Pengaruh Kesesuaian dan Panjang Pasak Terhadap Resistensi Fraktur
Abstrak
Tujuan: Untuk menyelidiki (i) pengaruh kesesuaian pasak [kongruensi-bentuk] dan (ii) pengaruh panjang pasak terhadap resistensi fraktur akar yang mengalami kerusakan parah dan diobturasi pada gigi yang telah diekstraksi.
Metodologi: Sembilan puluh enam gigi manusia berakar tunggal diisi dan dibagi menjadi empat kelompok [n = 24 per grup]. Ruang pasak dipreparasi sampai kedalaman 6 mm [Grup 1,3] dan 3 mm [Grup 2,4]. Kongurensi-bentuk yang memiliki kesesuaian pasak maksimal dalam runag saluran akar ditemukan dalam Grup 1 dan 2, sedangkan dalam Grup 3 dan 4 tidak terjadi kongruensi-bentuk. Dalam semua kelompok, pasak glass fibre reinforced composite [FRC] disementasi menggunakan bahan adhesif dan dibuatkan mahkota komposit secara direct tanpa ferrule. Setelah diberi beban termo-mekanis [1.200.000x, 5-50oC], diaplikasikan tekanan statis sampai terjadi fraktur. Dilakukan perbandingan pemberian beban-sampai-fraktur [dalam satuan N] antar kelompok.
Hasil: Kesesuaian pasak tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap resistensi fraktur, seberapapun panjang pasak yang digunakan. Dalam dua kelompok dimana pasak diinsersikan sedalam 6 mm, menghasilkan beban fraktur rata-rata yang lebih tinggi Grup 1, 394 N; Grup 3, 408 N] dibandingkan dengan kelompok yang preparasi ruang pasaknya 3 mm [Grup 2, 275 N; grup 4, 237 N].
Kesimpulan: Meskipun penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, resistensi fraktur gigi-geligi yang direstorasi menggunakan pasak FRC dan mahkota komposit resin direct tanpa ferrule tidak dipengaruhi oleh kesesuaian pasak dalam saluran akar. Hasil penelitian ini mengimplikasikan bahwa preparasi ruang pasak yang berlebihan untuk memperoleh kesesuaian pasak sirkumferensial yang optimal tidak meningkatkan resistensi fraktur akar.
Kata Kunci: Pasak endodontik; kecocokan-bentuk; resistensi fraktur; penelitian in vitro; ruang pasak.
Sumber: International Endodontic Journal, 2009;42: 47-53.
PENDAHULUAN
Karena gigi-geligi yang telah diisi seringkali memiliki struktur koronal gigi yang tidak mencukupi, pemasangan pasak perlu dilakukan untuk memberikan retensi yang adekuat bagi inti dan restorasi akhirnya. Telah dikembangkan beberapa alternatif cast post-and-core termasuk pembuatan pasak sediaan dan inti custom-made dari bahan komposit yang mempermudah prosedur restoratif di kursi unit. Pasak fibre-reinforced composite [FRC] yang direkatkan menggunakan bahan adhesif menjadi lebih populer karena memiliki sifat mekanis dan estetik yang menguntungkan. Antara lain, modulus elastisitas pasak FRC hampir sama dengan dentin, sehingga tekanan yang ditransmisikan oleh pasak ke dentin akar lebih rendah dibandingkan jika menggunakan bahan lain, seperti titanium atau zirconia. Masih diperdebatkan apakah transmisi tekanan dan rigiditas pasak mempengaruhi resistensi fraktur dan/atau mode kegagalan akar gigi yang diisi dengan pasak. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan pembebanan gigi yang telah diisi antara lain morfologi gigi, teknik restoratif, dan banyaknya jaringan gigi yang hilang.
Dalam pemasangan pasak yang sesuai dengan protokol klinis standar, digunakan pilot drill untuk membuat kongruensi-bentuk saluran akar sampai ke sepertiga apikal akar untuk memperoleh kesesuaian dan retensi pasak primer. Kesesuaian pasak yang dioptimalkan ini dinamakan ‘form-congruence/kecocokan-bentuk’ dan ditujukan untuk memaksimalkan adaptasi pasak pada dinding saluran akar di sekitarnya dengan interfase semen dentin-pasak yang tipis dan merata. Diduga bahwa kongruensi-bentuk memungkinkan terjadinya distribusi tekanan pada dinding saluran akar selama fungsi klinis. Schmage dkk, [2005] menyelidiki kongruensi-bentuk lima pasak titanium sediaan yang direkatkan menggunakan semen zinc fosfat dan menemukan bahwa celah semen rata-rata bervariasi antara 33 sampai 62 m, tergantung pada sistem pasak yang digunakan. Pada gigi yang diisi menggunakan cast post-and-core dan mahkota yang direkatkan dengan semen zinc fosfat, ditemukan peningkatan resistensi fraktur yang signifikaan jika terjadi adaptasi maksimum pasak taper pada struktur akar yang tersisa. Efek tersebut tidak ditemukan jika menggunakan pasak paralel. Namun, preparasi ruang pasak memiliki beberapa resiko. Kurvatura dan potongan-melintang setiap saluran akar dapat mempengaruhi preparasi tersebut dan melemahkan akar atau bahkan mengakibatkan perforasi akar. Lang dkk, [2006] menyelidiki pengaruh prosedur endodontik terhadap deformasi gigi-geligi anterior dan menemukan bahwa stabilitasnya semakin berkurang seiring dengan dilakukannya setiap tahap preparasi saluran akar. Penurunan stabilitas yang signifikan terjadi jika ruang pasak dipreparasi, terutama setelah transformasi preparasi pasak konis/kerucut menjadi bentuk silindris/bulat. Disimpulkan bahwa jika struktur gigi yang dihilangkan cukup banyak dan geometri alami saluran akar berubah, maka akan timbul efek de-stabilitas pada akar gigi yang diisi. Salah satu penelitian terbaru menggunakan analisis komputasional, eksperimental, dan fraciographic menguraikan pengaruh inner dentine [dentin bagian dalam], yang terletak di sekitar saluran akar, terhadap resistensi fraktur gigi. Jelas, bukan hanya ketebalan dinding dentin yang menstabilkan akar tapi juga keberadaan inner dentine yang memiliki modulus elastisitas lebih rendah dibandingkan dengan dentin bagian luar yang lebih termineralisasi. Pada saluran akar ireguler yang memiliki potongan-melintang oval, dibutuhkan diameter drill yang besar untuk memastikan kesesuaian pasak sirkumferensial, jadi banyak struktur inner dentine yang dibuang. Namun, pemilihan pasak yang sesuai dengan diameter alami slauran akar tanpa preparasi, yang ditujukan untuk mempertahankan substansi inner dentine, menyebabkan longgarnya pasak dalam saluran ireguler [tidak ada kongruensi-bentuk].
Segera setelah pasak direkatkan menggunakan bahan adhesif pada dinding saluran akar, kesesuaian pasak yang ideal dalam saluran akar [kongurensi-bentuk] tidak terlalu penting, seperti jika ruang diisi menggunakan luting komposit. Namun, penyusutan lapisan semen resin yang lebih tebal akibat pasak yang tidak sesuai, akan mengganggu kinerja klinis jangka panjang. Sebaliknya, setelah dilakukan preparasi ruang pasak terstandardisasi [menggunakan post hole drill yang disuplai oleh pabrik] dan prosedur bonding optimal., faktor konfigurasi kavitas yang tinggi akan mengakibatkan pembentukan celah pada interfase semen-dentin ataupun pada interfase semen-pasak. Untuk mengurangi ketebalan semen resin dalam ruang pasak ireguler, Grandini, dkk [2003, 2005] menganjurkan dilakukannya relining pasak pra-sementasi menggunakan komposit flowable [pasak anatomis] untuk sementasi pasak fiber guna meningkatkan kesesuaiannya dalam ruang pasak. Dengan latar belakang tersebut, penggunaan teknik adhesif untuk sementasi pasak dan preparasi ruang pasak minimal untuk mengurangi pembuangan jaringan keras lebih banyak dipilih dalam praktek klinis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki pengaruh kongurensi-bentuk pasak glass FRC yang direkatkan menggunakan bahan adhesif dan panjang pasak terhadap resistensi fraktur akar gigi yang diisi. Hipotesis null yang digunakan adalah (i) adanya kongurensi-bentuk antara pasak dengan preparasi ruang pasak dan/atau (ii) mengurangi panjang pasak tidak akan mempengaruhi beban fraktur gigi yang akarnya telah diisi dan direstorasi menggunakan pasak glass FRC yang direkatkan menggunakan bahan adhesif dan mahkota komposit direct.
BAHAN DAN METODE
Sembilan puluh enam gigi manusia berakar tunggal [gigi insisivus lateral rahang atas dan gigi premolar dua rahang bawah] yang telah dicabut dipilih sesuai dengan kriteria berikut: lurus, akar sehat, bagian apikal telah terbentuk sempurna, tidak ada karies akar, dan tidak terdapat garis fraktur di sepanjang akar. Gigi-geligi yang memiliki dimensi sama pada cementoenamel junction [CEJ], yaitu diameter akar dan ketebalan dinding dentin, didistribusikan secara merata ke dalam empat kelompok. Gigi-geligi direndam dalam larutan timol 0,1% sampai proses selanjutnya. Mahkota klinis dipotong pada 1 mm di bawah CEJ bukal menggunakan bur intan, sehingga menyisakan akar sepanjang 13 + 1 mm. Semua akar dibersihkan menggunakan skaler.
Preparasi saluran akar dilakukan menggunakan instrumen rotary NiTi [Race, FKG, La Chaux-de-Fonds, Swiss] dengan bilasan sodium hipoklorit 1% secara intermiten sampai ukuran apikal 45. Kemudian saluran akar dikeringkan menggunakan paper point dan diisi dengan gutta percha menggunakan kompaksi vertikal [Obtura II, Obtura Corp. Fenton, MO, AS] dan sealer epoksi [AH plus, Dentsply De Trey, Konstanz, Jerman].
Dalam setiap kelompok, digunakan pasak glass FRC sediaan [FRC Postec, Ivoclar Vivadent, Schaan, Liechenstein] dengan taper/keruncingan sebesar 9,3%. Ruang pasak dipreparasi menggunakan drill yang sesuai dan keruncingan yang sama dalam handpiece contra-angle berkecepatan-rendah, yaitu pada 1000 rpm. Untuk panjang pasak 3 mm [Grup 2 dan 4], 3 mm apikal pasak dipotong agar diperoleh dimensi diameter pasak yang sama pada regio servikal semua spesimen [Gambar 1].
Dalam Grup 1 dan 2, ukuran dan bentuk bur disesuaikan dengan pasak FRC untuk memastikan kesesuaian pasak yang optimal [kongruensi-bentuk antara pasak dengan ruang pasak]. Dalam Grup 3 dan 4, dilakukan preparasi ruang pasak yang lebih ekstensif untuk mensimulasi kongruensi-bentuk yang hilang antara pasak dengan ruang pasak. Oleh karena itu, pilot drill diperpendek menjadi 3 mm apikal [Grup 2] dan 6 mm [Grup 4]. Karena drill berbentuk konus/kerucut, diameter preparasi ruang pasak bertambah kurang lebih sebanyak 300 m sesuai dengan panjangnya. Secara teoretis, diskrepansi antara ruang pasak dengan diameter pasak dalam luas ruang sirkumferensial sebesar 150 m menunjukkan bahwa pasak terletak di bagian tengah ruang pasak. Bagian koronal pasak pada setiap grup direduksi pada batas yang sama, yaitu 2,5 mm di atas orifisium saluran akar.
Prosedur Restoratif
Sebelum dilakukan sementasi pasak, ruang pasak dibilas menggunakan air selama 30 detik kemudian dikeringkan dengan semprotan udara selama 5 detik dan paper point. Kemudian, semua permukaan dentin dietsa menggunakan one step [Ultra-etch, asam fosfat 35%] selama 15 detik, dibilas dengan semprotan udara selama 5 detik dan paper point, sehingga permukaan sedikit lembab. Sistem adhesif dual-cure [Excite DSC, Ivoclar, Vivadent] dicampurkan dan diaplikasikan pada permukaan sampel selama 30 detik. Digunakan aliran udara lembut untuk menguapkan larutan disolusi. Pasak FRC dibersihkan menggunakan alkohol dan silanate [Monobond-S Ivoclar Vivadent] selama 60 detik. Bahan luting resin dual-cure [Multicore Flow, Ivoclar Vivadent] dicampurkan dan diinjeksikan ke dalam saluran akar yang telah dipreparasi menggunakan tip yang sesuai [C-R NeedleTubes, Centrix, Shelton, CT, AS]. Kemudian, pasak dimasukkan menggunakan tekanan jari selama 10 detik. Kelebihan semen diratakan menggunakan brush menjadi suatu lapisan tipis yang menutupi permukaan oklusal spesimen. Dilakukan light-curing semen [Optilux 500, Demetron/Kerr, Danburry, CT, AS] selama 40 detik dalam arah oklusal.
Untuk merestorasi bagian koronal gigi, dibuat mahkota komposit secara direct menggunakan bahan yang sama [Multicore Flow]. Meskipun diameter servikal akar sedikit berbeda, dibuat mahkota standar [tinggi 4 mm] menggunakan cetakan transparan [Pella crowns, Odus, Dietikon, Swiss] yang sesuai dengan bentuk anatomis permukaan oklusal. Resin komposit diaplikasikan ke dalam cetakan, tanpa gelembung udara bebas, diadaptasikan pada permukaan gigi kemudian dilakukan light curing pada setiap sisi selama 40 detik. Terakhir, kelebihan resin komposit pada daerah servikal dibersihkan dan dilakukan finishing tepi-tepi restorasi menggunakan bur intan yang halus. Pada setiap spesimen, ujung pasak dilapisi dengan komposit resin setinggi kurang lebih 1,5 mm.
Beban Mekanis
Akar semua spesimen dilapisi dengan polyvinylsiloxane setebal 0,3 mm [President light body, Coltene-Whaledent AG, Altstatten, Swiss] untuk mensimulasi ligamentum periodontal [PDL]. Spesimen difiksasi menggunakan komposit light-curing pada holder logam custom-made [Provac, Balzers, Liechtenstein]. Kemudian, akar-akar tersebut ditanam dalam resin akrilik self-curing [Demotec 20, Demotec Siegfried Demel, Nidderau, Jerman] sehingga CEJ terletak kurang lebih 1,5 mm di atas batas tinggi tulang simulasi [yaitu, batas atas medium tanam]. Setelah penanaman, sampel direndam dalam air sampai proses pemberian beban.
Semua spesimen diberi beban mekanis pada bagian tengah permukaan oklusal menggunakan computer-controlled masticator [CoCoM 2, PPK, Zurich, Swiss]. Pemberian tekanan terdiri dari 1,2 juta beban sebesar 49 N pada 1,7 Hz yang dihasilkan oleh cusp manusia. Tekanan termal diaplikasikan secara simultan [3000 siklus termal antara 5/50oC]. Kondisi tersebut diduga mensimulasikan fungsi klinis selama 5 tahun [Krejet dkk, 1994].
Setelah pemberian beban termo-mekanis [TML], resistensi fraktur diuji menggunakan universal testing machine [Zwick, Ulm, Jerman]. Spesimen difiksasi pada suatu holder logam dimana sumbu panjang akar berada pada sudut 45o terhadap arah beban. Tin foil [ketebalan 0,5 mm] diletakkan di antara steel sphere dengan mahkota untuk menghindari puncak beban pada permukaan mahkota resin komposit. Beban kompresif linear diaplikasikan [kecepatan cross-head = 0,5 mm/menit] pada fissure sentralis permukaan oklusal dari arah cusp bukal sampai terjadi fraktur.
Analisis Statistik
Variabel hasil primer adalah fraktur saat TML [fatigue testing]. Kedua, jika spesimen tidak mengalami fraktur saat TML, dilakukan pembandingan loads-to-failure [dalam satuan N]. Sehingga, nilai mean dan interval kepercayaan dikalkulasi pada spesimen dalam setiap grup yang tidak mengalami fraktur. Selisih yang signifikan antar kelompok ditentukan jika tidak melebihi batas interval kepercayaan.
HASIL
Dua spesimen, satu dalam Grup 2 dan 1 dari Grup 4, dinyatakan hilang karena kesalahan teknis. Semua gigi-geligi yang tersisa dan restorasi yang masih utuh setelah TML tanpa kehilangan retensi atau mengalami fraktur, diuji kembali dalam universal testing machine untuk mengetahui resistensi frakturnya. Beban fraktur rata-rata setelah pemberian beban statis diuraikan dalam Tabel 1. Tidak ditemukan selisih yang signifikan secara statistik antara spesimen yang memiliki panjang pasak 6 mm tanpa kongruensi-bentuk [Grup 3] dengan Grup 1 [6 mm, kongruensi-bentuk]. Diperoleh nilai yang secara signifikan lebih rendah pada spesimen yang memiliki panjang pasak 3 mm [Grup 2 dan 4]. Besar beban terendah ditermukan dalam Grup 4. Dalam kondisi eksperimental ini, kongruensi-bentuk tidak mempengaruhi resistensi fraktur, seberapapun kedalaman insersi pasak.
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh kongurensi-bentuk antara pasak dengan ruang pasak, serta pengurangan panjang pasak pada akar gigi yang telah diisi dan mengalami kerusakan parah. Ditemukan bahwa kesesuaian pasak tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap resistensi fraktur, meskipun pasak yang pendek akan mengurangi besar beban secara signifikan, ini berarti bahwa pasak tersebut lebih mudah fraktur.
Untuk memperoleh informasi tentang kebutuhan potensial untuk adaptasi maksimum pasak pada dinding saluran akar, kongruensi-bentuk yang kurang dalam bahan tersebut disebabkan oleh sementasi pasak dalam saluran akar yang terlalu-diperluas. Celah yang terbentuk diisi oleh resin flowable, yang juga digunakan untuk pembuatan mahkota agar prosedur lebih sederhana. Langkah ini sesuai dengan penelitian ini yang menunjukkan bahwa bahan tersebut menghasilkan retensi yang lebih baik dibandingkan luting cement, sehingga dianjurkan sebagai alternatif untuk sementasi pasak. Hasil penelitian ini jelas menunjukkan bahwa kongruensi-bentuk yang hilang tidak mempengaruhi beban fraktur. Berbeda dengan penemuan tersebut, Schmage dkk, [2005] melaporkan bahwa hanya pasak yang beradaptasi baik pada dinding saluran akar yang menghasilkan retensi tinggi dan mencegah tekanan memuncak. Mereka mengaplikasikan bahan luting [semen zinc fosfat] dan menemukan bahwa selapis tipis semen homogenous, dimana ketebalan lapisan < 50 m, berperan penting untuk meningkatkan retensi pasak. Namun, jika digunakan komposit sebagai bahan luting, ketidaksesuaian diameter ruang pasak dengan diameter pasak tidak akan mengurangi retensi, meskipun penyusutan lapisan semen resin yang lebih tebal menambah tekanan pada interfase antara dentin dengan pasak. Perez, dkk [2006] menyelidiki pengaruh ketebalan resin semen terhadap bond strength pada dentin saluran akar. Jelas, pertambahan ketebalan semen tidak mengurangi bond strength secara signifikan jika dilakukan insersi pasak FRC. Penemuan tersebut mendukung hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa keakuratan kesesuaian antara pasak dengan saluran akar tidak mempengaruhi bond strength.
Kecuali akibat kesalahan teknis, dalam eksperimen ini, semua gigi dan restorasi masih tetap utuh tanpa kehilangan retensi pasak ataupun fraktur mahkota. Saat diberi beban sampai terjadi fraktur, beban fraktur dalam semua kelompok dinyatakan melebihi tekanan pengunyahan normal pada orang dewasa, yaitu berkisar antara 7 sampai 15 kg. Gigi-geligi yang dipreparasi sampai 6 mm untuk pemasangan pasak [Grup 1 dan 3] memiliki beban kegagalan yang sama meskipun terdapat kongurensi-bentuk antara pasak dengan saluran akar. Spesimen yang direstorasi menggunakan pasak sepanjang 3 mm dengan atau tanpa kongurensi-bentuk [Grup 2 dan 4] memiliki nilai yang secara signifikan lebih rendah. Dan, kongruensi-bentuk pasak FRC tidak mempengaruhi kemampuan pembebanan akar gigi yang telah diisi. Selama dekade terakhir ini, penggunaan komposit resin untuk pembuatan mahkota direct pada gigi yang akarnya telah diisi hanya dianjurkan sebagai restorasi sementara. Namun, penyelidikan laboratorium tentang resistensi fraktur mahkota komposit resin [dengan atau anpa pasak endodontik] memberikan hasil yang menjanjikan, hal ini menunjukkan bahwa aplikasi klinisnya dapat diterima. Penelitian klinis prospektif selama 5 tahun tentang restorasi inti tanpa mahkota, Creugers, dkk [2005a] membuktikan bahwa hanya dua dari 99 restorasi yang mengalami kegagalan. Mereka menemukan bahwa pembuatan restorasi komposit secara langsung memiliki durabilitas yang tinggi dan angka keberhasilan yang sama dengan pembuatan restorasi mahkota dalam penelitian paralel.
Agar menyerupai dengan periodonsium manusia [PDL], akar gigi-geligi yang diuji dilapisi dengan polyvinylsiloxane yang telah di-curing. Keberadaan simulasi PDL ini sangat mempengaruhi hasil pengujian fraktur. Hasil pencabutan gigi-geligi yang digunakan dalam penelitian ini dipotong pada batas 1 mm di bawah CEJ bukal, sehingga seluruh email hilang. Permukaan dentin yang tersisa dianggap memiliki karakteristik bonding yang lebih buruk dibandingkan dengan email. Akar yang telah preparasi dipasangi pasak dengan panjang berbeda-beda dan mahkota komposit, namun tidak ditambahkan ferrule. Keunggulan ferrule adalah meningkatkan efek stabilisasi karena memeluk dentin. Namun, morfologi gigi yang ditentukan disini mensimulasikan morfologi gigi dengan akar yang telah diisi dan mengalami kerusakan parah. Menurut pedoman klinis yang ditentukan, situasi tersebut idealnya direstorasi dengan pasak dan inti serta mahkota laboratorium custom-made yang memiliki ferrule sirkuler. Dalam sebagian besar penelitian laboratorium, anjuran klinis tersebut dipertimbangkan dan spesimen yang diuji memiliki beban fraktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang ditemukan dalam penelitian ini. SEcara umum, desain ferrule pada mahkota dinyatakan sebagai salah satu faktor terpenting untuk meningkatkan resistensi beban pada gigi yang akarnya telah diisi. Jadi, penelitian ini hanya merefleksikan kinerja pasak dan inti saja, tanpa perancu manfaat tambahan mahkota yang memiliki ferrule.
Dalam materi penelitian ini, TML dilakukan untuk melemahkan sampel sebelum pemberian beban statis. Beban yang diaplikasikan secara berulang dalam lingkungan lembab mensimulasikan kondisi klinis, bukan hanya pemberian beban statis saja. Dengan menggunakan lingkungan semacam itu, faktor-faktor seperti tekanan fatigue atau ketuaan, yang mempengaruhi daya tahan bahan, dapat dipertimbangkan. Namun, desain uji penelitian laboratorium hanya merefleksikan sebagian situasi klinis. Secara klinis, proses dinamis dan pembebanan, frekuensi dan arahnya, sangat bervariasi. Karena banyak variabel lain yang terlibat, seperti kondisi gigi, tipe gigi, prosedur restorasi yang diaplikasikan, dan bahan restorasi yang digunakan, kita sulit membandingkan nilai resistensi fraktur yang diperoleh dalam berbagai penelitian laboratorium lainnya. Faktor yang paling tidak dapat diprediksi adalah kondisi gigi-geligi, yang sangat mempengaruhi dentin. Ini merupakan salah satu kelemahan karena menggunakan gigi-geligi manusia. Dilaporkan bahwa pengujian pada gigi-geligi manusia menghasilkan standar deviasi yang besar, sedangkan gigi-geligi artifisial jauh lebih konsisten. Dalam penelitian ini, besar sampel sebanyak 24 gigi manusia per kelompok dipilih untuk mengurangi SD dan memperoleh hasil yang lebih reliabel.
Hasil penelitian ini jelas membuktikan bahwa preparasi ruang pasak yang berlebihan untuk memaksimalkan kesesuaian pasak dan mengurangi jumlah semen resin, tidak perlu dilakukan. Hasil penelitian ini cocok untuk diaplikasikan pada gigi-geligi yang memiliki potongan-melintang akar oval atau oval-panjang. Dalam kasus semacam itu, dengan tidak berusaha memperoleh kesesuaian pasak sirkumferensial yang baik, membantu mempertahankan inner dentine dan menghindari pelemahan akar. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki pengaruh pasak sediaan yang berbentuk lebih oval terhadap kemampuan pembebanan.
KESIMPULAN
Gigi-geligi yang akarnya telah diisi dan mengalami kerusakan parah direstorasi menggunakan pasak FRC dan mahkota komposit resin secara direct tanpa ferrule memiliki resistensi fraktur yang sama, tidak dipengaruhi oleh kesesuaian pasak, yaitu apapun bentuk kongruensi-bentuknya ataupun tanpa kongurensi-bentuk. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan resistensi fraktur, preparasi ruang pasak dan kesesuaian pasak tidak diperlukan.
1 komentar:
thx sist jurnalny..
coz ak skg lg dpt tgs nyari jurnal ttg ini..
oiya,jurnal aslinny yg mn y?
Post a Comment