hidupmu untuk orang lain yang membutuhkan jasamu, bukan untuk mencari uang, tapi untuk menolong tanpa pamrih. Status dokter dengan segala atributnya yang membanggakan, seharusnya hanya menjadi efek samping. Humanity come first.

So, stop complaining and face the world.
Sekolah ini memang butuh waktu lama, banyak biaya, mengeluarkan air mata dan darah, merontokkan rambutmu dan membuatmu berkaca mata tebal, but this is all worthed, it is valuable, it is balancing your life with helping other people.

Everything should be hard, because if it’s not, then it wouldn’t be worthed.

Kita memiliki tugas mengubah pemikiran masyarakat tentang dokter gigi. That’s why we are here, we are needed.
In the near future, hasil semua pengorbanan itu akan terlihat. Akan ada rasa bahagia dan kebanggaan tersendiri, lebih dari mendapatkan status atau uang banyak sebagai dokter. The pure tears of happiness.

You’ll see it.
Just moving on, it wouldn’t be easy but you have to keep walking. Don’t stop in the middle of nowhere. You’ll catch anything that you wish for.



6 komentar:

him,  May 12, 2009 at 9:39 AM  

waw, ucapan ku yang jadi inspirasinya kah?

littleucrit May 29, 2009 at 1:55 PM  

woooowwwwwwww....

saluuuuttt......

never give up, mbak!!

rian,  April 14, 2010 at 8:54 PM  

kereen mbaakkk...

izin copy yaaa...
dicantumin koq blognya mbakk...
:)

Anonymous,  May 22, 2010 at 12:53 AM  

thx berat mbak..
pas bgt aq bca ini,aq bru aja nangis doraemon karena akumulasi emosi tugas kuliah,dll.
mkasih mbak sya smkin ykin mnjalani smua ini.
hidup dokter gigi indonesia.

Anonymous,  May 22, 2010 at 12:58 AM  

saya mau copy kata-kata ini boleh kak.saya mau kasih semangat buat teman-teman saya.
blognya d tulis koq.mkasih

Richard C. Lambert April 7, 2016 at 2:54 PM  

Information for high school and college student who are interested in being a dentist.tooth extraction

Berhitung!

Pasang Aku Yaa

go green indonesia!
Solidaritas untuk anak Indonesia

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP