02 August 2009

Kedalaman Penetrasi Menggunakan Insert Ultrasonic Mini Yang Dibandingkan Dengan Kuret Konvensional Pada Pasien Periodontitis dan Pemeliharaan Periodon

Abstrak
Tujuan: Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menguji apakah Ultrasonic Tip yang ramping dapat mencapai posisi yang lebih apikal saat berpenetrasi ke dalam poket periodontal dibandingkan dengan working blade kuret Gracey konvensional pada pasien periodontitis yang tidak terawat dan pasien pemeliharaan periodontal.
Bahan dan Metode: Dua puluh pasien yang tidak terawat dan 15 pasien pemeliharaan periodontal dipilih berdasarkan ada/tidaknya poket sedalam > 5 mm pada sekurang-kurangnya satu sisi dalam setiap kuadran. Pencatatan dilakukan pada empat sisi dari empat gigi yang diperiksa pada setiap pasien. Pertama, kedalaman probing poket diukur menggunakan Jonker Probe. Kedua, kedalaman penetrasi diukur menggunakan EMS PS Ultrasonic Tip dan kuret Gracey, secara acak.
Hasil: Dalam grup periodontitis, Ultrasonic Tip berpenetrasi, secara signifikan, lebih dalam dibandingkan dengan Jonker Probe dan kuret Gracey. Dalam grup pemeliharaan, tidak ditemukan perbedaan. Jika membandingkan penetrasi instrumen antara kedua grup, yang diukur menggunakan Jonker Probe, Ultrasonic Tip yang mencapai batas lebih ke apikal hanya ditemukan dalam grup periodontitis.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien periodontitis yang tidak dirawat, Ultrasonic Tip berpenetrasi ke dalam poket lebih dalam dibandingkan dengan probe bertekanan-terkontrol dan kuret Gracey.
Sumber: J Clin Periodontol 2008; 35: 31-36.


Debridemen akar periodontal merupakan salah satu komponen vital dalam terapi pembedahan dan non-bedah. Karakteristik penting dalam perawatan periodontitis adalah pembersihan deposit bakteri dan kalkulus subgingival secara mekanis. Dahulu, prosedur tersebut dilakukan menggunakan instrumen manual. Dalam penelitian klinisnya, Badersten dkk, [1984] dan Loos dkk, [1987] membuktikan bahwa debridemen akar menggunakan instrumen tangan, alat skaler ultrasonik dan sonik memberikan hasil klinis yang sama. Dalam suatu tinjauan pustaka, Drisko dkk, [2000] menyimpulkan bahwa kebersihan plak, kalkulus, dan endotoksin yang dihasilkan dari alat skaler ultrasonik dan sonik sama dengan instrumen tangan. Mereka juga menyatakan bahwa karena alat skaler ultrasonik lebar, daerah furkasi lebih mudah dicapai dibandingkan jika menggunakan instrumen tangan.

Akses debridemen subgingival semakin sulit seiring dengan pertambahan kedalaman probing. Berdasarkan salah satu penelitian SEM, Rateitschak-Pluss dkk, [1992] menyimpulkan bahwa dalam penggunaannya pada banyak kasus, instrumen tangan tidak dapat mencapai dasar poket. Dalam beberapa dekade terakhir, telah dilakukan berbagai usaha untuk mempermudah debridemen ultrasonik menggunakan dimensi tip/ujung yang sama dengan probe periodontal. Insert ultrasonik semacam itu dibuat untuk meningkatkan keamanan debridemen permukaan akar subgingival, yaitu menggunakan insert yang profilnya lebih ramping dan/atau memiliki shank lebih panjang. Dragoo [1992] melaporkan bahwa insert ultrasonik modifikasi yang tipis akan meningkatkan kedalaman efisiensi instrumen dibandingkan dengan insert ultrasonik standar dan kuret-tangan universal. Anjuran tersebut didukung penelitian Clifford dkk, [1999] yang membandingkan insert P10 standar [Dentsply UK, Weybridge, Inggris] dengan Slim-line tips [Dentsply]. Hasilnya menunjukkan penetrasi Slim-line tips yang lebih jauh pada poket yang dalam.

Derajat penetrasi ujung probe dipengaruhi oleh ada/tidaknya inflamasi jaringan periodontal. Meskipun digunakan tekanan yang relatif tinggi, biasanya ujung probe tidak dapat mencapai perlekatan jaringan ikat pada daerah yang sehat, sedangkan jika diberikan tekanan probing minimal, ujung probe berhenti pada batas serat jaringan ikat yang utuh atau di luar daerah yang dalam dan mengalami inflamasi. Jadi, jika melakukan evaluasi kedalaman penetrasi menggunakan instrumen yang ditujukan untuk debridemen permukaan akar sub-gingival, tingkat kesehatan periodontal harus dipertimbangkan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah insert ultrasonik yang ramping dapat mencapai posisi apikal lebih jauh jika digunakan untuk penetrasi poket periodontal, dibandingkan dengan working blade kuret Gracey konvensional pada pasien periodontitis yang tidak dirawat dan terawat.

BAHAN DAN METODE
Pasien

Penelitian ini menggunakan dua kelompok pasien. Satu grup terdiri dari 20 pasien periodontitis yang tidak dirawat dan kelompok lain terdiri dari 15 pasien pemeliharaan periodontal. Diagnosis awal yang ditegakkan pada semua pasien adalah periodontitis moderat sampai parah, yang ditentukan berdasarkan pengukuran kedalaman probing manual dan radiograf.

Kelima belas pasien pemeliharaan periodontal menjalani terapi periodontal awal yang berupa instruksi langkah-langkah kontrol plak, debridemen supra-/sub-gingival dan bedah periodontal, jika perlu. Setelah menjalani perawatan aktif, mereka mengikuti protokol pemeliharaan 3-4 bulanan selama periode kurang lebih 1 tahun. Pasien dipilih berdasarkan adanya satu atau beberapa sisi yang memiliki poket > 5 mm pada setiap kuadran [terutama pada gigi premolar dan molar]. Semua subyek yang memenuhi syarat diberi informasi tertulis dan lisan tentang tujuan penelitian. Setelah dilakukan screening untuk menilai kelayakannya, mereka diminta menandatangani informed consent tertulis untuk kualifikasi keikutsertaannya. Penelitian dilakukan sesuai dengan pedoman etik “Deklarasi Helsinki”.

Probe tekanan-terkontrol [Gambar 1]
Sebagai referensi kedalaman probing poket, digunakan Jonker Probe [Jonker Data, Staphorst, Belanda]. Probe ini memiliki gerigi taper/runcing dan diameter tip 0,5 mm yang bertambah sampai 0,6 mm pada batas tanda 5 mm, dan 0,7 pada batas tanda 10 mm. Tekanan probing Jonker Probe adalah 0,30 N, tekanan probing yang didapatkan adalah 153 N/cm2.

Instrumen yang digunakan [Gambar 1]
(a)EMS PS Ultrasonic Tip [EMS Company, Genewa, Swiss]; digunakan tip period yang ramping [perio slim/PS]. Ini merupakan tip taper-datar yang memiliki lebar 0,39 mm pada ujungnya dan bertambah sampai 0,66 mm pada batas tanda 5 mm dan 1,02 pada batas tanda 10 mm. Dengan bantuan sinar laser, dibuat tanda kalibrasi pada batas 4, 6, 7, 8, 9 dan 10 mm.

(b)Kuret Gracey [Hu Friedly Gracey After Five Vision curette; HuFriedly, Chicago, AS]; kuret After Five ini memiliki diameter 0,7 mm pada batas 1 mm [tepat di atas permukaan kerja, bertambah sampai 0,84 mm pada batas tanda 5 mm dan 1,21 mm pada batas tanda 10 mm. Kuret Vision memiliki tanda yang dibuat pada batas 5 dan 10 mm, sehingga tanda lainnya diletakkan pada batas 3, 6, 7, 8, 9, dan 11 mm.

Keakuratan kalibrasi ditentukan menggunakan kaca pembesar yang memiliki tanda kalibrasi dalam satuan milimeter.

Daerah Eksperimen

Penelitian ini mengadaptasi desain Barendregt dkk, [2006]. Pada setiap pasien dalam grup periodontitis dan pemeliharaan, dilakukan pemeriksaan pada empat gigi [terutama gigi premolar atau molar] yang memiliki poket sedalam > 5 mm pada sekurang-kurangnya satu sisi, langkah ini dilakukan menggunakan probe manual konvensional yang memiliki penanda William. Gigi-geligi eksperimental tersebut didistribusikan secara merata di antara kedua lengkung rahang dan dinyatakan sebagai dangkal [< 4 mm], sedang [> 4 mm dan < 7 mm], dan dalam [> 7 mm] [Tabel 1]. Pada setiap gigi eksperimental, digunakan empat sisi, sehingga dalam penelitian ini diperoleh 320 sisi dalam grup periodontal dan 240 sisi evaluasi dalam grup pemeliharaan. Untuk meminimalisir efek bias akibat reproduksibilitas intra-pemeriksa, pengukuran pada kedua bagian penelitian ini dilakukan oleh dua orang klinisi. Setiap pemeriksa tidak mengetahui kedalaman probing poket yang diperiksa.

Prosedur Klinis
Pertama-tama, dengan menggunakan Jonker Probe, dilakukan pencatatan kedalamam probing poket pada sisi distobukal [DB], mesiobukal [MB], distolingual [DL], dan mesiolingual [ML] pada empat gigi eksperimental setiap pasien. Pemeriksa klinis tidak dapat melihat tampilan elektronik, jadi ia tidak mengetahui kedalamam probing poket. Kedua, digunakan kuret Gracey Hu –Friedly After Five dan EMS PS slim Ultrasonic Tip terkalibrasi dalam susunan acak pada kedua kelompok pasien untuk menentukan kedalaman penetrasi poket. Hasil pengukuran menggunakan Ultrasonic Tip dan kuret Gracey dibulatkan ke satuan milimeter terdekat. Jonker Probe, kuret Gracey dan Ultrasonic Tip diinsersikan sejajar dengan akar, berkontak dengan permukaannya dan diarahkan ke apikal sampai mencapai lokasi apeks akar.

Analisis Data

Analisis pengukuran probing menggunakan berbagai macam alat dilakukan dengan memanfaatkan setiap sisi sebagai unit pengukuran. Selisih hasil pengukuran antara Jonker Probe, Ultrasonic Tip, dan kuret Gracey diuji menggunakan mixed-model analysis of variance, dimana efek pemeriksa dan pasien telah dikoreksi. Untuk menguji selisih sistematis antar sesi, digunakan paired Student-t test. Nilai-p < 0.05 dinyatakan signifikan secara statistik.

HASIL
Tabel 1 menampilkan kedalaman probing rata-rata saat screening dan seleksi menggunakan probing manual pada setiap sisi dalam kedua kelompok. Dalam grup periodontitis, terdapat 20 sisi yang dieksklusikan dari analisis karena masalah teknis selama prosedur klinis. Jadi, kedalaman probing rata-rata saat screening [probe manual] dihitung pada 300 sisi dalam grup periodontitis dan bernilai 6,11 mm, dengan kisaran 3,00 sampai 10,00 mm. Hasil rata-rata dibagi lagi menjadi kategori sisi dangkal [< 4 mm], cukup dalam [> 4 mm dan < 7 mm], dan dalam [> 7 mm]. Proporsi grup dangkal adalah 3%, sisi yang cukup dalam 57%, dan sisi dalam 40%. Dalam grup pemeliharaan, dilakukan evaluasi pada 240 sisi. Kedalaman probing rata-rata berdasarkan pengukuran probing screening secara manual adalah 5,26 mm, dengan kisaran 1,00 – 9,00 mm. Proporsi daerah yang dangkal dalam grup ini lebih tinggi dibandingkan dengan grup periodontitis, yaitu 17%. Hal ini juga berlaku untuk kategori kedalaman poket sedang [59%]. Proporsi poket dalam grup pemeliharaan lebih rendah [24%].

Hasil dalam grup periodontitis yang tidak dirawat diuraikan pada Tabel 2. Kedalaman probing rata-rata yang ditentukan menggunakan Jonker Probe adalah 5,62 mm. Kedalaman penetrasi rata-rata menggunakan Ultrasonic Tip, secara signifikan, lebih dalam dibandingkan dengan kedalaman probing poket yang dinilai menggunakan Jonker Probe dan kuret Gracey. Namun, kedalaman penetrasi yang diukur menggunakan kuret Gracey sama dengan hasil pengukuran Jonker Probe. Namun, kuret Gracey tidak berpenetrasi terlalu dalam dibandingkan dengan Ultrasonic Tip. Dan jika dilakukan dibuat kategori pengukuran, yaitu dangkal, sedang, dan dalam, diperoleh hasil yang sama. Dalam grup pasien pemeliharaan, tidak diperoleh selisih yang signifikan antara Jonker Probe, Ultrasonic Tip, dan kuret Gracey [Tabel 3].

Untuk membandingkan kedalaman penetrasi Ultrasonic Tip dan kuret Gracey dalam grup periodontitis dan pemeliharaan, dilakukan penghitungan selisih rata-rata yang dibandingkan dengan kedalaman probing poket Jonker Probe [Tabel 4]. Tidak diperoleh selisih yang signifikan antara kedalaman penetrasi kuret Gracey pada semua sisi dalam grup periodontitis yang tidak dirawat dan grup pemeliharaan, begitu pula dalam perbandingan sub-kategorinya. Namun, perbandingan kedalaman penetrasi yang dinilai menggunakan Ultrasonic Tip memberikan selisih yang signifikan dalam kedua grup. Ultrasonic Tip dapat mencapai batas yang lebih apikal, tidak hanya pada semua sisi dalam grup periodontitis tapi juga dalam sub-kategori dangkal, sedang, dan dalam [Tabel 4].

PEMBAHASAN
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dalam kasus periodontitis yang tidak dirawat, insert ultrasonik yang ramping dapat berpenetrasi ke dalam poket berukuran > 4 mm dibandingkan dengan insert ultrasonik standar dan kuret manual. Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian kemampuan penetrasi ke dalam poket periodontal antara insert ultrasonic yang ramping dan kuret manual konvensional. Untuk mengevaluasi instrumen-instrumen tersebut pada poket dangkal dan dalam yang memiliki kondisi sehat ataupun inflamasi, dipilih pasien periodontitis dan pemeliharaan periodontal yang memiliki poket sedalam > 5 mm. Sebagai pengukuran referensi, digunakan Jonker Probe untuk mengukur kedalaman probing dengan tekanan probing sebesar 153 N/cm2. berdasarkan literatur yang ada, diduga bahwa grup periodontitis, dengan menggunakan tekanan yang relatif ringan, ujung probe Jonker Probe berhenti pada batas perlekatan jaringan ikat. Jika digunakan tekanan yang lebih besar, probe akan berhenti pada rata-rata 0,45-0,80 mm lebih ke apikal dari batas perlekatan jaringan ikat. Dalam grup periodontitis dan semua kategori kedalaman poket, Ultrasonic Tip mencapai batas yang lebih dalam dibandingkan dengan Jonker Probe. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kekuatan dan tekanan probing. Telah diketahui bahwa kekuatan probing yang digunakan dalam probing manual bervariasi antara 0,2 sampai 1,3 N; namun, sebagian besar klinisi menggunakan kekuatan probing lebih dari 0,3 N. Jadi dalam penelitian ini, Ultrasonic Tip yang dibandingkan dengan Jonker Probe dalam hal ukuran dan bentuknya, digunakan dengan kekuatan yang lebih besar dibandingkan kekuatan Jonker Probe sebesar 0,3 N. Kekuatan tersebut akan menghasilkan tekanan yang lebih tinggi dan kedalaman probing yang lebih besar. Dalam grup periodontitis, jika digunakan dengan kekuatan 0,3 N, ujung Jonker Probe rata-rata berhenti pada batas perlekatan jaringan ikat, sedangkan Ultrasonic Tip berhenti pada posisi yang lebih apikal dari batas perlekatan. Tidak ditemukannya selisih kedalaman penetrasi antara Jonker Probe dan kuret Gracey menunjukkan bahwa tekanan probing kedua instrumen tersebut sama. Karena “permukaan probing” kuret Gracey kurang lebih empat kali lebih luas dibandingkan dengan Jonker Probe, harus digunakan tekanan probing sebesar 1 N agar diperoleh tekanan probing yang sama dengan Jonker Probe. Jadi, Tidak mengejutkan jika dalam penelitian ini, tip kuret Gracey tidak mencapai posisi yang lebih apikal dari batas perlekatan karena seharusnya kekuatan probing yang digunakan lebih dari 1 N.

Aspek lain dalamnya penetrasi Ultrasonic Tip dibandingkan dengan kuret Gracey pada pasien periodontitis yang tidak dirawat adalah keefektivan instrumen dalam sebagian besar batas apikal poket. Dapat dikatakan bahwa dalam hal ini kinerja Ultrasonic Tip lebih baik dibandingkan dengan kuret Gracey. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Gagnot dkk, [2004], yang membandingkan keefektivan kuret, insert ultrasonik reguler dan mini-insert ultrasonik pada gigi yang telah dicabut. Penelitian tersebut menunjukkan, dalam semua kasus, mini-insert mempermudah akses apikal yang lebih dalam. Mereka menyimpulkan bahwa bentuk mini-insert membuatnya lebih efektif dalam zona apikal. Jelas, alat ini diaplikasikan untuk poket yang dalam dan mengalami inflamasi. Pada pasien pemeliharaan, telah dilakukan skeling poket sehingga inflamasi berkurang. Dalam poket semacam itu, ujung Jonker Probe, dengan kekuatan 0,3 N, akan berhenti pada batas koronal perlekatan jaringan ikat. Karena tidak ditemukan selisih kedalaman penetrasi antara Jonker Probe dengan Ultrasonic Tip serta Kuret Gracey, ujung kedua instrumen akan terletak pada batas perlekatan. Fenomena ini disebabkan oleh tonus jaringan gingiva yang mengelilingi gigi. Beardmore [1963] menunjukkan bahwa tonus jaringan gingiva bertambah seiring dengan berkurangnya tanda-tanda inflamasi. Jadi, pada daerah yang relatif sehat dalam grup pemeliharaan, kemudahan penetrasi Ultrasonic Tip dinetralkan oleh tonus jaringan gingiva marginal yang tinggi. Namun, harus dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui apakah penetrasi Ultrasonic Tip dan kuret Gracey, jika digunakan sebagai probe, yang kami observasi sama dengan jika penetrasi saat melakukan debridemen subgingival pada pasien periodontitis yang tidak dirawat dan pasien pemeliharaan. Kita dapat berspekulasi bahwa penetrasi poket akan meningkat jika diaplikasikan tekanan pada jaringan gingival. Karena pembersihkan biofilm adalah tujuan utama pada pasien pemeliharaan periodontal, kehilangan minimal substansi gigi menggunakan scaler ultrasonik dibandingkan dengan kuret manual konvensional merupakan salah satu parameter penting yang harus dipertimbangkan pada kelompok pasien ini.

Beberapa penelitian melaporkan hilangnya perlekatan probing setelah prosedur skeling dan root planning. Claffey dkk, [1988] menyatakan untuk kedalaman poket sedang atau dalam, rata-rata kehilangan perlekatan yang terjadi adalah 0,5-0,6 mm. Setelah 12 bulan, tinggi perlekatan klinis sebagian besar daerah tersebut pulih kembali seiring dengan proses penyembuhan secara bertahap. Hilangnya perlekatan klinis akibat prosedur instrumentasi dikonfirmasi oleh Alves dkk, [2005], menggunakan instrumen tangan dan scaler ultrasonik.

Berdasarkan pengukuran menggunakan Florida Probe berkekuatan 0,25 N yang dilakukan segera setelah debridemen subgingival, rata-rata kehilangan perlekatan yang terjadi adalah 0,73 mm untuk kuret Gracey, dan 0,78 mm untuk scaler ultrasonik. Izumi dkk, [1999] berusaha untuk menghindari trauma pada bagian paling koronal perlekatan jaringan ikat dengan menginsersikan kuret 1 mm lebih dangkal dibandingkan kedalaman probing poket. Hasil penelitian tersebut tidak menemukan perbedaan kedalaman probing poket dan rata-rata tinggi perlekatan probing dinyatakan signifikan antara gigi uji [kuret diletakkan 1 mm lebih dangkal dari dasar poket] dengan kontrol, pada 1 dan 3 bulan setelah perawatan. Mereka menyatakan bahwa dibandingkan dengan pembersihan deposit subgingival yang efektif, trauma pada bagian paling koronal jaringan ikat dan remodelling lesi pada daerah tersebut setelah prosedur skeling dan root planning, bukanlah faktor yang penting. Jadi, jika digunakan selama debridemen, penetrasi Ultrasonic Tip yang dalam dapat meningkatkan resiko trauma pada bagian koronal perlekatan jaringan ikat, dibandingkan dengan kuret Gracey, namun hal ini bukanlah faktor utama dalam hasil perawatan klinis.

Kesimpulannya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien periodontitis yang tidak dirawat, Ultrasonic Tip yang ramping dapat berpenetrasi lebih dalam dibandingkan dengan probe bertekanan-terkontrol dan kuret Gracey. Pada pasien pemeliharaan periodontal yang memiliki gingiva relatif sehat, tidak diperoleh perbedaan penetrasi poket yang signifikan secara statistik.

0 komentar:

Berhitung!

Pasang Aku Yaa

go green indonesia!
Solidaritas untuk anak Indonesia

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP