Komplikasi Langka Akibat Pembedahan Gigi Molar Tiga
Tujuan: Pencabutan gigi molar tiga merupakan prosedur pembedahan yang sering dilakukan. Komplikasi yang umum terjadi akibat pembedahan gigi molar tiga telah diketahui dan dijelaskan kepada pasien selama proses informed consent. Dokter gigi umum, serta dokter bedah mulut dan maksilofasial, harus mengetahui semua komplikasi yang mungkin terjadi. Tinjauan sistematis ini berperan sebagai pengingat komplikasi-komplikasi yang jarang terjadi dalam prosedur rutin tersebut. Bahan dan Metode: Penelitian dilakukan menggunakan pencarian sistematis dalam database elektronik Medline dan Cochrane Library, serta pencarian kata kunci, referensi, dan tinjauan tentang bidang yang relevan. Kata kunci yang digunakan antara lain third molar, wisdom tooth, complications, unusual, dan rare. Referensi dari artikel-artikel relevan juga diperiksa-ulang. Penelitian ini dibatasi hanya untuk artikel berbahasa Inggris atau Jerman yang diterbitkan dalam 18 tahun terakhir. Hasil: Komplikasi yang telah diketahui dan umum ditemukan antara lain kerusakan saraf permanen dan fraktur mandibular immediate atau late. Ditemukan 24 komplikasi lainnya dalam 22 artikel. Diantaranya adalah proses inflamasi, pembentukan abses, dan pergeseran gigi atau instrumen. Satu kasus mendeskripsikan kematian asfiksial akibat hematoma pasca-pencabutan, perdarahan hebat, abses otak, abses epidural, benign paroxysmal positional vertigo, emfisema ruang jaringan dan subkutan, empiema subdural, dan sindrome herpes zoster. Kesimpulan: Untuk melakukan perawatan pasien dengan baik, kita harus mengetahui berbagai komplikasi yang mungkin terjadi. Komplikasi yang langka harus diketahui sejak dini sehingga terapi yang adekuat dapat segera dilakukan.
Kata kunci: efek samping, komplikasi, ekstraksi, langka, pencabutan, molar tiga, tidak biasa/unusual, wisdom tooth/gigi bungsu.
Sumber: Quintessense Int 2009; 40: 565-572.
Pembedahan gigi molar tiga merupakan salah satu prosedur yang umum dilakukan dalam praktek bedah mulut dan maksilofasial. Namun, pencabutan gigi molar tiga membutuhkan perencanaan yang akurat dan ketrampilan bedah. Dari prosedur pembedahan secara umum, kita mengetahui bahwa komplikasi mungkin saja terjadi. Dalam literatur, diungkapkan frekuensi komplikasi setelah pencabutan gigi molar tiga berkisar antara 2,6 sampai 30,9%. Spektrum komplikasi berkisar antara efek samping yang tak-berbahaya [nyeri dan pembengkakan] sampai kerusakan saraf, fraktur mandibula, dan infeksi yang membahayakan. Biasanya, komplikasi minor didefinisikan sebagai komplikasi yang dapat pulih tanpa perawatan. Komplikasi utama didefinisikan sebagai komplikasi yang membutuhkan perawatan lebih lanjut dan menimbulkan akibat-akibat ireversibel.
Meskipun impaksi gigi molar tiga tidak menimbulkan gejala, namun dapat menjadi penyebab satu atau beberapa gangguan. Komplikasi minor pra-operatif antara lain, nyeri, perikoronitis, penyakit periodontal pada gigi molar dua, resorpsi mahkota atau akar gigi molar dua, karies pada gigi molar tiga atau dua, gejala gangguan sendi temporomandibula, dan pembengkakan pra-operatif. Komplikasi utama dalam kasus ini adalah pembentukan abses, fraktur spontan pada mandibula, dan kista atau tumor odontogenik. Gangguan pra-operatif yang sering ditemukan adalah perikoronitis. Banyak penelitian terbaru yang mencoba mengidentifikasi faktor resiko komplikasi intra dan/atau post-operatif. Komplikasi intra dan post-operatif serta efek samping yang umum terjadi akibat pencabutan gigi molar tiga diringkas dalam Tabel 1. Dokter gigi umum, dan dokter bedah mulut dan maksilofasial, harus mengetahui semua komplikasi yang mungkin terjadi. Di sisi lain, edukasi dan pemberitahuan kepada pasien juga bermanfaat; komplikasi yang jarang terjadi juga harus diketahui sejak dini untuk memperoleh terapi yang adekuat.
Dalam penelitian ini, suatu komplikasi dinyatakan langka atau jarang terjadi jika insidennya terhitung kurang dari 1%. Tujuan penulisan tinjauan sistematis ini adalah untuk mengingatkan para praktisi tentang komplikasi-komplikasi langka yang disebabkan oleh pembedahan gigi molar tiga.
BAHAN DAN METODE
Penelitian-penelitian ditelusuri menggunakan pencarian sistematis database elektronik dalam Medline dan Cochrane Library antara tahun 1990 sampai 2008. Selain itu, dilakukan pencarian manual kata kunci, referensi, dan artikel yang berhubungan dengan bidang ini. Kata kunci yang digunakan antara lain third molar, wisdom tooth, complications, unusual, dan rare.
Data diikutsertakan jika memenuhi kriteria berikut ini:
1.Penelitian membahas tentang komplikasi intra- atau post-operatif dalam pencabutan gigi molar tiga
2.Tanggal publikasi berkisar antara tahun 1990 sampai 2008.
3.Artikel dipublikasikan dalam bahasa Inggris atau Jerman.
Untuk mengumpulkan semua penelitian yang relevan, dilakukan pemeriksaan-ulang referensi dari penelitian-penelitian yang ditemukan.
HASIL
Ditemukan banyak penelitian yang menyelidiki tentang perlukaan saraf lingual dan alveolaris inferior permanen serta fraktur mandibula selama dan setelah pencabutan gigi molar tiga rahang bawah. Dua puluh tiga artikel mendeskripsikan komplikasi berbeda dengan yang disebutkan di atas, insiden yang langka namun telah dikenal dengan baik. Yang termasuk dalam komplikasi tersebut adalah proses inflamasi, pembentukan abses yang langka, dan pergeseran gigi-geligi. Uraiannya ditampilkan dalam Tabel 2. Semuanya digolongkan sebagai komplikasi mayor.
Satu laporan kasus mendeskripsikan insiden-insiden ekstrim: kematian asfiksial akibat hematoma pasca-pencabutan, perdarahan parah, benign paroxysmal positional vertigo, empiema subdural, dan sindrom herpes zoster. Laporan kasus tersebut diuraikan dalam Tabel 3.
Usia rata-rata pasien dalam ke-24 kasus tersebut adalah 28 [SD 12,8] tahun. Dalam sebagian besar kasus, komplikasi terjadi setelah pencabutan gigi molar tiga rahang bawah. Dalam hampir semua kasus, dibutuhkan pembedahan kedua. Untuk mencari penyebab komplikasi dalam semua kasus, diperlukan computed tomography [CT] atau magnetic resonance imaging [MRI]. Dalam sebagian besar kasus, prosedur pembedahan pertama dinyatakan rumit, dan perawatannya dianggap ekstensif atau lama.
PEMBAHASAN
Kerusakan saraf permanen
Kerusakan saraf alveolaris inferior atau lingual permanen sangat jarang terjadi namun merupakan salah satu resiko yang umum diketahui dalam pembedahan gigi molar tiga. Perlukaan saraf alveolaris inferior atau lingual selama pencabutan gigi molar tiga rahang bawah merupakan penyebab utama tuntutan hukum dalam kedokteran gigi. Kedekatan anatomis saraf-saraf tersebut dengan gigi molar tiga membuatnya beresiko mengalami kerusakan. Insiden komplikasi langka ini bervariasi dalam setiap penelitian dan sulit untuk ditentukan dengan pasti karena populasi penelitian kecil. Insiden lesi saraf alveolaris inferior permanen berkisar antara 0% smapai 0,9%. Jumlah komplikasi untuk perlukaan saraf lingual sementara adalah 0,4% dan lebih rendah untuk perlukaan saraf lingual permanen.
Fraktur mandibula
Fraktur mandibula immediate atau late jarang terjadi namun tergolong sebagai komplikasi utama. Komplikasi tersebut terjadi jika tulang tidak cukup kuat untuk menahan tekanan yang digunakan. Berkurangnya kekuatan tulang dapat disebabkan oleh atrofi fisiologis, osteoporosis, atau proses patologis, dapat juga terjadi akibat pembedahan. Tidak ada data valid tentang insiden, dan faktor resikonya belum dipahami dengan jelas. Libersa dkk, menemukan insiden sebesar 0,0049%. Dalam penelitian Arrigoni dan Lambrecht yang menganalisis 3,980 pencabutan gigi molar tiga, ditemukan angka komplikasi sebesar 0,29%. Insiden tertinggi terjadi pada pasien berusia 25 tahun, dengan usia rata-rata 40 tahun. Karena memiliki tekanan mastikasi yang lebih besar, pria cenderung mengalami late fracture. Fraktur intraoperatif terjadi akibat instrumentasi yang tidak tepat dan tekanan yang berlebihan pada tulang. Sebagian besar late fracture terjadi selama proses pengunyahan, 13 sampai 21 hari setelah pembedahan. Selama periode tersebut, jaringan granulasi tergantikan oleh jaringan ikat dalam soket alveolar.
Proses inflamasi dan pembentukan abses yang langka
Dalam laporan kasus, dibahas tentang perluasan proses inflamasi sampai ke regio atipikal otak dan regio servikal. Dalam 1 kasus, ditemukan abses superiosteal orbit pada seorang pria berusia 57 tahun setelah pencabutan gigi molar tiga kiri rahang atas yang baik; hal ini disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui regio pterigopalatina dan infratemporal ke siffura orbit inferior. Artikel lain menyajikan kasus empiema subdural dan sindrom herpes zoster [Hunt syndrome]. Dalam kasus tersebut, seorang pria berusia 24 tahun menjalani pencabutan keempat gigi molar tiganya. Abses terbentuk dalam ruang pterigomandibular dan submasseter, dan menyebar ke fossa infratemporal. Meskipun dilakukan terapi antibiotik dan drainase, pasien mengalami sakit kepala frontal parah dan muntah, serta memiliki skor Glasgow coma 13. MRI menunjukkan penyumbatan subdural dalam regio temporoparietal. Pasien menjalani kraniotomi darurat dan drainase subdural.
Burgess melaporkan suatu kasus abses epidural pada seorang wanita berusia 20 tahun setelah pencabutan gigi molar tiga. Pada awalnya, pasien didiagnosa mengalami keseleo leher muskuloskeletal akibat postur selama pembedahan. Tiga hari kemudian, pasien mengalami nyeri leher parah pada sisi kanan dan mati rasa pada lengan kanan. Sembilan hari setelah pembedahan, dalam MRI terlihat abses epidural pada sisi kanan vertebra C4/C5. Dalam kasus lainnya, terbentuk abses otak setelah pencabutan gigi molar tiga pada seorang pria berusia 26 tahun. Pasien membutuhkan bedah-saraf segera dan perawatan antibiotik selama 8 minggu.
Pergeseran gigi molar tiga dan instrumen
Pergeseran gigi molar tiga yang impaksi, atau fragmen gigi, mahkota atau seluruh gigi secara tidak sengaja, jarang terjadi selama pencabutan, namun hal ini merupakan komplikasi yang telah diketahui dan sering disebutkan. Informasi tentang insiden dan penatalaksanaan komplikasi ini masih kurang. Biasanya terjadi jika gigi terletak lebih ke lingual, plat kortikal lingual terfenestrasi, dan jika teknik pembedahannya kurang adekuat. Jika sebuah fragmen akar “hilang” saat pencabutan, sebaiknya tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkannya. Segera rujuk ke dokter spesialis.
Kemungkinan lain pergeseran gigi molar tiga rahang atas adalah luksasi ke dalam fossa infratemporal. Laporan lain mendeskripsikan pergeseran gigi molar tiga ke dalam ruang submandibular, sublingual, pterigomandibular, faringeal lateral, atau daerah servikal lateral. Dalam 1 kasus, gejala dimulai setelah 2 bulan. Pasien mengalami pembengkakan ifnlamasi rekuren pada ruang submaksila kanan. Selama 14 bulan, klinisi yang sama memberikan antibiotik. Setelah dilakukan prosedur pencitraan dan pembedahan ekstensif, gigi ditemukan di balik otot platysma.
Satu laporan menemukan benda asing. Seorang wanita berusia 35 tahun mengalami trismus, pembengkakan, dan nyeri parah, 3 minggu setelah pencabutan gigi molar tiga rahang bawah. Ditemukan bur intan 20 mm dalam ruang submandibula.
Komplikasi langka lainnya
Gangguan jalan napas dideskripsikan oleh Moghadam dan Caminiti. Seorang pria berusia 32 tahun mengalami pembengkakan palatum lunak akibat perdarahan post-ekstraksi setelah pencabutan gigi molar tiga kanan rahang atas dan kedua gigi molar tiga rahang bawah di tempat praktek klinisi pada hari yang sama. CT menunjukkan adanya hematoma dalam ruang submandibula dan faringeal lateral yang mengakibatkan deviasi orofaring dan konstriksi jalan napas di sekitar orofaring. Pasien harus diintubasi selama 2 hari serta diberi antibiotik dan steroid dosis tinggi.
Terdapat 1 laporan kematian akibat asfiksiasi yang disebabkan oleh hematoma post-ekstraksi pada seorang wanita berusia 71 tahun. Gangguan pernapasan terjadi 12 jam setelah perawatan. Hematoma terjadi dalam ruang submandibula, lingual dan bukal yang mengakibatkan penyempitan orofaring.
Algoritma penatalaksanaan perdarahan intraoral akut seharusnya dapat mengingatkan klinisi bahwa perdarahan intra ataupun post-operatif merupakan salah satu komplikasi dimana seorang klinisi harus mulai melakukan penatalaksanaannya. Keterlibatan jalan napas sampai ke paru-paru dideskripsikan dalam beberapa kasus, satu kasus pneumothorax bilateral setelah pencabutan gigi molar tiga kiri rahang bawah pada seorang pria berusia 45 tahun. Dan, terdapat 3 kasus empisema. Dalam 2 kasus tersebut, digunakan handpiece dental turbin-udara. Satu kasus mendeskripsikan benign positional paroxysmal vertigo setelah pencabutan semua gigi molar tiga. Mengenali empisema mediastinal setelah pencabutan sulit dilakukan karena tidak ada gejala dan tanda-tanda klinis yang absolut.
Usia
Meskipun pembedahan gigi molar tiga umum dilakukan, prosedur tersebut tidak selalu lancar. Meskipun gigi molar tiga dianjurkan untuk dicabut pada usia remaja dan dewasa muda, sebagian besar laporan kasus mendeskripsikan komplikasi parah terjadi jika pencabutan dilakukan pada usia lanjut. Kecenderungan usia tersebut seringkali dideskripsikan sebagai salah satu faktor resiko komplikasi pasca-pencabutan. Faktor-faktor yang menyebabkan fenomena tersebut antara lain peningkatan densitas tulang, kesulitan pembedahan yang tinggi, pembentukan akar telah sempurna, dan berkurangnya kemampuan penyembuhan luka. Oleh karena itu, klinisi harus sangat berhati-hati menangani pasien lanjut usia.
KESIMPULAN
Pencabutan gigi molar tiga rahang bawah memiliki angka komplikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rahang atas. Pasien lanjut usia beresiko tinggi. Untuk menegakkan diagnosis dan memulai perawatan lebih lanjut, dibutuhkan pencitraan radiologis berupa CT atau MRI. Harus disadari adanya berbagai kemungkinan komplikasi parah dan diperlukan penatalaksanaan segera untuk mengoptimalkan perawatan pasien.
2 komentar:
Dok, sepertinya saya punya masalah ini. Kira-kira jika saya menemui dentistri, apa-apa saja yang harus saya minta kejelasannya.
Terima kasih.
dok saya harus melakukan OD pada 4 gigi M3 saya , baru dilakukan pada 2 gigi , akibatnya pipi saya bengkak , dan saya sulit membuka mulut , bagaimana cara mengatasinya?
Post a Comment