08 February 2009

Deproteinisasi Dentin Dan Kebocoran Mikro Di Sekitar Restorasi Resin Sepertiga Gingival

Abstrak
Tujuan: Salah satu faktor yang signifikan untuk memperoleh adhesi resin restoratif terhadap substrat dentin yang memuaskan adalah metode dimana permukaan dentin diberi perlakuan sebelum bahan adhesif diaplikasikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek deproteinisasi terhadap kebocoran mikro (microleakage) di sekitar restorasi resin sepertiga gingival.
Bahan dan Metode: Preparasi Klas V standar dibuat pada gigi molar rahang atas dan bawah yang masih utuh dan dipilih secara acak. Kemudian, diberi salah satu dari lima macam perlakuan (tanpa perlakuan, hanya dilakukan etsa asam, total etch, total etch yang dilanjutkan dengan deproteinisasi, dan hanya dilakukan deproteinisasi) kemudian, dilakukan bonding menggunakan sistem bonding berbahan dasar aseton atau etanol. Pertama-tama, sampel direndam dalam pewarna metilen biru 2% dan asam nitrat 35%, masing-masing selama 72 jam. Setiap larutan disaring dan disentrifugasi, supernatant digunakan untuk mengetahui absorbans (daya serap) dalam suatu spektrofotometer pada 670 nm. Hasilnya dicatat sebagai nilai transmisi sinar larutan yang diuji.
Hasil: Hasilnya dibandingkan antar kelompok, menggunakan ANOVA. Ditemukan perbedaan yang signifikan secara statistik pada semua kelompok perlakuan menggunakan dua macam sistem bonding yang digunakan. Kelompok eksperimental, yaitu total etch saja, dan total etch yang dilanjutkan dengan deproteinisasi menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik, jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Namun, meskipun grup total etch menunjukkan microleakage yang kurang, jika dibandingkan dengan grup total etch yang dilanjutkan dengan deproteinisasi, perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik.
Kesimpulan: Dalam keterbatasan penelitian ini, pembuangan kolagen menjadi faktor penting untuk mengurangi microleakage, jika menggunakan sistem adhesif berbahan dasar aseton, namun, hal ini tidak mempengaruhi besarnya microleakage yang terjadi jika menggunakan sistem adhesif yang mengandung etanol atau air.
Kata Kunci: Bonding; pembuangan kolagen; deproteinisasi dentin; restorasi sepertiga gingival; microleakage; kebocoran dye/pewarna kuantitatif; spektofotometri.
Sumber: J Consev Dent, Jan-Mar 2008; 11(1): 11-15.

PENDAHULUAN
Salah satu tantangan dalam penelitian restorative dentistry adalah mengembangkan bahan adhesif restoratif yang mampu berikatan dengan jaringan gigi secara efektif sehingga menghasilkan perawatan restoratif yang sukses. Meskipun diketahui bahwa infiltrasi monomer resin ke dalam dentin yang diberi kondisioner kimia dinyatakan penting untuk meningkatkan perlekatan pada interfase resin-gigi, telah diketahui juga bahwa bahan adhesif one-bottle terbaru, yang dilarutkan dalam aseton, alkohol atau air, hanya berdifusi ke bagian luar jaringan yang telah berpori akibat aplikasi kondisioner asam, sebanyak beberapa mikron meter. Meskipun email merupakan salah satu substrat reliabel untuk bonding, bonding dentin masih tidak dapat diprediksi dan bonding pada sementtum bahkan lebih buruk.

Dengan meningkatnya usia populasi dan insiden karies akar, sangat dikhawatirkan kita tidak memiliki bond yang baik pada interfase sementum-dentin. Bonding pada sepertiga gingiva gigi membutuhkan perlakuan dan conditioning tiga macam jaringan gigi. Jika dapat diperoleh ikatan kimia yang baik, penggabungan antara jaringan gigi dengan restorasi yang sempurna akan menghilangkan kecenderungan terjadinya karies sekunder yang disebabkan oleh microleakage (kebocoran mikro).

Salah satu variabel yang mempengaruhi daya tahan restorasi resin Klas V adalah kualitas ikatan pada cavosurface margin dentin. Terdapat satu zona di bawah sementum, yang memiliki sedikit tubulus dentinalis dan permeabilitasnya terhadap resin adhesif kurang, meskipun telah dilakukan etsa asam. Kondisioner asam mengakibatkan demineralisasi lebih banyak dentin dibandingkan dengan infiltrasi monomer resin yang diaplikasikan kemudian, menghasilkan lapisan hibrid berkualitas buruk pada interfase kritis ini. Margin eksternal komposit resin Klas V dalam dentin haruslah sesempurna mungkin, secara makroskopis ataupun mikroskopis, karena regio ini berada di subgingival.

Pembuangan serat kolagen menggunakan agen deproteinisasi menghasilkan akses resin adhesif substrat yang lebih permeabel dan kurang sensitif terhadap kandungan air. Penggunaan proses deproteinisasi untuk membuang lapisan kolagen superfisial yang tidak stabil dan sisa-sisa permukaan dentin yang dietsa pada sub-permukaan telah diperkenalkan sejak tahun 1990an.

Sodium hipoklorit merupakan suatu agen proteolitik non-spesifik yang dapat membuang komponen organik secara efektif pada suhu ruang. Literatur tentang subyek ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan sodium hipoklorit dapat membersihkan komponen organik dentin dan mengubah komposisi kimianya, sehingga mirip dengan email yang dietsa. Substrat ini juga kaya akan kristal hidroksiapatit sehingga menghasilkan interfase yang stabil sepanjang masa, karena terbuat dari mineral. Permukaan dentin yang dideproteinisasi mengalami peningkatan “kelembaban” karena bersifat hidrofilik dan lebih permeabel. Sehingga, interaksi kimia antara resin dengan permukaan dentin yang dideproteinisasi dapat terjadi, karena permukaan tersebut diketahui memiliki tubulus yang terbuka lebar dan iregularitas dentin intertubuler yang lebih halus, setelah dua menit aplikasi agen deproteinisasi.

Telah diteliti bahwa etsa yang dilanjutkan dengan deproteinisasi dapat menurunkan derajat kebocoran pada margin email oklusal dibandingkan pada margin dentin gingiva dan sementum, terutama jika digunakan bahan bonding yang mengandung aseton. Namun, kami ingin menyelidiki pengaruh deproteinisasi terhadap kebocoran mikro pada restorasi sepertiga gingival.

BAHAN DAN METODE
Enam puluh hasil ekstraksi gigi molar manusia yang masih utuh dikumpulkan, disimpan, dan didesinfeksi, dan diberi perlakuan seperti rekomendasi dan pedoman yang dikeluarkan oleh OSHA dan CDC. Gigi yang mengalami karies dan retak dibuang dan gigi-geligi yang tersisa direndam dalam larutan salin fisiologis 0,9%, sebelum dialkukan preparasi kavitas. Dibuat preparasi Klas V yang seragam pada aspek bukal gigi menggunakan air rotor dan handpiece. Pengukuran kavitas adalah kurang lebih 5 mm mesio-distal, 3 mm serviko-oklusal, dengan kedalaman 2 mm [Gambar 1e].

Gigi-geligi tersebut dikelompokkan secara acak menjadi lima kelompok yang masing-masing terdiri dari 12 gigi. Grup uji terdiri dari kontrol positif dan negatif: etsa email dan tanpa perlakuan sama sekali. Kelompok-kelompok tersebut diberi salah satu dari beberapa perlakuan berikut: etsa sempurna menggunakan asam fosfat 37%; etsa yang dilanjutkan dengan deproteinisasi menggunakan sodium hipoklorit 2% dan agitasi selama 2 menit; atau hanya dilakukan deproteinisasi saja. Kemudian, hasil preparasi di-bonding menggunakan bonding agent yang mengandung primer aseton (Prime and bond 2.1) atau primer yang mengandung etanol (Syntac sprint), dan resin komposit light cure, tergantung pada subgrup-nya. Bahan yang digunakan ditampilkan dalam Gambar 1a-1d.

Seluruh permukaan gigi yang direstorasi dilapisi dengan nail varnish, kecuali pada restorasi dan margin 2 mm di sekitarnya. Setiap spesimen direndam dalam 5 ml larutan metilen biru 2% [Gambar 1f] dan disimpan dalam suhu 37oC + 2oC, pada kelembaban relatif selama 72 jam. Setelah itu, spesimen dibilas dengan air, dilakukan ultrasonikasi dan nail varnish dibersihkan. Kemudian, gigi-geligi direndam dalam asam nitrat 35% yang baru disiapkan, selama 72 jam. Kemudian, larutan tersebut disaring dan disentrifugasi selama satu menit, pada 2000 rpm, dan larutan supernatant digunakan untuk mengetahui daya serapnya dalam spektofotometer [Gambar 1g] pada 670 nm.

Hasilnya dicatat sebagai nilai transmisi sinar dan densitas optik larutan uji. Jika diaplikasikan uji-t, diperoleh hasil yang signifikan secara statistik.

HASIL
Hasilnya ditampilkan dalam Tabel 1 sebagai penetrasi pewarna/dye volumetrik berdasarkan presentase transmisi sinar yang menembus larutan uji. Tabel 2-4 menguraikan nilai mean, standar deviasi, dan nilai-P serta hasil perbandingan multipel dan ANOVA.

[Gambar 2] menunjukkan perbandingan nilai mean kebocoran dye volumetrik pada berbagai kelompok, dimana presentase transmisi sinar, kebocoran mikro berbanding terbalik dengan presentase transmisi sinar.

Perlu dicatat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara kedua sistem adhesif yang digunakan pada setiap grup perlakuan. Seperti yang diharapkan, jika dibandingkan dengan kontrol negatif, semua kelompok menunjukkan selisih yang sangat signifikan secara statistik, apapun sistem adhesif yang digunakan. Untuk penggunaan sistem adhesif yang mengandung aseton, diperoleh perbedaan yang signifikan secara statistik antara grup uji, kebocoran mikro terkecil ditunjukkan oleh spesimen yang diberi perlakuan total etch, bukan pada grup deprotenisasi setelah etsa. Namun, untuk sistem adhesif yang mengandung etanol, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok. Kelompok-kelompok yang diberi perlakuan etsa asam pada margin emailnya saja menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kelompok lainnya, dan hampir sama dengan grup yang hanya diberi perlakuan deproteinisasi saja.

Perlu dicatat bahwa kelompok-kelompok yang hanya diberi perlakuan etsa email saja, berkebalikan dengan etsa total, mengalami kebocoran mikro yang lebih besar.

Telah dilihat bahwa kebocoran mikro terkecil ditemukan dalam subyek yang hanya diberi perlakuan total etch saja, diikuti dengan grup deproteinisasi. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara keduanya dan dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah deproteinisasi dentin memiliki relevansi klinis dan bermakna untuk meningkatkan kualitas perlekatan antara resin dengan dentin, terutama pada daerah sepertiga gingival.

PEMBAHASAN
Dentin dikarakteristikkan sebagai komposit biologis matriks kaya kolagen yang berisi kristal apatit kaya karbonat dan defisien kalsium berukuran nanomer yang terendap diantara silinder-silinder dangkal susunan paralel kolagen berukuran mikro yang mengalami hiper mineralisasi. Tujuan hibridisasi dentin yang termineralisasi menggunakan resin adhesif adalah membentuk struktur yang resisten terhadap serangan kimia dan menghasilkan adhesi yang stabil dengan komponen resin di atasnya serta stabil dan impermeabel terhadap cairan rongga mulut atau substansi bakteri. Konsep “lapisan hibrid” diperkenalkan pada tahun 1982 oleh Nakabayashi dkk. Penelitian mereka menunjukkan bahwa difusi monomer, yang terinfiltrasi ke dalam permukaan dentin yang telah dietsa dan di-polimerisasi secara in situ, menghasilkan adhesi yang baik dengan substrat gigi.

Pada restorasi sepertiga gingival, banyak yang menyebutkan tentang kualitas ikatan antara resin dan dentin. Namun, yang penting adalah menemukan cara untuk memperbaiki perlekatan pada interfase sementum. Struktur yang kurang termineralisasi dapat membahayakan “lapisan hibrid”, dan melibatkan fibril kolagen. Berbagai protokol perawatan telah diajukan untuk meningkatkan “kelembaban”, permeabilitas dan perbaikan ikatan kimia yang murni pada interfase ini. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa sampel-sampel yang diberi perlakuan etsa asam dan deproteinisasi mengalami kebocoran mikro yang lebih besar, dibandingkan dengan sampel yang hanya diberi perlakuan etsa asam tanpa deproteinisasi. Hasil ini sama dengan penelitian terdahulu yang dilakukan menggunakan parameter serupa. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa besarnya kebocoran mikro yang terjadi tergantung pada bahan adhesif yang digunakan setelah prosedur pra-perawatan dentin.

Kami tidak memperoleh perbedaan yang signifikan secara statistik dalam hal kebocoran mikro dari sistem adhesif yang mengandung aseton, antara grup kontrol positif dengan grup uji. Hal ini mungkin merupakan salah satu efek difusibilitas aseton, dan kemampuannya untuk menahan air. Baiknya kontak monomer dengan struktur dentin intertubuler ireguler, yang terpapar akibat diberi perlakuan dengan sodium hipoklorit, dapat menghasilkan interfase yang homogen tanpa celah dan tidak perlu dilakukan deproteinisasi permukaan hidrofilik. Tidak ada fibril kolagen yang terpapar langsung dengan lingkungan rongga mulut; sehingga tidak terjadi degradasi interfase adhesif yang diharapkan terjadi akibat hidrolisis kolagen yang terpapar.

Dalam penelitian ini, grup kontrol negatif (permukaan yang hanya diberi perlakuan deproteinisasi dentin) mengalami kebocoran maksimum menggunakan kedua sistem bonding; namun, sistem yang mengandung etanol menunjukkan kebocoran dye yang lebih kuantitatif.

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa pembuangan kolagen berperan penting dalam mengurangi kebocoran mikro, meskipun menggunakan bahan adhesif yang mengandung aseton, namun tidak berpengaruh pada sistem berbahan dasar etanol. Namun, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hasilnya dan mengevaluasi keefektivan perlakuan dentin ini.

0 komentar:

Berhitung!

Pasang Aku Yaa

go green indonesia!
Solidaritas untuk anak Indonesia

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP