17 February 2009

Biomarker Saliva Sebagai Alat Bantu Diagnostik Kanker Rongga Mulut

PENDAHULUAN
Saliva adalah suatu cairan rongga mulut yang kompleks dan terdiri atas campuran sekresi kelenjar ludah mayor dan minor yang ada pada mukosa rongga mulut. Saliva yang terbentuk dalam rongga mulut, kurang lebih 90% dihasilkan oleh kelenjar submaksilaris dan parotis, 5% oleh kelenjar sublingual, dan 5% lainnya dihasilkan oleh kelenjar ludah minor.[1]
Setiap hari, kelenjar saliva manusia menghasilkan 600 mL serosa dan mucin saliva yang mengandung mineral, elektrolit, buffer, enzim dan inhibitor enzim, faktor pertumbuhan dan sitokin, imunoglobulin, mucin, dan glikoprotein lainnya. Setelah melewati duktus dan masuk ke dalam rongga mulut, saliva akan bercampur dengan sel-sel darah, mikroorganisme (virus, bakteri dan jamur) dan produk-produknya, sel-sel epitel rongga mulut dan produk sel, sisa makanan, serta sekresi saluran pernapasan atas.[2,3]

Meskipun kandungan terbesarnya adalah air, saliva memiliki peran fisiologis dalam lubrikasi dan perbaikan mukosa rongga mulut, pembentukan dan penelanan bolus makanan, pencernaan karbohidrat, memungkinkan fungsi indera pengecap, dan mengendalikan populasi mikroba orofaring. Saliva juga membantu pembentukan plak, melalui sifat supersaturasi dengan mineral gigi, suatu proses dimana email gigi dapat termineralisasi. Selain itu, saliva juga memiliki komponen antimikroba dan agen buffer yang melindungi dan memelihara jaringan rongga mulut. Protein yang ditemukan dalam saliva, antara lain laktoferin, lisozim, peroksidase, defensin, dan histatin, dapat menghancurkan atau menghambat perkembangan mikroorganisme, yang memiliki sifat fungisidal.[2]
Komponen multifaktorial dalam saliva tidak hanya melindungi integritas jaringan rongga mulut, tapi juga memberikan petunjuk terjadinya penyakit atau kondisi sistemik dan lokal. “Biormarker” saliva ini telah seringkali dieksplorasi untuk memonitoring kesehatan dan diagnosis dini suatu penyakit. Biomarker saliva, seperti kalikrein, faktor pertumbuhan epidermal, dan p53 diperkirakan sebagai penanda tumor dalam keganasan pada payudara, ovarium, paru-paru, dan usus besar.. Pemeriksaan menggunakan saliva sebagai alat diagnostik membuka jalan bagi berbagai pengujian dan penelitian klinis. Molekul-molekul yang disebutkan di atas juga dinyatakan sebagai penanda tumor potensial dalam karsinoma sel squamous rongga mulut.[2,4]

BIOMARKER SALIVA SEBAGAI ALAT BANTU DIAGNOSIS KANKER RONGGA MULUT
Meskipun kanker rongga mulut cukup sering ditemukan pada pasien yang menjalani pemeriksaan rongga mulut, belum ada penanda tumor spesifik yang mampu mendeteksi dan menegakkan diagnosis kanker sacara sederhana dan efektif. Dalam berbagai macam kasus kecurigaan kanker di tempat pelayanan kesehatan primer (puskesmas), tidak dilakukan penegakkan diagnosis, pasien cenderung dirujuk ke dokter spesialis di rumah sakit sekunder atau tersier, setelah penyakit berkembang ke stadium lanjut. Penundaan tersebut menghalangi dilakukannya perawatan dini dan mengharuskan pasien menjalani perawatan yang lebih ekstensif.[5]
Peningkatan konsentrasi beberapa biomarker saliva dihubungkan dengan kanker payudara dan ovarium. Dan peningkatan kandungan protein dalam saliva juga dihubungkan dengan karsinoma sel squamous. Kemungkinan kanker rongga mulut, seperti kanker lidah juga dilaporkan pada individu yang memiliki kandungan nitrit dan nitrat tinggi.[6]
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Katakura dkk, untuk mencari informasi tentang biomarker saliva khusus untuk kanker rongga mulut menggunakan 4 macam sitokin dalam saliva dan ELISA, menemukan bahwa konsentrasi keempat sitokin lebih tinggi pada grup pasien yang menderita kanker rongga mulut dibandingkan dengan grup kontrol. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa saliva berpotensi untuk mendeteksi lesi pra-kanker.[5]
Glikoprotein saliva berperan penting dalam kandungan dan fungsi saliva. Penyimpangan glikosilasi merupakan tanda universal kanker. Glikoprotein dan glikolipid merupakan kandungan penting membran sel; sehingga, mereka berperan penting dalam keganasan. Glikokonjugat tersebut dilepaskan dalam sirkulasi melalui peningkatan turn-over [arus balik], sekresi, atau pelepasan sel-sel maligna. Penelitian terdahulu melaporkan peningkatan asam sialat (TSA), dan rasio protein total dalam serum berbagai jenis keganasan.[4]

Asam Sialat
Beberapa penelitian melaporkan signifikansi asam sialat sebagai salah satu penanda tumor. Perubahan proses glikosilasi dalam sel-sel tumor berperan dalam biosintesis beberapa oligosakarida tertentu; jadi, sel-sel ganas mengandung residu asam sialat dalam jumlah besar.[4]
Asam sialat merupakan unsur pokok dalam berbagai macam glikoprotein saliva dan merupakan mediator adhesi bakteri. Konsentrasi asam sialat saliva dipengaruhi oleh berbagai jenis penyakit rongga mulut.[4,7]
Beberapa penelitian melaporkan peningkatan konsentrasi asam sialat dalam saliva ibu hamil, penderita Down’s syndrome, dan diabetes mellitus. Dablesteen dkk, melaporkan terjadinya peningkatan kandungan asam sialat dalam kanker rongga mulut. Baxi dkk, menyelidiki konsentrasi asam sialat dalam berbagai macam kanker dan menemukan konsentrasi asam sialat dalam serum penderita kanker lebih tinggi dibandingkan dengan subyek sehat. Peningkatan kandungan asam sialat dalam serum penderita kanker rongga mulut menunjukkan peran potensial biomarker saliva ini dalam diagnosis dan menentukan stadium klinis penyakit keganasan.[4]

Protein Total
Konsentrasi protein dan gula total pada penderita karsinoma sel squamour rongga mulut juga meningkat. Namun, peran kedua substansi tersebut dalam keganasan belum diketahui.[4]
Perkembangan terbaru dalam proteomik berhasil mengidentifikasi berbagai macam protein, dalam whole saliva dan sekresi setiap kelenjar. Para peneliti telah menemukan sekitar 309 protein dalam whole saliva, dan 130 protein dalam pelikel email. Namun, proteomik tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi konsentrasi setiap protein, yang sebagian besar hanya berupa trace amount [sedikit]. Dari database peptida beberapa jenis protein yang diketahui, para peneliti dapat mengidentifikasi protein yang terkandung dalam saliva. Ditemukannya beberapa jenis protein tertentu dalam saliva dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya karsinoma sel squamous.[3]
Streckfus dkk, dan Bonassi dkk, melaporkan bahwa jenis protein tertentu, yang merupakan biomarker perkembangan penyakit dalam organ selain rongga mulut, juga ditemukan dalam saliva. Namun, tidak ada protein dalam saliva yang mengindikasikan kanker rongga mulut secara spesifik.[5]
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Shpitzer dkk, untuk mengevaluasi parameter biokimia dan imunologis dalam saliva penderita karsinoma sel squamour, menemukan terjadinya perubahan komposisi saliva pada penderita karsinoma sel squamous, yang menunjukkan gangguan lingkungan rongga mulut pasien tersebut dan menganjurkan analisis saliva sebagai alat diagnostik baru untuk kanker rongga mulut.8


PERKEMBANGAN ANALISIS SALIVA UNTUK MENDETEKSI KANKER RONGGA MULUT
Dengan diketahuinya manfaat saliva sebagai suatu cairan diagnostik, pada tahun 1992, New York Academy of Sciences mensponsori konferensi besar yang membahas masalah ini. Para peserta konferensi menganjurkan pengembangan pengujian yang lebih sensitif dan spesifik untuk mengukur dan memahami perubahan dalam saliva akibat terapi dan penyalahgunaan obat-obatan, fungsi endokrin, penyakit sistemik dan rongga mulut, kelainan genetik, status nutrisi, serta perubahan akibat-pertambahan usia. Konferensi tersebut menyadarkan potensi diagnosis menggunakan saliva, dan penelitian yang dilakukan berhasil mengembangkan pengujian saliva yang lebih sensitif, dan mampu meningkatkan pemahaman kita tentang hubungan antara kesehatan mulut dengan kesehatan umum.[2]
Telah dikembangkan teknik baru yang dapat memisahkan dan menganalisis semua protein yang ditemukan dalam saliva manusia, bukan hanya yang terlarut didalamnya. Teknik ini dinamakan “fraksionasi peptida tiga-tahap” [three-step peptide fractionation], yang dapat menguraikan protein penanda kanker rongga mulut dan penyakit lainnya dalam rongga mulut. Metode ini dikembangkan oleh Timothy Griffin dkk, di American Society of Biochemistry and Molecular Biology.[9]
Mereka memeriksa sampel saliva dari empat pasien kanker dan menemukan lebih dari 1000 protein manusia, termasuk protein penyebab kanker. Mereka juga memisahkan protein-protein dari lebih dari 30 jenis bakteri, yang belum pernah ditemukan dalam saliva, dan beberapa diantaranya juga memiliki hubungan dengan kanker.[9]
Chih-Ming Ho, seorang profesor, dan beberapa koleganya di UCLA Micro Systems Laboratories, mengembangkan suatu sensor yang dapat digunakan untuk mendeteksi biomarker dalam sampel saliva yang berhubungan dengan kanker rongga mulut. Sensor tersebut dihubungkan dengan microchip yang telah diprogram untuk berikatan dengan protein spesifik, dan akan menghasilkan sinyal fluorosens saat molekul-molekulnya saling berikatan.[10]
Mereka menggunakan 20 sampel saliva-10 saliva sehat, dan 10 saliva dari penderita kanker- dan sensor tersebut mampu membedakan setiap kasus antara saliva penderita kanker dan individu sehat. Sensor optik dalam alat tersebut mendeteksi protein IL-8 yang lebih tinggi dari konsentrasi normalnya dalam saliva, hal ini merupakan penanda terjadinya keganasan. Sensor protein ultra-sensitif tersebut dinyatakan dapat diaplikasikan dalam diagnosis berbagai macam penyakit. Deteksi klinis biomarker-penyakit menggunakan saliva merupakan metode yang non-invasif dan sederhana, dan menjadi alternatif pemeriksaan darah, urin, ataupun biopsi.[10]

RINGKASAN
Saliva merupakan cairan kompleks yang mengandung berbagai unsur organik dan anorganik, yang secara kolektif, berperan dalam lingkungan rongga mulut. Glikoprotein saliva berperan penting dalam sifat dan fungsi saliva. Minat dalam saliva sebagai alat bantu diagnostik telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir.
Di klinik dan laboratorium, saliva relatif mudah diperoleh dalam jumlah yang cukup untuk keperluan analisis, biaya penyimpanan dan pengirimannya juga lebih rendah dibandingkan dengan pemeriksaan serum dan urin. Bagi pasien, teknik pengambilan saliva yang non-invasif akan mengurangi kecemasan dan ketidaknyamanan. Namun, hanya sedikit penelitian yang menggunakan saliva sebagai cairan diagnostik untuk kanker rongga mulut. Analisis biokimia saliva belum dievaluasi dalam laboratorium klinis. Sehingga kita dapat menghitung kandungan asam sialat dan protein total pada penderita kanker rongga mulut untuk mengembangkan metode diagnostik yang hemat biaya dan sederhana.

DAFTAR PUSTAKA

1.Kidd EAM, Bechal SJ. Karies dan saliva. In: Dasar-dasar karies dan penanggulangannya, Sumawinata N, Faruk F, alih bahasa. Jakarta: EGC. P.66-67.

2.Lawrence HP. Salivary markers of systemic disease: Noninvasif diagnosis of disease and monitoring of general health. J Can Dent Assoc, 2002; 68(3): 170-4.

3.Dawes C. Salivary flow pattern and the health of hard and soft oral tissues. JADA, 2008; 139: 185-146. Downloaded from http://www.jada.ada.org on Feb, 4 2009/

4.Sanjay PR, Hallikeri K, Shivashankara AR. Evaluation of salivary sialic acid, total protein, and total sugar in oral cancer: A preliminary report. Indian J Denta Rest, 2008; 19(4): 288-291. Downloaded from http://www.ijdr.in on Jan, 21 2009.

5.Katakura A, Kamiyama I, Takano N, et al. Comparison of salivary cytokine levels in oral cancer patients and healthy subjects. Bull Tokyo Dent Coll, 2007; 48(4): 199-203.

6.Rai B, Kharb S. Saliva as a diagnostic tool in medical science: a review study. Adv in med dent, 2008; 2(9): 9-12.

7.Ozturk LK, Furunculoglu H, Atala MH, et al. Association between dental-oral health in young adults and salivary glutathione, lipid, peroxidation and sialic acid levels and carbonic anhydrase activity. Braz |J Med Biol Res Online Ahead of Print, 2008. Downloaded from http://www.bjournal.com.br on Feb, 4 2009.

8.Shpitzer T, Gideon B, Raphael F, et al. A comprehensive salivary analysis for oral cancer diagnosis. Jou Ca Res and Clin Oncol, 2007; 133(9): 613-617.

9.Anonim. Analyzing saliva-proteins may help to detect oral cancer. Available at: http://www.medindia.com/cancernews.htm. Accessed at: Feb, 4 2009.

10.Piquepaille R. Sensors to detect oral cancer in saliva. Available at: http://CBS.us/article/emergingtech.htm. Accessed at: Feb, 4 2009.

0 komentar:

Berhitung!

Pasang Aku Yaa

go green indonesia!
Solidaritas untuk anak Indonesia

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP