19 August 2009

Perbandingan Khasiat Sodium Hipoklorit Dengan Sodium Perborat Dalam Menghilangkan Stain Pada Heat Cured Clear Resin Akrilik

Abstrak
Latar Belakang: Basis resin akrilik menarik stain dan bau yang membentuk deposit organik dan anorganik. Penggunaan larutan kimia pembersih gigitiruan merupakan metode pembersihan gigitiruan yang paling populer. Tujuan: Untuk membandingkan khasiat 2 jenis pembersih gigitiruan dalam menghilangkan stain teh, kopi, turmeric, paan pada heat cured clear resin akrilik. Bahan dan Metode: Disiapkan 200 sampel heat cured clear resin akrilik. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok dan direndam dalam larutan teh, kopi, turmeric, dan paan pada suhu 37oC selama 10 hari. Sampel yang telah terwarnai direndam dalam larutan pembersih gigitiruan komersil sodium perborat [Clinsodent], sodium hipoklorit [VI-Vlean] dan air suling [kontrol]. Nilai densitas optik [OD] diukur sebelum dan sesudah perendaman dalam larutan pembersih selama 20 menit dan 8 jam. Analisis statistik data dilakukan menggunakan Fischer’s test [ANOVA satu arah] dan perbandingan multipel dilakukan menggunakan Bonferroni test. Hasil: Larutan Clinsodent dan VI-clean terbukti dapat membersihkan stain kopi secara efektif dan yang terbaik untuk menghilangkan stain tumeric. Kesimpulan: Profesional dental harus memastikan bahwa para pemakai gigitiruan mengetahui bagaimana cara memilih bahan pembersih gigitiruan yang tepat untuk mendukung protokol perawatan gigitiruan di rumah.
Kata Kunci: Resin akrilik, pembersih gigitiruan, sodium hipoklorit, sodium perborat, khasiat pembersihan stain.
Sumber: The Journal of Indian Prosthodontic Society, 2009; 9(1):6-12


PENDAHULUAN
Protesa lepasan bertugas menggantikan gigi-geligi asli yang hilang atau dicabut beserta struktur di sekitarnya. Karena sebagian besar gigitiruan yang ada saat ini dibuat dari gigi resin akrilik dan bahan basis gigitiruan tipe resin polimetilmetakrilat [resin PMMA], metode pembersihan tanpa aksi abrasif yang kuat selalu lebih baik. Alasannya adalah, karena basis resin akrilik ini menarik stain dan bau yang membentuk deposit organik dan anorganik. Gigitiruan yang tidak bersih seringkali menimbulkan bau repulsif kuat yang umum disebut sebagai ‘napas gigitiruan/denture breath’. Untuk mengatasi hal tersebut, kini banyak tersedia pembersih gigitiruan di pasaran dan masing-masing mengklaim sebagai bahan yang efisien. Stain paan [dengan atau tanpa tembakau], teh, kopi, dan turmeric serta plak bakteri berakumulasi pada gigitiruan yang dipakai sebagian pasien di India meskipun gigitiruan didesain untuk self-cleansing. Kebiasaan intake minuman, seperti kopi, coklat, dan larutan kumur, misalnya klorheksidin, beberapa kali sehari juga cenderung membentuk stain dan mengubah warna resin. Konsentrasi dan periode paparan bahan stain dalam minuman dapat mempengaruhi pigmentasi resin. Pembersihan adekuat pada gigitiruan yang di-polish dengan baik menggunakan sabun dan sikat gigitiruan berdesain khusus adalah metode pembersihan gigitiruan terkini yang direkomendasikan oleh American Dental Association. Penggunaan larutan kimia pembersih gigitiruan adalah metode kedua yang paling populer untuk membersihkan gigitiruan dan tersedia secara komersil dalam bentuk peroksida alkali, hipoklorit alkali, larutan asam organik atau anorganik, desinfektan dan enzim. Umumnya, produk-produk tersebut mengandung bahan antimikroba, seperti hipoklorit atau agen oksida, yang mampu membunuh mikroorganisme dalam plak gigitiruan.

Meskipun banyak klaim yang dibuat oleh perusahaan pembuat bahan pembersih gigitiruan komersil, khasiat bahan pembersih tersebut masih dipertanyakan. Meskipun terdapat beberapa penelitian dalam literatur yang membandingkan aktivitas antimikroba bahan pembersih gigitiruan ternama, bahan yang digunakan bukanlah formulasi dari India. Dahulu, bahan pembersih gigitiruan berfungsi untuk menghilangkan deposit dan stain pada gigitiruan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan masa kini, peran mikroorganisme dalam etiologi denture stomatitis, difokuskan pada kemampuan bahan pembersih gigitiruan untuk mensanitasi gigitiruan. Bahan pembersih gigitiruan yang ideal harus memenuhi berbagai persyaratan, seperti memiliki kemampuan untuk menghilangkan deposit organik dan anorganik serta stain. Sebagian besar bahan pembersih gigitiruan mengklaim memiliki berbagai khasiat, namun komposisinya dirahasiakan.

Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan khasiat dua jenis bahan pembersih gigitiruan ternama dalam menghilangkan stain yang dibentuk oleh teh, kopi, turmeric dan paan pada spesimen heat cure clear resin akrilik.

BAHAN DAN METODE
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Spektrofotometer, yaitu Thermo Spectronic 10 UV dari Genesys [UV-VIS], Pittsford, New York [Gambar 1]
Inkubator Julabo SW1 [Swiss] untuk mempertahankan suhu pada 37 + 1oC, Kavo Dental Flask and Clamp, Jerman
Acrylizer unit, Kavo, Jerman
Brass mold [Gambar 2] untuk standardisasi ukuran sampel [10 x 50 x 2 mm]

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Dental carving wax [malam pengukir]
Gips lunak/keras model
Bahan clear heat cure acrylic [DPI]
Dua jenis bahan pembersih gigitiruan [Gambar 3]

1.Bubuk Clinsodent dari ICPA Health Product Ltd Ankleshwar, yang mengandung sodium perborat dan bekerja dengan membebaskan O2 yang terbentuk
2.Cairan pembersih gigitiruan VI-Clean dari Vishal Pharma Ltd. Ahmedabad, yang mengandung sodium hipoklorit dan memiliki efek bleaching/memutihkan.

Jenis pewarna/stain yang digunakan dalam penelitian ini adalah [Gambar 4]:
Daun teh Brooke Bond Taaza
Kopi Golden Blend Laxmi
Bubuk akar turmeric
Campuran Paan Beeda

Metode yang digunakan
Dipilih 2 bahan pembersih gigitiruan tipe larutan [telah disebutkan di atas] yang memiliki komposisi kimia berbeda dan larutan sampel disiapkan sesuai dengan instruksi pabrik [1 sendok teh dalam 200 ml air]. Air suling digunakan sebagai kontrol.
Proses pembuatan sampel adalah sebagai berikut:
Dental carving wax dicairkan dalam brass mold standar sepanjang 50 mm, tebal 2 mm dan lebar 10 mm untuk setiap grup sehingga sesuai dengan kuvet atau ruang spesimen dalam spektrofotometer. Dilakukan flasking pola malam dalam dental flask menggunakan gips lunak dan keras. Setelah malam dihilangkan, dilakukan packing menggunakan resin akrilik clear heat cure dan setelah penutupan percobaan, dilakukan penutupan akhir. Dilakukan bench cured selama 30 menit dan diaplikasikan siklus curing selama satu setengah jam. Kemudian, dilakukan deflasking sampel, di-trim dan polish menggunakan sandpaper/amplas yang kekasarannya diubah secara bertahap, terakhir, memastikan bahwa dimensi berukuran 50 x 10 x 2 mm tetap terpelihara. Setelah dilakukan finishing dan polishing, sampel direndam dalam air suling pada suhu 37 + 1oC selama 24 jam untuk menghilangkan sisa-sisa monomer. Densitas optis awal setiap sampel yang belum diberi stain/pewarna diukur sebelum proses pewarnaan untuk prosedur perbandingan dan mengeliminasi sampel yang mengalami porositas. Setelah metode tersebut, diperoleh 240 sampel akrilik clear, heat cured, dan 40 diantaranya dipakai dalam penelitian pendahuluan guna menentukan kuantitas agen pewarna yang dibutuhkan untuk menghasilkan pewarnaan yang adekuat dalam 200 ml air suling. Juga dilakukan pengukuran absorpsi maksimum [ maks], yaitu panjang gelombang dimana sinar spektrofotometer [UV-VIS] sensitif terhadap setiap media pewarna spesifik. pH setiap pewarna juga diukur. Prosedur ini dilakukan menggunakan indikator pH kertas litmus Indikrom yang memiliki kisaran pH spesifik antara 2,0 – 7,5 [Tabel 1].

Dua ratus sampel lainnya digunakan dalam penelitian inti. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok yang masing-masing terdiri dari 50 sampel [200], dan direndam dalam larutan pewarna turmeric, teh, paan [tembakau], dan kopi selama 10 hari pada suhu 37 + 1oC dalam sebuah inkubator [untuk mensimulasi kondisi in vivo].

Bahan pewarna diganti dengan yang baru setiap hari untuk mencegah kolonisasi mikroba dan mempertahankan konsentrasi yang seragam. Kemudian, spesimen dibilas dan dikeringkan selama 2 jam. Pada tahap ini, dilakukan pengukuran densitas optik [yaitu, pembacaan awal] sampel yang telah diwarnai untuk perbandingan setelah perendaman dalam bahan pembersih gigitiruan.

Semua spesimen yang telah terwarnai direndam dalam dua jenis larutan bahan pembersih gigitiruan yang baru disiapkan, dan 40 sampel direndam dalam air suling [sebagai kontrol] selama 20 menit [untuk mensimulasi perendaman antar-waktu makan] dan 8 jam [mensimulasi perendaman semalam]. Kemudian, dibilas, dikeringkan, dan dilakukan evaluasi khasiat pembersihan stain setiap bahan pembersih gigitiruan dengan mengukur densitas optis spesimen [pada berbagai  maks setiap zat pewarna] menggunakan spektrofotometer. Proses ini diulangi untuk setiap jenis stain dan nilai rata-ratanya dihitung. Dari sini, ditentukan densitas optis awal spesimen yang telah terwarnai oleh setiap zat pewarna untuk standardisasi dan perbandingan.

Analisis Statistik
Nilai yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan software SPSS versi 13.0. Dilakukan penghitungan nilai mean dan standar deviasi setiap sampel pada setiap kelompok bahan pewarna [pembacaan awal]. Nilai mean dibandingkan menggunakan ANOVA satu arah—Fisher’s test untuk perbandingan kelompok. Perbandingan multipel dilakukan menggunakan Bonferroni test untuk mengidentifikasi kelompok yang signifikan pada batas 5% dan mempertahankan pembacaan awal sebagai variabel dependen. Perbandingan dilakukan pada setiap jenis zat pewarna dan periode untuk setiap jenis bahan pembersih gigitiruan. Dalam penelitian ini, P < 0.05 dinyatakan sebagai batas signifikansi.

HASIL
Nilai rata-rata densitas optis awal sampel yang telah diwarnai, setelah analisis spektrofotometrik pada setiap  maks diuraikan dalam Tabel 2. Hasilnya menunjukkan bahwa kopi, yang diikuti oleh teh, turmeric, dan paan memiliki nilai densitas optis dalam urutan menurun. Kemudian, nilai rata-rata tersebut dianalisis menggunakan ANOVA [Fischer’s test] antar grup zat pewarna dan dinyatakan sangat signifikan untuk membentuk stain [yaitu, P = 0.001, dimana P < 0.05].

Nilai rata-rata densitas optis sampel akrilik heat-cured yang terwarnai setelah direndam dalam bahan pembersih gigitiruan selama 20 menit digambarkan dalam Grafik 1. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk sampel yang direndam dalam larutan Clinsodent, turmeric memiliki nilai densitas optis terendah, yang diikuti oleh paan, kemudian teh dan terakhir, kopi. Untuk sampel yang direndam dalam VI-clean, nilai densitas optis terendah adalah paan, kemudian teh, turmeric, dan kopi.

Nilai mean densitas optis terendah sampel akrilik heat-cured setelah direndam dalam bahan pembersih gigitiruan selama 8 jam digambarkan dalam Grafik 2. Hasilnya menunjukkan bahwa sampel yang direndam dalam larutan Clinsodent, turmeric memiliki nilai densitas optis terendah, kemudian paan, teh dan terakhir, kopi. Untuk sampel yang direndam dalam VI-clean, paan memiliki nilai densitas optis terendah, yang diikuti oleh teh, turmeric dan kopi. Untuk sampel kontrol yang direndam dalam air suling, tidak ada selisih nilai densitas optis yang signifikan.

Tabel 3 menguraikan perbandingan multipel perubahan densitas optis [dengan menghitung selisih nilai mean] antar bahan pembersih gigitiruan untuk setiap jenis zat pewarna dan periode perendaman [yaitu, 20 menit dan 8 jam] dan aplikasi Bonferroni test yang menggunakan pembacaan awal sebagai variabel dependen.
Hasil [Grafik 3 dan 4] menunjukkan bahwa, setelah perendaman selama 20 menit dan 8 jam, Clinsodent dan VI-clean kurang efektif membersihkan stain kopi, dan paling unggul dalam membersihkan stain turmeric.

PEMBAHASAN
Masalah kosmetik utama bagi para pemakai gigitiruan adalah stain yang berakumulasi pada gigitiruannya, yang pada akhirnya memicu terjadinya denture stomatitis. Penelitian ini dilakukan untuk membahas masalah tersebut, dengan memanfaatkan metode ilmiah terstandardisasi dalam menganalisis khasiat pembersihan stain berbagai jenis larutan bahan pembersih gigitiruan. Stain disebabkan oleh berbagai macam proses, seperti ingesti makanan berwarna, tembakau, dan minuman, seperti kopi, teh, dsb. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Gispin dan Caputo yang memanfaatkan larutan kopi, teh, dan anggur sebagai bahan pewarna. Mereka menemukan bahwa larutan anggur memiliki potensi staining lebih besar, yang meningkatkan pH. Yannikakis dkk, menyelidiki efek staining kopi dan teh terhadap enam merek resin yang digunakan dalam pembuatan restorasi sementara. Tujuh hari perendaman menghasilkan perubahan warna yang jelas pada semua merek resin. Stain yang terbentuk pada sampel akrilik resin dalam penelitian ini serupa dengan stain gigi yang umum ditemukan secara in vivo jadi, secara klinis, dinyatakan relevan.


Dalam penelitian ini, dibuat sampel heat cured clear akrilik yang memiliki dimensi lebar 10 mm x 50 mm panjang x 2 mm tebal, yang berbeda dengan spesifikasi dimensi ADA No. 12 untuk polimer basis gigitiruan. Sampel dibuat dalam spesifikasi tersebut agar sesuai dengan ruang kuvet spektrofotometer yang digunakan dalam penelitian ini.

Setelah proses perendaman selama 20 menit dan 8 jam, sampel stain kopi dan teh dinyatakan memiliki stain residu tertinggi dibandingkan dengan sampel yang diberi pewarna turmeric dan paan. Untuk melihat perbedaan larutan pewarna, dilakukan pengujian pH dan ditemukan bahwa kopi memiliki pH 3,0; teh memiliki pH 3,5, turmeric 5,5 dan paan 7,0. Hal ini membuktikan pengaruh sifat asam kopi dan teh terhadap sampel akrilik berwarna bening, diduga menyebabkan erosi lapisan permukaan yang telah di-polish sehingga meningkatkan uptake stain. Penemuan ini mendukung hasil penelitian Gispin dan Caputo yang mengklaim hasil serupa, meskipun menggunakan larutan pewarna anggur [yang sangat asam]. Di sisi lain, dalam skala pH, turmeric dan paan cenderung berada pada sisi alkali, hal ini menjelaskan rendahnya derajat pewarnaan zat ini.

Meskipun sabun dan sikat adalah metode pembersihan gigitiruan yang umum digunakan, seiring dengan pertambahan usia, banyak pasien geriatrik [dimana sebagian besar merupakan pemakai gigitiruan] telah kehilangan ketrampilan manual dan lumpuh, sehingga tidak mampu melakukan pembersihan gigitiruan secara efektif.

Pembersih gigitiruan konvensional tipe larutan alkali peroksida adalah bahan yang lebih sering digunakan oleh masyarakat untuk membersihkan gigitiruan, dibandingkan dengan jenis bahan lainnya. Penggunaan pembersih cair membantu mereka menjaga gigitiruannya tetap bersih dan menghindari pembentukan deposit. Dengan melihat sudut pandang tersebut, dipilih dua jenis bahan pembersih gigitiruan cair [larutan Clinsodent dan VI-Clean] yang umum dipasarkan di India Selatan, untuk menguji khasiatnya dalam menghilangkan stain.

Clinsodent mengandung sodium perborat, yang merupakan salah satu pembersih gigitiruan tipe peroksida. Jika dilarutkan dalam air, akan membentuk hidrogen peroksida. Tipe pembersih ini mengkombinasikan deterjen alkali untuk mengurangi tekanan permukaan dan pelepasan oksigen secara kimiawi dari larutan. Gelembung oksigen menimbulkan efek pembersihan mekanis. VI-Clean mengandung sodium hipoklorit, sebagai salah satu zat aktif. Jika dilarutkan dalam air, akan membersihkan melalui efek bleaching yang dihasilkan dari pelepasan ion klorida ke dalam larutan.

Dipilih waktu perendaman selama 20 menit untuk mengetahui apakah aksi pembersihan stain optimum dapat terjadi dalam periode tersebut, seperti yang direkomendasikan oleh beberapa perusahaan tentang ‘perendaman antar-waktu makan’ dan didukung oleh penelitian Russel dan Elahi, yang menyatakan bahwa waktu perendaman selama 10 menit adalah cukup. Waktu perendaman selama 8 jam dipilih untuk mensimulasi ‘perendaman gigitiruan malam hari’ dalam larutan pembersih sesuai dengan rekomendasi perusahaan pembuat bahan pembersih gigitiruan yang digunakan dalam penelitian ini.

Nilai densitas optis diukur pada setiap absorpsi maksimum [ maks] dalam berbagai jenis zat pewarna untuk mengetahui perluasan staining dan kemampuan setiap bahan pembersih gigitiruan dalam menghilangkan stain, prosedur ini berbeda dengan penelitian Tulsi dan Sabita, dimana densitas optis diukur tanpa mengukur absorpsi maksimum zat pewarna.

Penelitian ini merupakan suatu pengujian in vitro yang lebih cepat dari kondisi klinisnya. Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan warna resin akrilik yang signifikan setelah 10 hari perendaman dalam bahan pewarna teh, turmeric, kopi dan paan. Dalam penelitian ini juga dilakukan penyimpanan sampel dalam inkubator yang diletakkan di ruang gelap pada suhu 37 + 1oC untuk mensimulasi kondisi rongga mulut asli, seperti yang diuraikan oleh Thakral dkk, dan Jagger dkk.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Clinsodent kurang efektif membersihkan stain kopi dan paling baik untuk menghilangkan stain turmeric setelah perendaman berdurasi 20 menit dan 8 jam. Hal ini disebabkan oleh sifat asam kopi, dibandingkan dengan turmeric dan paan yang mempengaruhi uptake lebih banyak stain oleh sampel akrilik, sehingga mengakibatkan penguraian lapisan permukaan yang telah di-polish. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Hutchins dan Parker yang menunjukkan bahwa tablet berbuih tidak efektif membersihkan deposit pada permukaan gigitiruan.

Di sisi lain, VI-Clean terbukti kurang efektif membersihkan stain kopi, namun sangat efektif menghilangkan stain paan dalam durasi perendaman 20 menit dan 8 jam. Berdasarkan hasil penelitian di atas, stain kopi dinyatakan paling sulit dibersihkan oleh kedua jenis bahan pembersih. Pada sampel akrilik yang terwarnai oleh kopi, selisih rata-rata nilai densitas optis antara waktu perendaman 20 menit dan 8 jam dalam larutan pembersih lebih besar pada VI-Clean dibandingkan dengan Clinsodent, hal ini menunjukkan bahwa VI-Clean memiliki aktivitas pembersihan yang lebih baik dibandingkan dengan Clinsodent. Hasil serupa juga didapatkan oleh Jagger dkk, yang memanfaatkan pembersih gigitiruan sodium hipoklorit dan menemukan efek pembersihan yang lebih baik jika menggunakan Boots Denture Cleaning Powder. Sebagai kontrol [air suling] menghasilkan derajat pembersihan stain yang rendah, hal ini disebabkan oleh peningkatan suhu, yang menambah penyerapan air ke dalam bahan dan pelepasan komponen stain terlarut dari bahan gigitiruan, seperti yang diutarakan oleh Gupta dkk.

Kelemahan Penelitian
1.Setiap jenis zat pewarna diambil dan diteliti secara terpisah; hal ini tidak ditemukan pada gigitiruan pasien karena terdapat pengaruh multifaktorial dalam staining gigitiruan.
2.Positas mikro sampel gigitiruan dapat mempengaruhi absorpsi zat pewarna, meskipun semua sampel di-polish dengan baik dan dilakukan pemeriksaan visual untuk mengetahui porositasnya sebelum pengujian.
3.Sampel gigitiruan yang digunakan disini berwarna putih/bening, jadi efek pemutihan tidak dapat diketahui, seperti akrilik berwarna yang digunakan dalam pembuatan gigitiruan.

Ruang Lingkup Penelitian
1.Penelitian ini dapat diperluas menjadi suatu penelitian klinis untuk membuktikan khasiat bahan pembersih gigitiruan. Jadi, dapat diperoleh hasil yang lebih signifikan secara klinis.
2.Efek pemutih [bleaching] bahan pembersih gigitiruan yang diselidiki dalam penelitian ini dapat dianalisis lebih lanjut menggunakan sampel berwarna dengan durasi perendaman yang lebih lama.
3.Sampel yang telah diwarnai dapat dianalisis lebih lanjut dengan refleksi spektrofotometri menggunakan cie lab system.


RINGKASAN DAN KESIMPULAN
Dari hasil yang diperoleh, dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut ini:
1.Dari jenis zat pewarna yang diselidiki, kopi dinyatakan memiliki kapasitas absorpsi maksimum dan paling sulit dibersihkan oleh kedua jenis bahan pembersih gigitiruan.
2.Bahan pembersih gigitiruan VI-Clean terbukti lebih efektif menghilangkan stain yang digunakan dalam penelitian ini, dibandingkan dengan Clinsodent.
Jadi, para profesional dental, harus memastikan bahwa masyarakat pemakai gigitiruan mengetahui bagaimana cara memilih bahan pembersih gigitiruan yang tepat untuk mendukung protokol pemeliharaaan gigitiruan di rumah.

0 komentar:

Berhitung!

Pasang Aku Yaa

go green indonesia!
Solidaritas untuk anak Indonesia

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP