14 April 2009

Resin-Modified Glass Ionomer Cement dan Bahan Resin-Based sebagai Sealant Oklusal: Suatu Penelitian Klinis Longitudinal

Abstrak
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan retensi, keefektivan pencegahan karies dan karakteristik superfisial dua jenis bahan yang digunakan sebagai sealant oklusal.
Metode: Sampel terdiri dari 108 anak sekolah dengan mean usia 7,5+1,25 tahun, dimana terdapat 364 gigi molar satu permanen dibagi menjadi 6 kelompok: (1) grup 1 = Delton + rubber dam [hanya digunakan dalam kelompok ini]; (2) = Delton + cotton roll; (3) grup 3 = Prime&Bond 2,1 + Delton; (4) grup 4 = Vitremer dengan perbandingan bubuk/larutan 0,25:1; (5) grup 5 = Primer + Vitremer dengan perbandingan bubuk/larutan 0,25:1; dan (6) grup 6 = Vitremer dengan perbandingan bubuk/laruran 1:1.
Hasil: Setelah 12 bulan, rata-rata retensi total kelompok 6, 1, 2, 3, 4 dan 5, secara berurutan, adalah 92%, 79%, 67%, 52%, 41%, dan 12%. Pada ketiga daerah oklusal, retensinya adalah 97%, 92%, 86%, 77%, 69% dan 36%. Untuk kriteria modifikasi: proporsi yang diuji menunjukkan selisih yang signifikan secara statistik (P < 0.05) antara grup 1 dan 3; grup 6 dan 2; serta grup 3,4 dan 5 dengan grup lainnya. Jika mempertimbangkan ketiga daerah, ditemukan perbedaan yang signifikan secara statistik (P < 0.05) antara grup 1 dan 6 dengan grup 3 dan 4, grup 2 dengan grup 4, dan grup 6 dan 5 dengan grup lainnya.
Kesimpulan: Resin-modified glass ionomer cement menjadi salah satu alternatif membandingkan sebagai suatu sealant oklusal.
Kata Kunci: Pit dan fissure sealant, resin-modified glass ionomer cement, sealant berbasis-resin
Sumber: J Dent Child 2008; 75: 134-43.

Pit dan fissure sealant telah digunakan dalam strategi preventif sejak tahun 1970an, dan menjadi perawatan non-invasif yang paling efektif untuk mencegah karies oklusal yang terhenti [arrested]. Namun, menurut suatu penelitian dari Third National Health and Nutrition Examination Survey (1988-1991) satu dari lima anak yang memperoleh manfaat metode pencegahan yang aman dan efektif ini.
Saat ini, tersedia 2 tipe pit dan fissure sealant, yaitu sealant berbasis-resin dan semen glass ionomer (GIC). Sebagian besar sealant yang dipasarkan adalah resin-based. Manfaat preventif dan retensi tipe sealant tersebut hanya dapat diperoleh dan dipertahankan selama sealant tetap utuh dan melekat pada tempatnya.
Isolasi yang kurang adekuat dan kontaminasi adalah alasan utama kegagalan sealant. Dan, gigi yang erupsi cenderung mengalami karies gigi, namun, akibat kondisi yang menguntungkan untuk akumulasi plak. Selain itu, penggunaan rubber dam pada gigi-geligi tersebut sulit dilakukan. Jadi, perlekatan bonding agent dengan sealant resin-based atau tumpatan GIC dapat menjadi alternatif dalam kasus-kasus yang tidak memungkinkan dilakukannya kontrol kelembaban secara adekuat.
Sejak mulai diperkenalkan, GIC berhasil digunakan dalam beberapa situasi klinis. Adhesi semen dengan email dan dentin yang tidak diberi perlakuan dalam kondisi lembab, biokompabilitas jaringan gigi dengan potensi pelepasan fluorida dan diperkenalkannya resin-modified GIC yang lebih kuat dan resisten merupakan alasan utama penggunaan bahan ini secara luas sebagai bahan restoratif dan bonding, terutama dalam kedokteran gigi anak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi berbagai jenis bahan dan teknik aplikasi GIC. Namun, retensi semen ini sebagai pit dan fissure sealant masih kurang memuaskan.
Penelitian terbaru membuktikan hasil yang lebih baik jika diaplikasikan lapisan bonding alternatif antara email dan sealant resin-based, setelah email yang dietsa berkontak dengan saliva. Selain mengurangi terjadinya microleakage [kebocoran mikro], teknik ini juga mengurangi efek negatif kontaminasi terhadap bond strength.
Menurut hasil tinjauan asimetrik, keefektivan sealant resin dalam mengunrangi karies sangat jelas, namun data tentang glass ionomer kurang meyakinkan. Dalam tinjauan sistematik lain oleh Mejare dkk, disimpulkan bahwa bukti-bukti yang menyatakan efek pencegahan-karies oleh fissure sealant GIC kurang lengkap. Di sisi lain, Beirute dkk, menyimpulkan bahwa tidak ada bukti bahwa bahan resin-based ataupun GIC memiliki keunggulan dalam pencegahan perkembangan karies pada pit dan fissure dari waktu ke waktu. Dalam pembahasannya, Feigal dan Donly menyatakan bahwa bahan glass ionomer dapat digunakan sebagai sealant transisional dan terbukti efektif sebagai pit dan fissure sealant jangka panjang.
Jadi, tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan membandingkan resin-modified GIC dengan sealant resin-based dengan atau tanpa suatu bonding agent, berdasarkan aspek-aspek berikut: retensi, keefektivan dalam mencegah karies, karakteristik marginal, dan karakteristik superfisial.

METODE

Penelitian ini memperoleh persetujuan dari Ethics Committee of Bauru Dental School, University of Sao Paulo, Sao Paulo, Brazil, dimana penelitian ini dikembangkan. Kriteria inklusi penelitian ini adalah surat ijin tertulis dari orang tua dan/atau wali serta setiap anak memiliki sekurang-kurangnya 2 gigi molar satu permanen tanpa kavitas.
Seluruhnya, terdapat 108 anak dengan mean usia 7,5 + 1,25 tahun (kisaran = 5 sampai 10 tahun, 11 bulan) yang direkrut dari populasi pasien di klinik gigi anak. Gigi-geligi dipilih setelah profilaksis menggunakan air-polishing prophylaxis unit (Profident, Dabi-Atlante, S. A. Ribeirao Preto, Sao Paulo, Brazil) dan dilakukan 2 radiografi bite wing untuk mengevaluasi ada/tidaknya lesi karies oklusal atau proksimal.
Digunakan sealant resin-based chemical cured (Delton, Dentsply Ind Com Ltda. Rio de Janeiro, Brazil) dengan dan tanpa bonding agent (Prime & Bond 2.1, Dentsply Ind Com Ltda). Juga digunakan resin-modified glass ionomer (Vitremer 3M Dental Product, St Paul, Minn) dalam dua macam proporsi bubuk/cairan: (1) 0,25:1 (dengan dan tanpa primer) dan (2) 1:1 (tanpa primer).
Distribusi setiap anak dalam 1 dari 6 grup mengikuti desain yang direncanakan, yaitu berdasarkan indeks DFS dan DMFS yang sama, jumlah gigi-geligi permanen (gigi molar satu kanan dan kiri rahang atas dan bawah), dan tingkat erupsinya. Multivariate analysis of variance (MANOVA) diaplikasikan pada hasil indek, dengan tingkat signifikansi 5%. Seluruh sampel terdiri dari 364 gigi, dimana terdapat sekurang-kurangnya 50 gigi dalam setiap kelompok. Split-mouth design tidak digunakan dalam penelitian ini. Jadi, setiap anak diberi perlakuan menggunakan satu bahan atau variasi teknik yang serupa dalam satu kelompok.
Pada semua kelompok, sealant diaplikasikan setelah aplikasi profilaksis menggunakan air-polishing jet (Profident, Dabi-Atlante S.A, Riberao Preto, Sao Paulo, Brazil) yang dilanjutkan dengan etsa menggunakan gel asam fosfat [37%] (Dentsply Ind Com Ltda, Petropolis, Rio de Janeiro, Brazil) selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air selama 30 detik, dan dikeringkan. Rubber dam hanya digunakan pada grup 1. Aplikasi sealant pada kelompok lainnya dilakukan dalam isolasi relatif menggunakan cotton roll.
Peralatan yang sama juga digunakan untuk polimerisasi bonding agent, primer dan Vitremer (Optilux Demetron Research Corporation, Danburry, Conn). Intensitas sinar (550 mW/cm) yang digunakan diperiksa dengan radiometer (model no. 100 curing radiometer P/N 10503 DFL Ind Com S.A, Rio de Janeiro, Brazil) sebelum penelitian dimulai setiap hari. Semua sealant hanya diaplikasikan oleh satu operator. Oklusi tidak diperiksa, karena unfilled resin sealant atau GIC akan aus akibat oklusi tanpa menimbulkan efek samping yang berbahaya. Deskripsi keenam kelompok adalah sebagai berikut:
1.Grup 1 (Delton + rubber dam) dan 2 (Delton + cotton roll). Delton diaplikasikan sesuai dengan instruksi pabrik.
2.Grup 3 (Prime & Bond 2.1 + Delton). Selapis tipis bonding agent diaplikasikan selama 20 detik menggunakan brush, dan ditipiskan menggunakan tekanan udara [air-thinned] selama 5 detik, dan curing selama 10 detik. Delton diaplikasikan di atas lapisan bonding agent sesuai dengan petunjuk pabrik.
3.Grup 4 (Vitremer 0,25:1). Bahan dicampurkan untuk memperoleh konsistensi yang lebih cair, sesuai dengan proporsi berikut ini—seperempat bubuk yang dianjurkan untuk setiap tetes cairan. Untuk memperoleh perbandingan tersebut, satui sendok penuh bubuk (Vitremer) ditimbang sebanyak 10 kali (Analytic Balance Model PL 3002, Mettler Toledo, Greinfensee, Swiss). Nilai mean (0,14629) dibagi menjadi empat untuk memperoleh jumlah bubuk yang akan digunakan (0,037 g). Kemudian, disiapkan sendok plastik lainnya dan sand paper disc (Soft Lex 3M do Brazil Ltda, Sao Paulo, Brazil) untuk memuat bubuk dalam jumlah yang disebutkan di atas, sehingga diperoleh perbandingan bubuk/cairan baru yang terstandardisasi. Bahan cair ini diinsersikan dalam fissure menggunakan sonde dan dilakukan curing selama 40 detik.
4.Grup 5 (Primer + Vitremer 0,25:1): Primer diaplikasikan menggunakan brush (KG Brush-KG Sorensen Ind Com Ltda Barueri S.P, Brazil) selama 30 detik, kemudian dikeringkan dengan semprotan udara selama 15 detik, dan curing selama 20 detik. Cara aplikasi Vitremer sama dengan grup 4.
5.Grup 6. Vitremer (1:1): Digunakan perbandingan bubuk/cairan sesuai dengan aturan pabrik. Bahan diinsersikan ke dalam fissure menggunakan spatula logam (Thompson no. 9-Dental MFG Co. Missoula, Mont, AS) dan dilakukan curing selama 40 detik.

Prosedur blinding pemeriksa terhadap bahan tidak mungkin dilakukan, karena Delton dan Vitremer terlihat sangat berbeda satu sama lain. Namun, blinding pemeriksaan mungkin dilakukan, karena menggunakan berbagai macam teknik pada setiap bahan.
Retensi sealant (total = TR’ parsial = PR, dan hilang = L) dievaluasi pada bulan ke 6 dan 12 oleh dua orang pemeriksa yang telah dikalibrasi dan bekerja sama menggunakan kriteria yang dimodifikasi dari Ryge dan Snyder (Tabel 5). Retensi berdasarkan area, yaitu pada mesio-oklusal (MO), sentral-oklusal (CO) dan disto-oklusal (DO) juga dievaluasi. Sealant diperiksa secara klinis menggunakan inspeksi visual dan lampu operasi yang terang, serta sonde dan dikeringkan dengan semprotan udara. Reproduksibilitas intra- dan inter-pemeriksa pada gigi-geligi yang ditumpat, untuk karakteristik superfisial dan retensi tumpatan selama proses pemeriksaan-ulang kurang lebih 20%, berdasarkan Cohen’s kappa test. Hasilnya dianalisis menggunakan uji perbandingan multipel Tukey, dengan tingkat signifikansi 5%.

HASIL
Dalam hal retensi, reproduksibilitas inter- dan intra-pemeriksa, secara berurutan, adalah 0,88 dan 0,93. Dalam hal karakteristik superfisial, reproduksibilitasnya, masing-masing, adalah 0,889 dan 0,80 sampai 0,85.
Pada awal penelitian, sealant diaplikasikan pada 108 anak, 98 diantaranya menjalani pemeriksaan follow up selama 6 bulan dan 88 anak lainnya kembali setelah 12 bulan. Dan pada dua kesempatan tersebut, masing-masing, terdapat 329 dan 293 gigi yang diperiksa.
Retensi semua grup yang menggunakan kriteria modifikasi atau kriteria area, masing-masing, diuraikan dalam Tabel 1 dan 2.
Retensi total (Alfa) menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kedua periode evaluasi. Pada periode 6 bulan, ditemukan perbedaan yang signifikan antara: (1) grup 5 dengan kelima grup lainnya, dan (2) grup 6 dengan grup 3 dan 4. Pada periode 12 bulan, ditemukan perbedaan yang signifikan antara (1) grup 5 dengan kelima grup lainnya, (2) grup 6 dengan grup 2 dan 3; dan (3) grup 4 dengan grup 1 dan 6.
Pada bulan keenam, jika mempertimbangkan retensi total pada ketiga area secara bersamaan, diperoleh perbedaan yang signifikan, antara: (1) grup 1 dengan grup 3, (2) grup 6 dengan grup 2, (3) grup 3 dengan grup 4, dan (4) grup 4 dan 5 dengan keempat grup lainnya. Perbedaan yang signifikan juga ditemukan pada periode 12 bulan, antara: (1) grup 1 dan 6 dengan grup 3 dan 4, (2) grup 2 dengan grup 4 dan 6, dan (3) gruip 5 dengan kelima grup lainnya. Dalam hal 3 kategori retensi (TR, PR, L), tidak ditemukan perbedaan yang signifikan secara statistik pada ketiga area, pada periode 6 dan 12 bulan. Meskipun tidak ada daerah TR yang prevalen pada kedua periode evaluasi, L paling prevalen pada daerah MO, meskipun perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik.
Gigi yang tidak ditumpat mengalami karies pit dan fissure selama 6 bulan pertama penelitian (Tabel 3). Setelah 12 bulan, ditemukan 7 karies gigi pada grup 2,3 dan 5, namun perbedaannya tidak signifikan. Dua dari lesi-lesi tersebut mencapai dentik dalam grup 2 dan 5 (Tabel 4).
Diskrepansi marginal ditemukan pada semua kelompok. Pada bulan ke 6, grup 5 memiliki jumlah gigi terbanyak yang mengalami diskontinyuitas marginal (63%), yang sama dengan kurang dari 50% kontur asli, sedangkan grup 6 tidak memiliki kasus. Grup 5 memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelima grup lainnya (P < 0.05). Grup 6 memiliki perbedaan yang signifikan dengan grup 3, 4 dan 5 (Tabel 3). Setelah 6 bulan, semua kelompok memiliki penambahan jumlah gigi yang mengalami diskrepansi marginal. Hanya 6 gigi (10%) dalam grup 5 yang masih memiliki kontur asli. Hasil tersebut dinyatakan signifikan jika dibandingkan dengan grup 2, 3, 4 dan 6 (Tabel 4).
Pada bulan ke 6, hanya gigi-geligi yang ditumpat dengan resin-modified GIC yang mengalami diskolorisasi marginal. Diskolorisasi dinyatakan prevalen dalam grup 4 (24%) yang diikuti dengan grup 5 (12%). Ditemukan perbedaan yang signifikan antara (1) grup 4 dengan grup 1, 2, 3 dan 6; dan (2) grup 5 dengan grup 2 dan 3 (Tabel 3). Pada periode 12 bulan, meskipun grup 3 mengalami diskolorisasi marginal pada 2 gigi, insiden terbesarnya ditemukan dalam grup 6 (33%), dimana ditemukan perbedaan yang signifikan antara: (1) grup 4 dan 6 dengan grup 1 dan 2, dan (2) grup 3 dan 5 dengan grup 1 dan 2 (Tabel 4).
Pada periode 6 dan 12 bulan, perubahan tekstur superfisial hanya ditemukan pada gigi-geligi yang ditumpat dengan resin-modified GIC. Perbedaan antara grup 4, 5 dan 6 dibandingkan dengan grup 1,2 dan 3 dinyatakan signifikan secara statistik (Tabel 3), dan kemajuan ditemukan dalam grup 6 (Tabel 4) pada evaluasi kedua.
Pada periode 6 bulan, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dalam hal diskolorisasi superfisial pada setiap kelompok (Tabel 3). Namun, pada periode 12 bulan, grup 4 dan 5 memiliki jumlah gigi terbanyak yang tidak mengalami diskolorisasi superfisial, dan ditemukan perbedaan yang signifikan secara statistik antara grup tersebut dengan grup 1 (Tabel 4). Gambar 1 sampai 3 menunjukkan foto klinis beberapa tumpatan pada periode 12 bulan.

PEMBAHASAN
Sealant merupakan salah satu komponen penting dalam praktek modern, berbasis-ilmiah dan berorientasi pada pencegahan. Jika diaplikasikan pada masa kanak-kanak, memiliki efek preventif-karies jangka panjang. Bahan ini paling efektif diaplikasikan pada pasien yang beresiko mengalami karies oklusal. Strategi penumpatan gigi-geligi yang beresiko tinggi dan rendah akan memberikan hasil yang lebih baik, namun dibutuhkan biaya tambahan dibandingkan dengan penumpatan yang dilakukan hanya pada gigi-geligi beresiko saja. Seperti yang ditemukan oleh Bhuridei dkk, gigi-geligi molar satu permanen yang telah diberi sealant, jarang membutuhkan perawatan restoratif dibandingkan dengan gigi-geligi tanpa sealant. Menurut Badovinac dkk, penggunaan kriteria dmfs + DMFS > 0 dapat membantu tenaga profesional kesehatan masyarakat dalam menentukan anak-anak yang harus diberi aplikasi sealant, jika sumber dayanya tidak memungkinkan untuk aplikasi sealant pada semua anak.
Terdapat beberapa aspek yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagaln aplikasi sealant, seperti karakteristik pasien atau gigi, bahan yang digunakan, teknik aplikasi, dan ketrampilan operator.
Beberapa penelitian yang membandingkan sealant resin-based dan GIC sebagai sealant seringkali menggunakan desain split mouth untuk mengurangi pengaruh pasien. Desain ini tidak digunakan dalam penelitian ini karena kedua bahan yang dievaluasi dengan/tanpa 2 macam bonding agent dan menggunakan 4 macam teknik. Maka, diputuskan untuk menggunakan 1 macam variasi per anak. Untuk distribusinya, digunakan indeks karies yang sama, dimana 15% anak berpartisipasi dalam penelitian klinis lain yang menguji Vitremer dan bahan berbasis-komposit. Menggunakan dasar pemikiran bahwa aplikasi restorasi glass ionomer akan meningkatkan konsentrasi fluorida dalam saliva selam periode waktu yang cukup lama. Diketahui bahwa sistem pelepasan fluorida secara perlahan dan jangka panjang dapat menjadi langkah preventif karies yang efektif, menurut Koch dan Hatibovic-Kofman, serta dapat menutupi beberapa perbedaan bahan dalam rongga mulut yang sama.
Aplikasi sealant dalam kondisi normal sangat penting (angka kegagalan yang tinggi cenderung disebabkan oleh kontaminasi kelembaban yang tidak diinginkan). Beberapa penelitian yang membandingkan aplikasi Delton menggunakan isolasi rubber dam dan cotton roll tidak menunjukkan selisih nilai retensi yang signifikan. Berdasarkan hasil tinjauan sistematik, penggunaan rubber dam tidak mempengaruhi retensi sealant resin-based autopolimerisasi. Dalam penelitian ini, penggunaan rubber dam untuk meningkatkan retensi Delton, tidak dibutuhkan. Meskipun aplikasi sealant menggunakan cotton roll kurang nyaman bagi pasien anak dan membutuhkan ketrampilan operator, isolasi rubber dam dianjurkan jika gigi telah cukup erupsi agar dapat menahan klem-nya, dan jika gigi terletak dalam satu kuadran yang membutuhkan operative denistry. Namun, isolasi rubber dam tidak dianjurkan jika hanya untuk satu tumpatan karena dibutuhkan anestetik lokal untuk memasangkan klem. Dan, jika menunggu sampai gigi molar erupsi sempurna untuk aplikasi fissure sealant menggunakan rubber dam, dibutuhkan biaya yang lebih banyak, serta gigi mungkin saja mengalami karies selama fase eruptif.
Khasiat sealant dalam pencegahan karies berhubungan dengan kinerja jangka panjang dan masa retensi. Evaluasi sealant seringkali menggunakan tiga kriteria: (1) retensi sempurna, (2) retensi parisal, dan (3) terlepas seluruhnya. Beberapa penelitian melakukan evaluasi retensi berdasarkan area. Evaluasi berdasarkan tipe area mempermudah analisis yang lebih jelas tentang retensi tumpatan dan insiden lokal karies, serta hubungannya.
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menyelidiki bahan atau teknik yang dapat meminimalisir kesulitan memperoleh kontrol saliva yang adekuat dan meningkatkan bonding email-sealant. Bonding agent dibuat untuk meningkatkan perlekatan/adhesi resin terhadap email. Beberapa penelitain terbaru mendukung hipotesis bahwa bahan tersebut menghasilkan adhesi yang sempurna terhadap email dan dapat mengatasi efek negatif kontaminasi saliva. Namun, hasil penelitian ini tidak membuktikan penemuan Feigal dkk, tersebut. Jika Delton digunakan bersama bonding agent (grup 3), TR—dengna mempertimbangkan kedua kriteria evaluasi (Tabel 1 dan 2)—lebih inferior dibandingkan dengan penggunaan bahan yang sama tanpa adhesif, meskipun perbedaannya tidak signifikan.
Hasil penelitian ini mendukung penemuan terdahulu oleh Boksman dkk, yang tidak membuktikan peningkatan nilai retensi menggunakan bonding agent, yang diaplikasikan sebelum sealant resin-based dan rubber dam. Jadi, sepertinya kontaminasi, ada ataupun tidak, tidak dipengaruhi oleh kinerja sealant-adhesif. Dalam penelitian ini, hanya satu lapisan bonding agent yang di-curing sebelum aplikasi Delton, karena untuk menggunakan prosedur tambahan maka dibutuhkan tingkat kooperatif anak yang lebih tinggi—yang terkadang, menjadi salah satu masalah dalam kedokteran gigi anak. Hasil penelitian ini juga mendukung penemuan Pinar dkk, yang tidak menemukan perbedaan antar sealant, dengan dan tanpa bonding agent, yang dihubungkan dengan integritas marginal, diskolorisasi marginal dan bentuk anatomis.
Dilaporkan bahwa retensi sealant resin-based lebih baik dibandingkan dengan sealant glass ionomer. Dalam penelitian ini, Vitremer dengan perbandingan bubuk/cairan 1:1 memiliki nilai retensi tertinggi pada kedua sistem evaluasi, pada bulan ke 6 dan 12 (Tabel 1 dan 2). Dibandingkan dengan grup 4 dan 5, hasil ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor. Karena dalam grup 6, tidak digunakan Vitremer dalam konsistensi cairan, sifat fisik dan mekanisnya tetap terjaga, sehingga kelarutannya berkurang. Dan diapilkasikan menggunakan tekanan, yang mengurangi pembentukan gelembung internal, sehingga porositas yang berperan dalam kelemahan bahan. Namun, ditemukan juga bahwa primer berperan dalam TR terparah dalam grup 5, yang mengganggu adhesi Vitremer terhadap email. Hasil ini sesuai dengan penelitian lainnya, dimana primer diaplikasikan tanpa perlakuan etsa asam email terlebih dahulu.
Etsa asam email berperan penting dalam retensi bahan adhesif. Hasil penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa etsa permukaan oklusal akan meningkatkan perlekatan GIC pada email. Hal ini meningkatkan tampilan bahan, yang juga dibuktikan dalam beberapa penelitian lain menggunakan GIC konvensional atau resin-modified, yang diaplikasikan setelah etsa, dibandingkan dengan aplikasi tanpa etsa asam.
Hubungan antara Vitremer dalam perbandingan bubuk/cairan 1:2, dan primer menghasilkan nilai retensi sebesar 59% dan 36%, masing-masing pada periode 6 dan 12 bulan. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dalam penelitian ini (yaitu, 30% dan 12%) pada periode evaluasi yang sama, mungkin disebabkan oleh tingginya proporsi bubuk yang digunakan dan ketrampilan operator dalam penggunaan berbagai macam evaluasi klinis. Dengan perbandingan bubuk/cairan 1:3, Villela menemukan nilai retensi yang sama pada periode 6 dan 12 bulan, yang lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian ini. Namun, dalam penelitian tersebut, para peserta berusia lebih tua dan gigi-geligi yang ditumpat adalah gigi premolar, yang terbukti memiliki angka retensi lebih tinggi dibandingkan dengan gigi molar karena bentuk anatomi permukaan oklusal dan lokasinya dalam rongga mulut, dimana gigi premolar memperoleh tekanan mastikasi yang lebih ringan.
Evaluasi retensi juga dilakukan dengan membandingkan 3 area pada permukaan oklusal (mesial-oklusal, sentral-oklusal, dan distal-oklusal) untuk mendeteksi area yang memiliki adhesi terburuk. Setelah 12 bulan, Valsecki dkk memperoleh nilai retensi total sebesar 83% untuk Delton, dalam penelitian ini, hasil yang sama diperoleh dari grup 2. Meskipun memiliki nilai retensi terkecil di daerah distal, penelitian ini tidak dapat mendeteksi perbedaan yang signifikan. Bahkan, retensi terendah yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pada area DO dan MO, pada kedua periode evaluasi. Harus ditekankan bahwa observasi ini dilakukan pada berbagai area dan menemukan keberhasilan (TR) dan kegagalan (PR/L) pada semua kelompok. Untuk gigi yang sedang erupsi, kontrol kelembaban di area DO paling sulit dilakukan, dan MO adalah area yang pertama kali berkontak dengan gigi antagonisnya. Jadi, aspek ini menjelaskan retensi yang terjadi. CO adalah area yang paling terlindungi dari kontak oklusal dan kontaminasi, dan karena memiliki ketebalan bahan yang lebih besar, jumlah sealant yang larut lebih sedikit.
Dalam penelitian ini, angka retensi grup 4 pada ketiga area adalah 69% pada periode 12 bulan, lebih tinggi dibandingkan presentase sebesar 50% yang diperoleh dalam penelitian lainnya, yang mengaplikasikan bahan dan teknik yang sama, hanya memiliki perbedaan dalam hal usia peserta. Jadi, selisih nilai retensi yang ditemukan mungkin berhubungan dengan ketrampilan dan pengalaman klinis operator.
Beberapa penelitian laboratorium yang mengevaluasi Vitremer dengan rasio 0,25:1 menunjukkan aspek-aspek menarik dalam konsistensi tersebut. Dengan menggunakan proporsi tersebut atau yang direkomendasikan oleh pabrik, penetrasi Vitremer ke dalam fissure, serta microleakage marginal, adalah sama. Aspek lain yang harus dipertimbangkan adalah pelepasan fluorida. Telah dibuktikan bahwa campuran Vitremer dengan rasio 0,25:1 melepaskan fluorida dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan bahan sesuai indikasi pabrik (1:1). Meskipun hasil penelitian klinis dan laboratorium tersebut masih membutuhkan konfirmasi lebih lanjut, mereka menunjukkan bahwa Vitremer merupakan salah satu alternatif yang tepat sebagai bahan tumpatan, sehingga aplikasinya pada anak-anak bertambah.
Penemuan karies dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang tidak menemukan perbedaan signifikan antara sealant glass ionomer dan resin-based. Hanya pada periode 12 bulan ditemukan karies pada 7 gigi, dimana 5 diantaranya ditumpat dengan sealant resin-based dan 2 gigi ditumpat dengan primer dan Vitremer (0,25:1). Mungkin, hasil dalam grup 5 berhubungan dengan nilai retensi terendah.
Seperti yang ditemukan oleh Winkler dkk, jenis kegagalan yang terjadi dalam penggunaan tumpatan resin-based dan glass ionomer berbeda-beda. Sealant resin-based terlihat terlepas dalam bentuk potongan, yang meninggalkan iregularitas. Sebaliknya, resin-modified GIC tidak mengalami iregularitas marginal namun mengalami keausan secara berlebihan. Hal ini disebabkan oleh ketahanan fraktur dan kecepatan keausan akibat sikat gigi atau tekanan gesekan bahan resin-modified GIC lebih besar dibandingkan dengan sealant resin.
Diskolorisasi marginal pada sealant resin-modified glass ionomer ditandai dengan kontur yang lebih cerah/muda. Warna gelap (A3) dan waktu pengeringan yang berlebihan digunakan dalam pemeriksaan klinis, hal ini mungkin mempengaruhi klasifikasi tersebut.
Perubahan tektur superfisial terbesar juga ditemukan pada resin-modified GIC. Karakteristik bahan ini, seperti porositas dan protrusi partikel kaca, berperan dalam kekasaran bahan. Untuk diskolorisasi superfisial, grup 1 memiliki jumlah terbanyak gigi yang mengalami perubahan. Meskipun kelompok lainnya juga mengalami perubahan marginal dan superfisial, tumpatan tidak mengalami kerusakan.
Beberapa penelitian klinis menggunakan GIC sebagai sealant menunjukkan bahwa retensi sempurna tidak dibutuhkan untuk pencegahan karies. Meskipun, dilaporkan bahwa fissure yang ditumpat menggunakan glass ionomer lebih resisten terhadap demineralisasi in vitro dibandingkan dengan fissure yang tidak ditumpat, meskipun tampilan klinisnya telah hilang, akan menarik jika menyelidiki apakah bahan mampu memperoleh retensi sempurna. Resin-modified GIC yang digunakan sebagai sealant mampu berperan sebagai suatu barier fisik. Ditemukan peningkatan retensi yang signifikan, setelah dilakukan etsa asam email sebelum aplikasi semen, hal ini mengkonfirmasi data penelitian ini.
Secara umum, nilai retensi sealant dievaluasi setelah satu kali aplikasi, dan aplikasi-ulang tidak dinyatakan sebagai kasus retensi parsial bahan. Namun, pada anak-anak yang beresiko-karies tinggi, perbaikan sealant harus dilakukan jika terjadi kehilangan retensi parsial atau secara keseluruhan.
Pada periode 12 bulan, tidak ada gigi (Tabel 1) dan hanya beberapa area gigi (Tabel 2) yang mengalami kehilangan seluruh tumpatan sealant-nya. Jika mempertimbangkan hasil tersebut, semua teknik dinyatakan efektif, sesuai dengan protokol klinis periode pemeriksaan sealant. Dibutuhkan lebih banyak penelitian klinis longitudinal untuk membandingkan berbagai jenis bahan sealant dalam mencegah karies. GIC—terutama resin-modified GIC yang memiliki resistensi abrasi, adhesi pada fissure gigi, nilai retensi dan sifat kariostatik yang lebih baik—merupakan salah satu alternatif tumpatan sealant yang menarik.

KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa resin-modified glass ionomer cement dapat menjadi salah satu alternatif yang efisien dan menjanjikan sebagai bahan sealant oklusal, meskipun dibutuhkan lebih banyak penelitian jangka panjang. Vitremer dengan perbandingan bubuk/cairan yang normal (1:1) memiliki sifat retensi yang lebih baik dibandingkan dengan Delton dan isolasi menggunakan cotton roll, dengan atau tanpa bonding agent. Prime & Bond 2:1 yang digunakan sebagai lapisan intermediet tidak meningkatkan angka retensi Delton. Lesi karies ditemukan pada beberapa gigi, namun tidak ditemukan selisih yang signifikan pada setiap kelompok. Meskipun ditemukan perubahan superfisial dan marginal pada semua kelompok, secara klinis, tumpatan sealant masih cukup baik setelah periode 12 bulan.


0 komentar:

Berhitung!

Pasang Aku Yaa

go green indonesia!
Solidaritas untuk anak Indonesia

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP