06 August 2009

Pengaruh Larutan Kumur Terhadap Stabilitas Warna Komposit Resin

Abstrak
Tujuan: Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh tiga larutan kumur komersil terhadap stabilitas warna 4 jenis bahan restoratif komposit resin-based.
Metode: Dibuat 40 spesimen berbentuk cakram [10 x 2 mm] yang masing-masing terbuat dari: Komposit nanofil Filtek Supreme XT [3M/ESPE, St. Paul, MN, AS]; packable low-shrinkage compsite, AeliteLS Packable [BISCO, Inc, Shaumburg, IL, AS]; komposit resin nano-keramik Ceram-X [Dentsply, Konstanz, Jerman]; komposit mikro-hibrid, dan Aelite All-Purpose Body [BISCO]. Kemudian, spesimen diinkubasi dalam air suling dalam suhu 37oC selama 24 jam. Nilai warna awal [baseline] [L*, a*, b*] setiap spesimen diukur menggunakan kolorimeter berdasarkan skala warna CIELAB. Setelah pengukuran warna awal, 10 spesimen yang dipilih secara acak dari setiap kelompok direndam dalam salah satu dari 3 larutan kumur dan air suling sebagai kontrol. Spesimen direndam dalam 20 mL setiap jenis larutan kumur [Oral B bebas-alkohol, Listerine Tooth Defense Anti-cavity Fluoride Rinse dan Klorhex] selama 12 jam. Setelah proses perendaman, nilai warna semua spesimen diukur kembali, dan dilakukan penghitungan perubahan nilai warna E*ab. Data dianalisis menggunakan analysis of variance 2-arah dengan tingkat signifikansi 0.05.
Hasil: Semua spesimen mengalami perubahan warna setelah perendaman, dan diperoleh selisih yang signifikan secara statistik antar bahan restoratif dan larutan kumur [P < 0.05]; namun, perubahan tersebut tidak tampak secara visual [E*ab < 3,3]. Interaksi antara pengaruh larutan kumur dan tipe bahan restoratif dinyatakan tidak signifikan secara statistik [P > 0.05].
Kesimpulan: Dapat disimpulkan, meskipun tidak tampak secara visual, semua bahan restorati resin yang diuji mengalami perbedaan warna setelah proses perendaman dalam berbagai jenis larutan kumur.

Kata Kunci: Larutan kumur, komposit resin, warna
Sumber: Eur J Dent, 2008; 2: 247-253.


PENDAHULUAN

Bahan restoratif sewarna-gigi telah banyak digunakan untuk memenuhi permintaan estetik pasien dalam praktek kedokteran gigi. Di pasaran dental, terdapat berbagai tipe resin komposit yang memiliki karakteristik fisik berbeda-beda, dan diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel, bentuk, dan distribusi filler. Sejak nano-teknologi diperkenalkan dalam kedokteran gigi, dikembangkan filler nano-komposit yang ukurannya berkisar antara 0,01 sampai 0,04 mm. Nano-komposit memiliki berbagai keunggulan, seperti penyusutan saat polimerisasi [polimerization shrinkage] kurang, memiliki sifat mekanis, karakteristik optik, dan retensi permukaan yang baik. Resistensi nano-komposit terhadap keausan terbukti sama atau lebih unggul dibandingkan komposit resin microfill dan mikro-hibrid.
Komposit nano-keramik, ceramic-based yang dimodifikasi secara organis juga dikembangkan menggunakan teknologi serupa. Bahan tersebut mengandung nanofiller yang mengandung silikon-dioksida metakrilat-termodifikasi dan matriks resin digantikan dengan suatu matriks yang penuh dengan partikel polisiloxane metakrilat-termodifikasi yang mudah terurai. Baru-baru ini, diperkenalkan komposit low-shrinkage yang memiliki polimerization shrinkage rendah untuk digunakan dalam klinik. Bahan tersebut memiliki modulus elastisitas yang tinggi karena memiliki kandungan filler yang banyak.
Diskolorisasi bahan resin-based sewarna-gigi dapat disebabkan oleh beberapa faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor-faktor intrinsik yang berperan dalam diskolorisasi bahan resin itu sendiri, antara lain perubahan matriks resin dan interfase matriks dengan filler. Matriks resin dilaporkan memiliki stabilitas warna yang kritis, dan staining disebabkan oleh kandungan resin dan absorpsi air yang tinggi. Pencocokan warna berperan penting untuk memperoleh hasil yang baik. Namun, diskolorisasi resin komposit dapat terjadi dari waktu ke waktu, dan perubahan warna yang merugikan tersebut dapat mengakibatkan penggantian restorasi.
Faktor-faktor ekstrinsik diskolorisasi komposit resin antara lain staining akibat adsorpsi atau absorpsi bahan pewarna dari sumber-sumber eksogen, seperti kopi, teh, nikotin, minuman ringan, dan larutan kumur.
Penggunaan larutan kumur antimikroba merupakan salah satu cara untuk mengurangi akumulasi plak gigi, tujuan utamanya adalah mengendalikan perkembangan penyakit periodontal dan karies gigi. Namun, penggunaan larutan kumur secara rutin menimbulkan efek yang merugikan bagi rongga mulut dan jaringan gigi-geligi. Meskipun penggunaan larutan kumur semakin bertambah, penelitian yang membandingkan perubahan warna komposit resin dengan penggunaan larutan kumur masih terbatas. Pengaruh larutan kumur yang mengandung-alkohol, -klorheksidin glukonat, dan larutan kumur hibrid terhadap stabilitas warna bahan resin komposit microhybrid, kompomer dan glass ionomer pernah dievaluasi dalam penelitian terdahulu. Namun, menurut sepengetahuan kami, belum ada penelitian yang membandingkan pengaruh larutan kumur komersil terhadap bahan komposit resin yang baru dikembangkan.
Diskolorisasi dapat dievaluasi menggunakan berbagai teknik dan instrumen. Untuk menilai perbedaan kromatik, dalam penelitian ini digunakan sistem Commission Internationale de l’Eclairage [CIE L*, a*, b*]. Menurut sistem ini, L* menunjukkan lightness [penerangan] sampel, a* mendeskripsikan aksus hijau-merah [-a=hijau;+a=merah] dan b* mendeskripsikan aksis biru-kuning [-b=biru; +b=kuning]. Dapat juga dilakukan kalkulasi perubahan warna total [E*ab], yang menunjukkan perubahan L*, a*, dan b*. Berbagai penelitian memiliki nilai ambang perbedaan warna yang berbeda-beda sesuai dengan penampakannya pada mata manusia. Namun, nilai perubahan warna bahan-bahan dental yang dapat diterima secara klinis adalah E*ab < 3,3.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh larutan kumur yang mengandung alkohol, bebas-alkohol, dan klorheksidin glukonat terhadap stabilitas warna bahan komposit resin nanofill, packable low-shrinkage, nanoceramic dan microhybrid. Hipotesis null yang diuji dalam penelitian ini adalah bahwa penggunaan larutan kumur setiap hari mempengaruhi kemampuan pewarnaan komposit resin dan perbedaan warnanya dapat dilihat.

BAHAN DAN METODE

Bahan restoratif yang digunakan dalam penelitian ini antara lain komposit nanofill, Filtek Supreme XT; komposit packable low-shrinkage, yaitu AeliteLS Packable; resin komposit nanoceramic Ceram-X; dan komposit microhybrid, Aelite All-Purpose Body berwarna A2 [Tabel 1]. Dibuat 40 spesimen berbentuk-cakram dari setiap bahan restoratif, diameternya 10 mm dan ketebalannya 2 mm, dalam cincin politetrafluoroetilen yang dilapisi dengan matriks seluloid dan glass slide. Resin komposit dipolimerisasi menggunakan unit LED [Elipar Freelight 2, 3M ESPE, St. Paul, MN, AS] dalam mode standar [20 detik] selama 2 siklus dengan intensitas sinar sebesar 400 mW/cm2 pada permukaan atas dan bawah spesimen. Output curing unit diperiksa menggunakan radiometer [Kerr, Demetron, Orange, CA, AS]. Jarak antara sinar dengan spesimen distandardisasi menggunakan glass slide setebal 1 mm. Setelah polimerisasi, permukaan atas spesimen diasah menggunakan kertas carbide silikon 1200-grit dan air mengalir.
Spesimen diinkubasi dalam air suling dalam suhu 37oC selama 24 jam. Kemudian, dilakukan pengukuran nilai warna awal [baseline] [L*, a*, b*] setiap spesimen menggunakan kolorimeter [Minolta Chroma Meter CR-321, Minolta Co, Osaka, Jepang] dengan latar belakang berwarna putih. Kualitas warna diperiksa menggunakan sistem Commission Internationale de l’Eclairage [CIE Lab] sebagai nilai tristimulus dan dilaporkan sebagai perbedaan warna [L*, a*, b*] yang dibandingkan dengan kondisi standar.
Sebelum setiap grup spesimen diukur, kolorimeter dikalibrasi menggunakan kartu putih standar. Pengukuran diulangi sebanyak tiga kali pada setiap sampel dan nilai rata-ratanya dihitung.
Grup perlakuan adalah larutan kumur komersil [Oral B bebas-alkohol, Listerine Tooth Defense Anti-cavity Fluoride Rinse, Klorhex] dan air suling sebagai kontrol [Tabel 2]. Empat puluh spesimen yang terbuat dari setiap grup bahan restoratif dikelompokkan secara acak menjadi 4 subgrup [n = 10], dan setiap subgrup direndam dalam 20 mL setiap jenis larutan kumur selama 12 jam, yang dinyatakan sama dengan 2 laruta kumur per hari selama 1 tahun. Selama penelitian berlangsung, spesimen disimpan dalam suhu 37oC, dan larutan uji dikocok setiap 3 jam agar diperoleh homogenitas. Pada akhir periode pengujian, spesimen diambil dan direndam dalam air suling. Setelah proses perendaman, nilai warna setiap spesimen diukur kembali, dan dilakukan penghitungan perubahan nilai warna E*ab menggunakan rumus berikut ini:
E*ab = [(L*)2 + (a*)2 + (b*)2]1/2
dimana L* adalah lightness/ penerangan; a* adalah hijau-merah [-a=hijau; +a=merah] dan b* adalah biru-kuning [-b=biru; +b=kuning].
Analisis statistik dilakukan menggunakan analysis of variance 2-arah dan Tukey’s HSD [Honestly Significant Differences] dengan tingkat signifikansi 0.05.

HASIL

Tabel 3 dan Gambar 1 menunjukkan nilai mean dan standar deviasi nilai perubahan warna E*ab bahan restoratif setelah direndam dalam 3 jenis larutan kumur dan air suling sebagai kontrol.
Semua sampel menunjukkan perubahan warna setelah proses perendaman, dan diperoleh selisih yang signifikan secara statistik antar bahan restoratif dan larutan kumur [P < 0.05]; namun, interaksi antara pengaruh larutan kumur dengan tipe bahan restoratif dinyatakan tidak signifikan secara statistik [P > 0.05] [Tabel 4]. Bahan restoratif nanoceramic, yaitu spesimen Ceram-X memiliki nilai E*ab tertinggi dibandingkan dengan bahan restoratif uji lainnya, dan diperoleh selisih yang signifikan antara nilai E*ab Ceram-X dengan Filtek Supreme XT, Aelite LS Packable, dan All-Purpose Body [P = 0.014]. Analysis of variance 2-arah juga menunjukkan selisih yang signifikan antara nilai E*ab antar larutan kumur [P = 0.046]. Tukey honestly signifikan difference post-hoc menyatakan bahwa selisih nilai E*ab grup kontrol dengan grup Oral B dinyatakan signifikan secara statistik [P = 0.04]. Tidak ditemukan selisih yang signifikan secara statistik antar larutan kumur [Listerine, Oral B bebas-alkohol, Klorhex] dalam Grup kontrol/Listerine dan Kontrol/Klorhex [P > 0.05].
Dalam penelitian ini, nilai E*ab < 3,3 dinyatakan tampak secara visual dan tidak menguntungkan secara klinis. Dalam grup Ceram-X, spesimen yang direndam dalam larutan kumur Oral B dan Klorhex memiliki nilai E*ab yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan lainnya. Meskipun hasil tersebut dapat tampak secara visual, nilai E*ab yang diperoleh mendekati angka 3,3. Selain itu, dalam grup lainnya nilai rata-rata E*ab yang diperoleh kurang dari 3,3, dan perbedaannya tidak tampak secara visual.

PEMBAHASAN
Penelitian ini mengevaluasi pengaruh tiga larutan kumur komersil terhadap stabilitas warna empat jenis bahan restoratif komposit resin-based. Berdasarkan hasil penelitian ini, hipotesis null yang diuji hanya diterima sebagian saja, karena penggunaan larutan kumur setiap hari meningkatkan kemampuan pewarnaan komposit resin meskipun perubahan warnanya tidak tampak secara visual.

Villalta dkk, membuktikan bahwa pH rendah dan larutan yang mengandung alkohol dapat mempengaruhi integritas permukaan resin komposit dan menyebabkan staining. Dalam penelitian ini, diperoleh selisih perubahan nilai warna yang signifikan secara statistik antara larutan kumur bebas-alkohol, Oral B dan air suling, namun perbedaan tersebut tidak tampak secara visual. Konsentrasi alkohol [21,6%] dan nilai pH [4,5] Listerine sangat tinggi, namun stabilitas warna bahan resin tidak dipengaruhi oleh faktor tersebut, dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara larutan kumur yang diuji. Asmussen melaporkan bahwa larutan kumur yang mengandung alkohol tinggi dapat melunakkan bahan resin komposit. Etanol memiliki efek pelunakan terhadap polimer BIS-GMA-based. Gurgan dkk, menunjukkan bahwa berapapun konsentrasi alkoholnya, larutan kumur yang mengandung- atau bebas-alkohol dapat mempengaruhi kekerasan bahan restorasi resin.

Pengaruh larutan staining terhadap perubahan warna resin komposit tergantung pada jenis bahannya, dan kerentanan staining bahan restorasi dipengaruhi oleh matriks resin atau tipe filler-nya. Scotti dkk, menunjukkan bahwa tipe bahan berperan penting dalam resistensi stain. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh selisih yang signifikan secara statistik antara Ceram-X dengan komposit resin lainnya. Komposit resin nanoceramic, yaitu Ceram-X, memiliki nano-partikel keramik yang dimodifikasi secara organis [ormocer] dan glass filler [1,1-1,5 mm]. Berbeda dengan polimer konvensional, ormocer memiliki rantai anorganik yaitu, silikon dioksida yang dapat difungsionalisasi menggunakan polymerizable organic unit untuk membentuk kompound polimer 3-dimensi. Konsentrasi filler Ceram-X adalah 76% berdasarkan berat dan 57% berdasarkan volume. Menurut data dari pabrik, partikel nanoceramic adalah partikel hibrid organik-anorganik. Partikel nanoceramic dan nanofiller memiliki grup metakrilat yang dapat dipolimerisasi. Selain itu, Ceram-X tidak mengandung trietilen glikol dimetakrilat. Penelitian ini menunjukkan bahwa Ceram-X mengalami perubahan warna terbesar dan perubahan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan struktural tersebut.

Dalam penelitian terdahulu, Jung dkk, menunjukkan bahwa Ceram-X tidak memiliki kualitas permukaan yang lebih baik dibandingkan dengan komposit nanofill lainnya, yaitu Filtek Supreme dan Tetric Evoceram. Perbedaan tersebut disebabkan oleh kandungan filler volumetrik bahan yang rendah dan porositas yang dideteksi pada spesimen Ceram-X. Permukaan yang kasar terbukti dapat meretensi stain secara mekanis, dibandingkan dengan permukaan yang halus. Dalam berbagai penelitian, diskolorisasi dinyatakan dapat diterima jika nilai E*ab = 3,3, yang dinyatakan sebagai batas atas akseptabilitas/penerimaan evaluasi visual. Potensi staining berbagai jenis larutan kumur pada jaringan keras gigi dan jaringan lunak telah diketahui. Dan, potensi staining larutan kumur dievaluasi pada berbagai jenis bahan restorasi. Gurdal dkk, menunjukkan bahwa pengaruh larutan kumur terhadap stabilitas warna sama dengan pengaruh air suling. Lee dkk, menemukan bahwa meskipun tidak tampak secara visual, larutan kumur dapat mempengaruhi stabilitas warna. Dalam penelitian ini, tidak satupun bahan restoratif kekurangan stabilitas warna dan menunjukkan diskolorisasi yang tampak secara visual setelah periode perendaman.
Karena pengaruh larutan kumur sama dengan air suling, dalam penelitiannya, Geutsen dkk, menyatakan bahwa komponen air dalam larutan kumur mungkin mempengaruhi perubahan warna dan kekerasan-mikro [microhardness]. Dalam penelitian ini, tidak diperoleh perbedaan yang signifikan secara statistik antara larutan kumur dengan air suling, kecuali pada Oral-B.
Dalam kondisi klinis, bagaimana perbedaan pengaruh larutan kumur terhadap bahan restorasi estetik tergantung pada berbagai faktor yang tidak dapat disimulasikan secara in vitro. Saliva, pelikel saliva, makanan, dan minuman ringan mempengaruhi stabilitas warna bahan restorasi resin. Dibutuhkan penelitian in vivo lebih lanjut untuk mengetahui potensi staining berbagai jenis larutan kumur.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh larutan kumur terhadap perubahan warna bahan dinyatakan tidak berbeda dengan larutan kontrol. Semua bahan restorasi resin mengalami perubahan warna setelah direndam dalam larutan uji namun perbedaan tersebut tidak tampak secara visual. Namun, penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan periode perendaman yang lebih lama. Dalam keterbatasan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perendaman restorasi sewarna-gigi dalam berbagai larutan akan menimbulkan efek samping pada bahan-bahan tersebut.

0 komentar:

Berhitung!

Pasang Aku Yaa

go green indonesia!
Solidaritas untuk anak Indonesia

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP